Ke Mana Pemilih Jokowi dan Prabowo Berlabuh?
Pemilih Joko Widodo dan Prabowo Subianto pada Pemilu 2019 mulai melirik tokoh lainnya sebagai calon presiden untuk 2024. Sejumlah tokoh pun menerima limpahan dukungan yang cukup besar. Siapa mereka?
Tiga tahun menjelang Pilpres 2024, pemilih Joko Widodo dan Prabowo Subianto pada Pemilu 2019 mulai melirik tokoh lainnya sebagai calon presiden. Sejumlah tokoh pun menerima limpahan dukungan yang cukup besar. Siapa saja mereka?
Hampir separuh jalan jelang Pemilihan Presiden 2024, konfigurasi dukungan politik mulai terbentuk. Meski masih bersifat sangat sementara, dukungan publik mulai terdistribusi pada sejumlah sosok yang dinilai layak untuk dicalonkan sebagai presiden.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Kondisi ini terekam dalam dua survei yang dilakukan oleh Litbang Kompas pada Desember 2020-Januari 2021 dan April 2021. Meski Joko Widodo dan Prabowo Subianto masih memiliki elektabilitas tertinggi, nama-nama lain juga muncul sebagai calon presiden pilihan jika pemilu saat ini dilakukan.
Nama Jokowi dan Prabowo memang sulit untuk tergantikan di podium elektabilitas. Bahkan, hingga dua tahun setelah Pilpres 2019, keduanya masih mendominasi pilihan publik sebagai sosok yang dianggap paling layak menjadi presiden dan jauh mengungguli tokoh politik lainnya.
Namun, secara perlahan, loyalitas dukungan publik pada kedua tokoh ini tidak lagi sekuat jelang Pilpres 2019. Hal ini terlihat dari preferensi pilihan pendukung Jokowi dan Prabowo yang secara perlahan mulai berubah.
Bagi pendukung Jokowi, hingga April lalu, hanya 39,1 persen pemilih dalam Pilpres 2019 yang hingga saat ini masih melabuhkan dukungannya pada sosok yang sama. Sementara 43,3 persen pemilih Jokowi telah memutuskan untuk mengalihkan dukungannya pada tokoh politik lainnya.
Gubernur Jawa Tengah sekaligus kader PDI-P, Ganjar Pranowo, adalah sosok yang paling banyak (11,0 persen) menerima limpahan dukungan suara dari pendukung Jokowi. Sejak akhir 2020 hingga April 2021, Ganjar masih menjadi pilihan utama bagi pemilih Jokowi sebagai calon alternatif.
Keputusan pendukung Jokowi untuk melabuhkan pilihannya pada sosok Ganjar tentu tidak terlepas dari popularitasnya saat ini yang kerap hadir di ruang publik sebagai sosok kepala daerah. Selain itu, posisi Ganjar sebagai kader PDI-P juga menjadi nilai tambah yang turut mendorong pemilih Jokowi untuk memilihnya sebagai sosok calon presiden.
Sosok PDI-P lainnya yang juga menerima limpahan suara dari pendukung Jokowi adalah mantan wali kota Surabaya yang kini menjabat sebagai Menteri Sosial, Tri Rismaharini.
Meski tak besar (3,1 persen), elektabilitas Risma bisa saja terus meningkat dan merebut sebagian suara pendukung Jokowi lainnya. Pasalnya, saat ini Risma memiliki jabatan strategis di pemerintah pusat yang dapat menjadi panggung untuk meningkatkan popularitas.
Menariknya, peralihan dukungan pemilih Jokowi tidak hanya terdistribusi pada sosok yang berasal dari PDI-P. Tokoh partai lainnya juga dilirik seperti Prabowo Subianto dan Agus Harimurti Yudhoyono. Prabowo memperoleh limpahan dukungan sebesar 7,7 persen dari pemilih Jokowi 2019, sementara Agus menerima limpahan suara yang lebih kecil (3,5 persen).
Jika menilik lebih dalam berdasarkan pilihan partai politik, sebanyak satu dari tiga pemilih PDI-P memang telah melirik pilihan lain selain Jokowi. Hanya 15,7 persen responden saja yang belum menentukan atau merahasiakan pilihannya. Artinya, baik pendukung Jokowi secara personal maupun pemilih PDI-P, kini telah mulai aktif mencari figur lain untuk didukung sebagai calon presiden.
