Urgensi Meningkatkan Partisipasi Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini yang berkualitas masih menghadapi problem partisipasi dan pemerataan akses, baik di wilayah Indonesia bagian barat maupun timur.

Suasana belajar di salah satu layanan pendidikan anak usia dini (PAUD) di Pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur. Anak-anak usia dini semangat belajar meskipun minim alat bantu pembelajaran.
Pendidikan anak usia dini sebagai modal membangun manusia yang berkualitas masih menghadapi problem partisipasi dan pemerataan akses, baik di wilayah Indonesia bagian barat maupun timur.
Pendidikan anak usia dini (PAUD) dalam bentuk apa pun (formal, nonformal, informal) sangat penting diikuti seorang anak karena pada jenjang ini pondasi pengembangan sumber daya manusia atau SDM ditentukan.
Pendidikan dan pengasuhan yang diterima anak sejak lahir hingga usia enam tahun memiliki efek signifikan terhadap pertumbuhan, perkembangan, dan potensi pembelajarannya di masa depan. Mengingat pada usia tersebut merupakan usia keemasan (golden age) dalam perjalanan hidup manusia dan menjadi fase terpenting dalam tumbuh kembang seorang anak.
Usia dini merupakan saat yang amat berharga untuk menanamkan nilai-nilai spiritual, moral, dan norma sosial juga mengembangkan intelektual yang berguna untuk kehidupannya.
Baca juga: Pendidikan Anak Usia Dini Berpotensi Kekurangan Siswa Baru

Untuk itu, PAUD berperan membina, menumbuhkan, dan mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya agar kelak dapat berfungsi sebagai manusia yang utuh.
Namun, belum semua anak mempunyai kesempatan untuk mengikuti pendidikan anak usia dini, terutama anak-anak dari keluarga miskin.
Partisipasi rendah
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), dalam kurun waktu lima tahun terakhir angka partisipasi kasar (APK) anak yang mengikuti PAUD berfluktuasi dengan kisaran rata-rata masih di angka 36,17 persen. Masih jauh dari target RPJMN 2015-2019 sebesar 77 persen.
Sementara dilihat persebarannya, data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS 2019 menunjukkan angka partisipasi anak yang sedang mengikuti PAUD di perkotaan lebih tinggi dibandingkan di perdesaan.
Dari kelompok umur terlihat partisipasi PAUD paling tinggi adalah pada kelompok usia 5-6 tahun yang termasuk dalam kategori TK (taman kanak-kanak), dengan selisih 6 persen antara perkotaan dan perdesaan. Hal ini menunjukkan, mayoritas anak mengikuti PAUD pada usia satu sampai dua tahun jelang masuk pendidikan dasar.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F08%2F20200820_183028_1597923882.jpg)
Dalam pendidikan Montessori, anak-anak usia dini diajak belajar secara konkret dengan alat bantu pembelajaran. Di salah taman kanak-kanak di Jakarta Timur, anak-anak belajar mengenal angka dan huruf dengan memanfaatkan bunga kamboja yang gugur di halaman sekolah.
Sementara itu, partisipasi pada kelompok 3-4 tahun yang termasuk kategori playgroup angkanya masih di bawah 20 persen. Apalagi, di kelompok usia 0-2 tahun, partisipasinya tidak sampai 1 persen. Padahal, tujuan dari PAUD lebih dari sekadar persiapan untuk sekolah dasar.
Rendahnya persentase anak yang mengikuti PAUD dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Di samping kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya PAUD dan masih terbatasnya fasilitas dan layanan PAUD terutama di daerah perdesaan, faktor kondisi sosial ekonomi keluarga juga sangat menentukan keputusan memberikan pendidikan pada anak sejak usia dini.
Dari data angka partisipasi kasar anak yang mengikuti PAUD, dalam waktu lima tahun terakhir pada kelompok pengeluaran 20 persen termiskin (Kuintil 1) terjadi kenaikan di tahun-tahun terakhir, tetapi masih di bawah 35 persen dan terendah dibanding kelompok pengeluaran lainnya.
Hal ini menggambarkan selain problem geografis, pendapatan rumah tangga juga menjadi problem peningkatan partisipasi anak mengikuti PAUD yang perlu mendapat perhatian lebih. Mengingat peningkatan angka partisipasi PAUD ini sangat penting dalam rangka meningkatkan kesiapan anak bersekolah untuk mendukung peningkatan kualitas Wajib Belajar 12 Tahun.

