Indeks Pembangunan Manusia Indonesia cenderung mengalami perbaikan meski dilanda pandemi dan kondisi ekonomi yang melemah. Meskipun demikian, kesenjangan antarwilayah tetap menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah.
Oleh
Gianie
·6 menit baca
Kompas/Heru Sri Kumoro
Pekerja membersihkan kotoran yang menempel pada kaca gedung bertingkat di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (7/5/2021).
Kualitas manusia Indonesia dari indikator Indeks Pembangunan Manusia atau IPM terus mengalami perbaikan meski krisis ekonomi dan kesehatan mendera. DKI Jakarta sebagai ibu kota negara bahkan selama empat tahun berturut-turut mencapai kategori IPM sangat tinggi. Sementara IPM di Kalimantan Timur sebagai provinsi calon ibu kota negara yang baru masuk dalam kategori tinggi.
Laporan Badan Pusat Statistik menyebutkan, pandemi Covid-19 sedikit menahan laju pertumbuhan IPM menjadi hanya 0,03 persen pada tahun 2020, sangat kecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang rata-rata tumbuh 0,87 persen per tahun.
IPM Indonesia pada tahun 2020 sebesar 71,94 meningkat 0,02 poin dibandingkan tahun 2019. Dibandingkan satu dekade yang lalu, IPM Indonesia meningkat 5,4 poin.
Perlambatan pertumbuhan IPM tahun 2020 ini disebabkan oleh turunnya pengeluaran per kapita yang disesuaikan (purchasing powerparity/PPP). IPM terdiri atas tiga dimensi pengukuran, yaitu usia harapan hidup saat lahir (aspek kesehatan), rata-rata lama sekolah (aspek pendidikan), dan PPP (aspek ekonomi). PPP tahun 2020 sebesar Rp 11,01 juta, turun dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 11,3 juta.
Dari sisi pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk usia 25 tahun ke atas meningkat dari 8,34 tahun pada 2019 menjadi 8,48 tahun pada 2020. Peningkatan juga terjadi pada sisi kesehatan. Usia harapan hidup bagi bayi yang lahir tahun 2020 bisa mencapai 71,47 tahun dibandingkan yang lahir tahun sebelumnya yang hanya sampai 71,34 tahun.
Karena menurunnya kemampuan daya beli yang diindikasikan lewat PPP, sebanyak 10 provinsi mengalami penurunan IPM. Provinsi yang mengalami penurunan IPM terbesar adalah Kalimantan Utara dan Papua.
Jika dilihat berdasarkan pengelompokan IPM, sebanyak 22 provinsi memiliki skor IPM kategori tinggi (antara 70 hingga kurang dari 80). Sebanyak 11 provinsi memiliki skor IPM sedang (antara 60 hingga kurang dari 70).
Hanya satu provinsi, yaitu DKI Jakarta, yang berhasil masuk dalam kategori IPM yang sangat tinggi, yaitu skor di atas 80. Sejak tahun 2018, tidak ada lagi provinsi dengan IPM kategori rendah atau yang skornya kurang dari 60.
Ibu kota negara
DKI Jakarta masih menjadi satu-satunya provinsi yang mencapai status IPM sangat tinggi tahun 2020. Skor di atas 80 sudah berhasil dicapai DKI Jakarta sejak tahun 2017. Tahun 2017 skor IPM DKI Jakarta sebesar 80,06. Tahun 2018 skor IPM DKI Jakarta meningkat menjadi 80,47. Tahun 2019 skor IPM DKI Jakarta naik lagi menjadi 80,76 dan tahun 2020 naik tipis menjadi 80,77.
Pencapaian ini bisa dilihat baik sebagai prestasi maupun sebagai kondisi yang sudah seharusnya. Sebagai prestasi, hal itu karena indikator IPM menunjukkan tingkat kemajuan suatu negara yang tidak hanya diukur dari pertumbuhan ekonomi.
Pembangunan manusia sama pentingnya dengan pembangunan ekonomi. Terkait hal itu, ibu kota negara menjadi etalase pertama bagi sorotan dunia. Skor IPM yang dicapai DKI Jakarta yang jauh di atas IPM nasional bisa menjadi sesuatu yang membanggakan. Buah dari usaha untuk memenuhi bahkan melampaui standar minimal.
Pencapaian IPM DKI Jakarta juga bisa dianggap sebagai kondisi yang sudah seharusnya demikian. Anggapan tersebut didasari fakta bahwa sebagai ibu kota negara, Jakarta memiliki fasilitas layanan publik yang terlengkap, termodern, dan berkualitas pada semua bidang, termasuk yang diukur dalam IPM. Setiap kekurangan atau masalah yang mengemuka dengan mudah menjadi sorotan publik dan kemudian diupayakan kerja-kerja untuk memperbaikinya.
