Peluang di Tengah Pandemi
Melihat linimasa dan perkembangan nilai ekonomi yang dihasilkan hingga saat ini, bidang ekonomi kreatif memiliki potensi besar yang dapat dikembangkan untuk mengangkat perekonomian negara.
Ekonomi kreatif muncul di tengah situasi resesi di dunia. Kemampuannya mendorong pemulihan krisis ekonomi saat itu kembali dinanti di tengah lesunya perekonomian dunia akibat pandemi Covid-19.
Bidang ekonomi kreatif diperkenalkan oleh Australia dan Inggris ketika kedua negara tersebut mengalami resesi ekonomi pada kurun waktu 1990-1991. Pertengahan 1990 menjadi titik terberat bagi perekonomian Australia. Tingkat pengangguran mencapai 11 persen.
Pemerintahan Australia kemudian merumuskan solusi berupa paket kebijakan yang disebut Creative Nation pada Oktober 1994. Untuk pertama kali istilah ”ekonomi kreatif” diperkenalkan kepada dunia.
Kebijakan tersebut meliputi pengembangan di bidang ekonomi dan kebudayaan. Pemerintah Australia memandang ada potensi besar di sektor seni budaya yang bisa dimanfaatkan setelah sektor industri banyak mengalami kebangkrutan dan menyebabkan pengangguran.
Pemerintahan Paul Keating mendorong kebijakannya dengan suntikan dana senilai 250 juta dollar AS untuk mendorong produktivitas seni dan kebudayaan. Hasil yang dipetik dari pengembangan ekonomi kreatif tersebut berupa pemasukan negara senilai 13 miliar dollar AS per tahun. Selain itu, juga dapat membuka kesempatan kerja bagi 336.000 penduduk di sektor seni dan kebudayaan.
Pengembangan sektor ekonomi kreatif bukan hanya menolong Australia keluar dari jurang resesi saat itu, melainkan juga memperkuat perekonomian hingga saat ini. Laporan Australia’s Cultural And Creative Economy A 21st Century Guide (2020) menunjukkan bahwa kontribusi sektor ekonomi kreatif terhadap produk domestik bruto (PDB) Australia mencapai 12 persen dengan nilai 160 miliar dollar AS. Bidang ini mampu menyerap 900.000 tenaga kerja.
Kondisi serupa terjadi Inggris. Menurut data dari Office for National Statistics, tingkat pengangguran di Inggris pada dekade 1990-an mencapai puncaknya sebesar 10,7 persen pada 1993. Masalah yang dihadapi berupa tingkat pengangguran tinggi dan menurunnya aktivitas industri.
Melemahnya ekonomi nasional membuat pemotongan dana pemerintah untuk bidang seni. Perdana Menteri Tony Blair kemudian menugaskan Kepala Departemen Digital, Budaya, Media, dan Olahraga (DCMS) Chris Smith untuk merumuskan bentuk industri kreatif di Inggris.
Kajian King’s College London yang berjudul ”The birth of the creative industries revisited An oral history of the 1998 DCMS Mapping Document ”menuturkan tonggak sejarah industri kreatif di Inggris. Laporan ini disusun dengan mewawancarai tokoh kunci perintis DCMS yang didirikan pada Juli 1997.
Chris Smith dalam kesempatan wawancara mengatakan bahwa tidak mudah meyakinkan potensi ekonomi kreatif kepada pemerintah. Perlu waktu hingga tujuh tahun untuk mengupayakan pengembangan industri kreatif.
Faktor utama keberhasilan pengembangan ekonomi kreatif adalah dukungan dari ekosistem ekonomi makro, kekuatan politik, birokrasi pemerintah, dan sektor terkecil, yaitu para pelaku usaha. Ekonomi kreatif Inggris berdiri di fondasi yang kuat karena sedari awal mengedepankan perlindungan hak atas kekayaan intelektual (HAKI).
Inggris menyadari ancaman terbesar industri kreatif adalah tindak pembajakan karya. Apabila marak pembajakan, maka akan sedikit orang yang tertarik berkecimpung di bidang ini.