Baca juga: Survei ”Kompas”: Elektabilitas Prabowo Fluktuatif, Anies dan Ganjar Meningkat
Konstitusi dan kepuasan
Ada dua faktor utama yang menyebabkan pemilih Jokowi melabuhkan pilihan politiknya pada sosok lainnya. Pertama, posisi Jokowi yang menurut konstitusi tidak lagi memungkinkan untuk mencalonkan diri sebagai presiden karena telah menjabat selama dua periode. Artinya, para pendukung Jokowi, suka ataupun tidak, harus mulai mencari calon alternatif.
Kedua, ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintahan Jokowi juga dapat menjadi faktor yang menyebabkan pergeseran pilihan politik para pemilih. Ketidakpuasan ini diungkapkan oleh sebagian pemilih Jokowi dalam berbagai sektor. Dalam bidang politik dan keamanan, misalnya, sebesar 10,4 persen pemilih Jokowi dalam Pemilu 2019, menyatakan ketidakpuasan pada kinerja pemerintah di bidang ini.
Ketidakpuasan yang lebih besar juga diungkapkan oleh pemilih Jokowi terkait kinerja pemerintah pada bidang hukum (19,5 persen) dan ekonomi (27,7 persen). Munculnya ketidakpuasan tentu turut memengaruhi dukungan publik pada sosok Jokowi.
Baca juga: Lonjakan Penghargaan yang Terpilah terhadap Joko Widodo
Pemilih Prabowo
Selain Jokowi, perubahan peta dukungan politik juga terjadi pada basis pemilih Prabowo Subianto. Dalam dua survei terakhir yang dilakukan oleh Litbang Kompas, hanya sekitar sepertiga pendukung Prabowo dalam Pilpres 2019 yang masih bertahan sebagai pemilih loyal. Sementara hampir separuh pemilih lainnya kini telah melabuhkan pilihannya pada sejumlah sosok.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi sosok yang paling banyak menerima limpahan suara dari pendukung Prabowo. Hingga kini, sebanyak 22,6 persen pemilih Prabowo telah memutuskan untuk memilih Anies jika pilpres saat ini dilakukan. Kondisi ini tidak jauh berbeda dibandingkan hasil survei pada Desember 2020-Januari 2021.
Tokoh lainnya yang juga menerima limpahan suara yang cukup besar dari pemilih Prabowo adalah Sandiaga Uno. Peralihan suara pendukung Prabowo kepada Sandiaga mengalami sedikit kenaikan dari 7,5 persen pada awal tahun lalu menjadi 8,7 persen saat ini.
Jika menengok pada rekam jejak politik keduanya, baik Anies maupun Sandiaga adalah sosok yang sulit dilepaskan dari Prabowo dan Gerindra. Keduanya adalah figur yang diusung oleh Gerindra dalam Pilgub DKI 2017. Terakhir, Sandiaga menjadi pendamping Prabowo saat bertarung dalam Pilpres 2019.
Tentu menarik untuk melihat sejauh mana kedua tokoh ini menerima limpahan dukungan dari pemilih Prabowo. Apalagi, persis seperti Ganjar dan Risma yang menerima limpahan suara dari pendukung Jokowi, Anies dan Sandi saat ini juga sama-sama memiliki jabatan di pemerintahan. Posisi tersebut bisa saja mendongkrak popularitas keduanya.
Sama seperti pemilih Jokowi, gelombang lintas dukungan juga terlihat pada kelompok pendukung Prabowo. Sebagian pemilih Prabowo dalam Pilpres 2019 kini justru memilih tokoh dari partai lainnya.
Nama-nama seperti Agus Harimurti Yudhoyono dari Demokrat (3,4 persen), Ganjar Pranowo (2,5 persen), hingga Tri Rismaharini dari PDI-P (1,5 persen) adalah sejumlah tokoh partai lain yang dilirik oleh pemilih Prabowo. Selain itu, juga terdapat tokoh di luar partai politik, seperti Gatot Nurmantyo (4 persen) dan Ridwan Kamil (1,9 persen), yang juga menerima limpahan suara.