Pada tataran global, capaian APK PAUD Indonesia juga masih jauh dibandingkan dengan angka negara-negara lain. Misalnya dengan Filipina yang memiliki PDB lebih rendah dari Indonesia, tetapi APK PAUD Indonesia jauh di bawah Filipina (80,7 persen).
Baca juga: Indonesia Menggagas Pusat Pendidikan Anak Usia Dini di ASEAN
Negara-negara di dunia pun secara serius memikirkan hal ini. Salah satunya yakni dengan membuat komitmen global dalam World Education Forum yang digelar di Incheon, Korea Selatan, tahun 2015.
Dalam forum 15 tahunan tersebut disepakati sebuah deklarasi yang diberi nama ”Deklarasi Incheon” yang, antara lain, berisi kesepakatan mewujudkan wajib belajar 12 tahun, juga kesepakatan untuk mewujudkan wajib PAUD satu tahun yang bermutu sebelum masuk SD untuk seluruh penduduk tercapai pada tahun 2030, sesuai dengan tujuan ke-4 Sustainable Development Goals (SDGs).
Problem pemerataan
Hal tersebut menunjukkan bahwa pendidikan anak usia dini merupakan pendidikan yang sangat fundamental dan menjadi faktor penentu keberhasilan anak didik pada jenjang pendidikan selanjutnya. PAUD juga menjadi kunci dari keberhasilan pembangunan SDM.
Hasil analisis korelasi menggunakan data BPS 2020 dengan metode Pearson menunjukkan, Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD memiliki keterkaitan cukup kuat dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), baik di wilayah barat Indonesia maupun wilayah timur.

Murid-murid pendidikan anak usia dini (PAUD) Pelopor Desa mengikuti kegiatan belajar di ruang kelas semi permanen di Kampung Cigabel, Cibeuteung Muara, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (19/2/2020).
Keterkaitan dua variabel tersebut ditunjukkan dari hasil korelasi yang signfikan pada tingkat keyakinan 5 persen. Derajat korelasi bernilai 0,419 untuk Indonesia barat dan 0,404 untuk Indonesia timur menandakan hubungan cukup kuat dan positif antara APK PAUD dan IPM. Artinya, besaran kenaikan APK PAUD akan diikuti oleh kenaikan IPM.
Lebih terinci dari matriks korelasi tersebut secara keseluruhan terlihat APK PAUD yang rendah mendominasi dan tersebar di kedua wilayah. Di Indonesia bagian timur, 8 dari 13 provinsi (61,5 persen) memiliki APK PAUD rendah.
Empat provinsi dengan APK PAUD dan IPM rendah adalah NTT, Maluku, Papua Barat, dan Papua. Catatan bagi Provinsi Bali, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara yang masuk kategori IPM tinggi, tetapi APK PAUD-nya masih rendah. Bahkan, tak ada satu pun provinsi yang berada di posisi ideal (IPM dan APK sama-sama tinggi).
Sementara di wilayah barat Indonesia, dari 21 provinsi 16 di antaranya (76,2 persen) termasuk kategori memiliki APK PAUD yang rendah. Hanya lima provinsi yang APK jenjang PAUD-nya tinggi, yaitu DI Yogyakarta (tertinggi), DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Kalimantan Selatan.
Dari hasil pemetaan tersebut terlihat masih besarnya problem pemerataan pendidikan anak usia dini yang berkaitan dengan tingkat kesejahteraan yang akan dicapai dari capaian IPM.
Hal ini bisa jadi disebabkan oleh akses layanan PAUD yang masih terbatas. Mengutip dari Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan 2020-2024, tercatat masih ada sekitar 30 persen atau 25.000 desa di Indonesia yang belum memiliki lembaga PAUD.

Aktivitas tatap muka pendidikan anak usia dini (PAUD) selama satu jam dengan menjalankan protokol kesehatan di Kampung Rawa Pasung RW 022 Kelurahan Kota Baru, Kecamatan Bekasi Barat, Kota Bekasi, Jawa Barat, Rabu (22/7/2020).
Kerja kolaboratif
Kemajuan yang dicapai belum signifikan dan belum merata mencerminkan adanya kesenjangan substansial yang berkaitan dengan lokasi dan kemiskinan. Untuk itu dibutuhkan kerja kolaboratif dan komitmen kuat antara keluarga, sekolah, mayarakat, dan pemerintah dalam meningkatkan partisipasi PAUD untuk mendorong majunya nilai Indeks Pembangunan Manusia Indonesia.
Pemerintah, selain melakukan intervensi-intervensi dalam bentuk berbagai program, juga secara regulasi telah memperkokoh peran PAUD dalam dunia pendidikan ditandai dengan keluarnya Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Melalui UU ini untuk pertama kali, PAUD diatur secara khusus dalam sebuah undang-undang.
Pemerintah juga menunjukkan komitmen kuat untuk meningkatkan akses dan mutu layanan PAUD dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2013 tentang Pengembangan Anak Usia Dini Holistik-Integratif. Artinya, setiap kota/kabupaten didorong memiliki lembaga PAUD holistik integratif, yang bekerja sama dengan posyandu agar pelayanan kepada anak usia dini memenuhi kebutuhan akan pendidikan, pengasuhan, perlindungan, kesehatan, dan juga gizi.
Yang terpenting adalah menumbuhkan kesadaran orangtua bahwa memberikan pendidikan dan pengasuhan yang baik pada anak di usia dini menjadi langkah awal keberhasilan dan investasi paling berharga untuk masa depan anak. (LITBANG KOMPAS)