Data Federasi Industri Kreatif Inggris mencatat, saat ini sektor ekonomi kreatif menyerap 2 juta tenaga kerja dan lebih dari tiga perempatnya berada di luar London. Artinya, model ekonomi kreatif mampu mendistribusikan kegiatan ekonomi supaya tidak hanya bertumpu di wilayah Ibu Kota saja.
Usaha di sektor ini mayoritas berskala kecil dan mikro. Sebanyak 95 persen bisnis ekonomi kreatif di Inggris dikerjakan oleh kurang dari 10 orang. Dengan demikian, manuver unit usaha ketika terjadi krisis seperti pandemi Covid-19 akan lebih lincah.
Data menunjukkan, selama pandemi sektor ekonomi kreatif masih dapat menyumbang nilai tambah bruto senilai 159 miliar dollar AS atau senilai Rp 2.300 triliun. Nilai ekspor pada 2020 tercatat sebesar 49 miliar dollar AS yang merupakan 12 persen dari total nilai ekspor perdagangan Inggris.
Peluang Indonesia
Melihat linimasa dan perkembangan nilai ekonomi yang dihasilkan hingga saat ini, bidang ekonomi kreatif memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan. Secara global, UNESCO menyebutkan sektor ekonomi kreatif dan budaya menghasilkan 2.250 miliar dollar AS setahun. Kontribusi tersebut setara dengan 3 persen dari PDB dunia.
Selain pendapatan, kontribusi lain dari pengembangan ekonomi kreatif muncul dari aspek ekonomi berkelanjutan. Dari sisi suistainable, keunggulan kegiatan kreatif ini tidak mengandalkan pada eksplorasi sumber daya alam, tetapi mengandalkan aset intelektual seperti kreativitas, keterampilan, dan kesenian.
Sebagaimana tren di dunia, sektor ekonomi kreatif di Indonesia juga menunjukkan capaian yang menjanjikan. Babak awal ekonomi kreatif ditandai dengan diluncurkannya Program Indonesia Design Power 2006-2010. Program ini dikerjakan oleh Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, serta Kadin Indonesia (Kompas, 14 Juli 2006).
Pengembangan yang sudah berjalan 15 tahun memberi dampak pertumbuhan ekonomi kreatif pada 2019 berada pada angka 5,10 persen. Capaian ini dapat disebut positif karena berada di atas nilai pertumbuhan ekonomi nasional yaitu 5,02 persen.
Secara komposisi, pada 2018 ekonomi kreatif menyumbang lapangan kerja bagi penduduk Indonesia sebesar hampir 15 persen dari total angkatan kerja. Sumbangan ini lebih besar jika dibandingkan dengan Australia (8,1 persen) dan Inggris (10 persen).
Potensi besar ekonomi kreatif ini menantikan pengembangan untuk tahapan selanjutnya di masa depan. Tahun 2021 dideklarasikan sebagai Tahun Ekonomi Kreatif untuk Pengembangan Berkelanjutan dari hasil Sidang Umum PBB pada November 2019. Indonesia adalah yang memelopori deklarasi tersebut.
Terbaru, penguatan sektor ekonomi kreatif di Indonesia terlihat dari perlindungan hak cipta. Presiden Joko Widodo telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Royalti Lagu dan Musik pada 30 Maret 2021.
Peraturan pemerintah ini disahkan dengan maksud memberikan penghargaan yang layak dari aspek ekonomi terhadap pengkarya lagu dan musik. Ini merupakan langkah yang positif dalam mendukung geliat ekonomi kreatif untuk melindungi dari tindakan pembajakan dan penggunaan karya tanpa royalti.
Namun, pengembangan ekonomi kreatif juga menyisakan pekerjaan rumah setelah dileburnya Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) ke dalam Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Dalam Rencana Strategis Kemenparekraf/Barekraf 2020-2024, rancangan cenderung dibobotkan pada seputar promosi pariwisata. Belum terlihat program-program yang menyokong para pelaku ekonomi kreatif , pembuat konten kreatif, atau perusahaan rintisan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Bangkit di Tahun Ekonomi Kreatif