Peralihan dukungan ini juga tampak terjadi pada pemilih Partai Gerindra. Sebanyak 55,1 persen pemilih Gerindra dalam Pileg 2019 kini mulai melirik tokoh selain Prabowo. Hanya sepertiga pendukung Gerindra yang kini masih menyatakan loyalitas untuk mendukung Prabowo sebagai calon presiden.
Baca juga: Faktor ”Jokowi” dan Dilema Prabowo
Realitas
Ada dua kondisi yang turut memengaruhi pilihan pendukung Prabowo. Pertama, keputusan Prabowo untuk merapat ke pemerintahan. Situasi ini amat sulit untuk dilepaskan dari perubahan dukungan politik pemilih Prabowo.
Apalagi, hingga saat ini pendukung Prabowo masih menjadi kelompok masyarakat yang begitu kritis dalam menilai jalannya roda pemerintahan. Pada bidang politik dan keamanan, misalnya, hampir separuh (45,2 persen) pemilih Prabowo dalam Pilpres 2019 menyatakan ketidakpuasannya pada kinerja pemerintah di sektor ini. Ketidakpuasan yang lebih besar juga diungkapkan oleh pemilih Prabowo pada bidang hukum (55,4 persen) dan ekonomi (66,6 persen).
Dengan kondisi ini, Prabowo yang berada di dalam roda pemerintahan tentu juga tak terlepas dari sasaran kritik pemilihnya terkait kinerja pemerintah. Situasi inilah yang sedikit banyaknya memengaruhi perubahan dukungan politik dari pendukung Prabowo.
Faktor kedua adalah tidak adanya kepastian politik terkait pencalonan Prabowo sebagai presiden pada Pilpres 2024. Baik Prabowo maupun Gerindra, saat ini masih sama-sama belum memberikan kejelasan kepada publik.
Di sisi lain, di tengah sikap Prabowo dan Gerindra yang masih adem ayem, sejumlah tokoh lainnya telah memperoleh dan bahkan memanfaatkan panggung yang dimiliki untuk meningkatkan popularitas. Kondisi ini tentu membuat sebagian pemilih akhirnya mulai melirik calon lainnya yang juga memiliki potensi untuk maju dalam Pilpres 2024.
Baca juga: Prabowo Subianto, Penantian Panjang Sang Petarung
Peluang
Di tengah terjadinya perubahan dukungan politik, peluang untuk memperoleh tambahan dukungan masih terbuka lebar, baik bagi Prabowo yang masih memiliki kans untuk maju pada Pilpres 2024 maupun bagi tokoh lainnya yang kini mulai mencuat ke permukaan. Apalagi, masih terdapat waktu lebih dari dua tahun untuk bertarung memperebutkan basis pemilih.
Salah satu peluang yang dapat dimanfaatkan adalah pada kelompok pemilih yang hingga kini belum menentukan atau masih merahasiakan pilihannya. Bagi pendukung Jokowi, terdapat 17,6 persen pemilih yang masuk pada kategori ini. Sementara 14,9 persen pendukung Prabowo juga masih belum menentukan atau merahasiakan pilihan politiknya.
Kelompok lainnya yang juga menjadi potensi ceruk suara adalah pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pilpres 2019 dan pemilih muda yang baru memiliki hak pilih. Hingga kini, sebanyak 4 dari 10 kelompok pemilih ini juga belum secara tegas menyatakan pilihan politiknya.
Tentu menarik untuk menanti perubahan gelombang alih dukungan ini jelang Pilpres 2024. Akankah dukungan publik terus terdistribusi pada sejumlah tokoh setelah terjadinya keterbelahan dalam sepuluh tahun terakhir? Atau, apakah Prabowo masih terus mendominasi meskipun sebagian pemilihnya telah beralih mendukung tokoh lain?
Pertanyaan lainnya, akankah ada kejutan politik dari Jokowi yang saat ini masih menjadi sosok dengan elektabilitas tertinggi? Jawaban ini akan kita temukan dalam rentan waktu satu hingga dua tahun mendatang. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Mengapa Harus Membayar Berita Daring?