Menjadi ibu kota negara, Jakarta tidak saja menjadi pusat pemerintahan, tetapi juga pusat bisnis, perdagangan, pendidikan, pergerakan, dan pusat segala macam. Jakarta diisi oleh sumber daya manusia yang beragam latar belakang dengan karakter yang sangat kompetitif sehingga suatu pencapaian akan diungguli oleh pencapaian lainnya.
Usia harapan hidup bayi yang lahir di Jakarta tahun 2020 bisa mencapai 72,9 tahun. Rata-rata lama sekolah mencapai 11,13 tahun, paling lama dibandingkan provinsi lain. Sementara tingkat pengeluaran per kapita yang disesuaikan, meski sedikit turun dibandingkan tahun 2019 menjadi Rp 18,2 juta, merupakan yang tertinggi di Indonesia.
Semenatara itu, calon ibu kota negara baru yang tengah dipersiapkan di Kaltim akan menjadi etalase selanjutnya dan akan memiliki karakter sumber daya manusia yang kurang lebih sama dengan DKI Jakarta. IPM di provinsi calon ibu kota negara baru ini tidak jauh berbeda dengan DKI Jakarta.
Tahun 2020, IPM Kaltim mencapai skor 76,24, menempati urutan ketiga secara nasional. IPM Kaltim berada di bawah Daerah Istimewa Yogyakarta yang berada di posisi kedua dan terpaut 4,5 poin dari IPM DKI Jakarta. IPM Kaltim termasuk dalam kategori IPM tinggi.
Sebagai calon etalase negara yang baru, Kaltim memerlukan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menggerakkan pembangunan di samping menjalankan aktivitas pemerintahan. Ibu kota negara baru akan menjadi magnet yang akan menarik pendatang dengan beragam latar belakang untuk merebut peluang di pusat pertumbuhan yang baru.
Kondisi ini menjadi faktor yang akan mendongkrak IPM Kaltim untuk menyamai atau mengungguli IPM DKI Jakarta. Potensi ke arah itu sangat besar yang ditandai dengan skenario awal pemindahan aparatur sipil negara (ASN) dari Jakarta ke ibu kota baru, yang meliputi anggota eksekutif, legislatif, yudikatif, kepolisian, TNI, beserta keluarga mereka.
Peningkatan IPM Kaltim akan menjadi sebuah keniscayaan, yang bisa dilihat baik sebagai sebuah prestasi maupun kondisi yang memang sudah seharusnya demikian.
Pasalnya, fasilitas layanan publik yang disediakan bagi ASN yang dipindahkan dan masyarakat setempat harus diupayakan yang terbaik sesuai dengan standar yang selama ini dinikmati di Jakarta. Apalagi hal itu ditunjang dengan anggaran pemindahan ibu kota yang hampir Rp 500 triliun.
Peningkatan IPM Kaltim pasca-pemindahan ibu kota akan berdampak pada provinsi lain di Kalimantan. Di satu sisi, hal itu akan mendorong peningkatan IPM di provinsi lainnya di Kalimantan. Namun, di sisi lain berpotensi memperlebar kesenjangan kualitas manusia di Kalimantan.
Saat ini, sebelum pemindahan dilakukan, terdapat perbedaan IPM yang cukup besar di Kalimantan. Kaltim bersama Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara sama-sama memiliki IPM yang termasuk dalam kategori tinggi walaupun perbedaan IPM Kaltim dengan ketiga provinsi itu cukup lebar. Ketiga provinsi tersebut memiliki IPM di angka 70 atau 71, di bawah IPM nasional.
Namun, ada satu provinsi di Kalimantan, yakni Kalimantan Barat, yang IPM-nya masuk dalam kategori sedang. IPM Kalbar tahun 2020 baru mencapai 67,66, terpaut hampir 9 poin dari IPM Kaltim.
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Kendaraan melewati ruas tol Sumatera, Pematang Panggang-Tebanggi Besar, Jumat (5/3/2021). Ruas tol ini menjadi penghubung Provinsi Sumsel dan Lampung. Keberadaannya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian masyarakat.
Saat ini, kesenjangan IPM DKI Jakarta dengan provinsi lain di Jawa sebenarnya juga cukup tinggi. Perbedaannya bahkan mencapai 9 poin dengan IPM Jawa Timur yang skornya 71,71.
Namun, perbedaan tersebut bisa dikatakan tertutupi oleh kemajuan pembangunan ekonomi di provinsi tersebut. Jatim memiliki kota metropolitan yang tidak kalah dari Jakarta, yaitu Surabaya, serta kota besar berikutnya, seperti Malang.
Pemerintah perlu menyiapkan skenario khusus untuk mendorong pembangunan ekonomi dan pembangunan manusia di Kalimantan agar kesenjangan tidak semakin melebar akibat pemindahan ibu kota negara. Hal ini untuk mengantisipasi masyarakat Kalimantan di luar ibu kota baru tidak merasa terpinggirkan. (LITBANG KOMPAS)