Berwisata Lokal, Pilihan Hemat Masyarakat
Menyadari situasi pandemi yang belum membaik, masyarakat menyiasatinya dengan rekreasi lokal, yaitu ke tempat yang berada di sekitar kota tempat tinggal.
Berwisata menjadi pilihan masyarakat untuk melepas penat dan kejenuhan karena tekanan pandemi Covid-19. Di tengah keterbatasan situasi ini, masyarakat menyiasatinya dengan berekreasi di dalam kota dan dengan biaya terjangkau.
Selama pandemi, segala aktivitas menjadi serba dibatasi. Kegiatan di luar rumah harus dilakukan dengan pembatasan sosial dan mobilitas. Itu pun harus dengan penerapan protokol kesehatan. Situasi ini menyebabkan masyarakat merasa stres, jenuh, atau depresi.
Untuk mengatasinya, berekreasi menjadi pilihan. Meskipun sangat dibatasi, antusiasme masyarakat untuk berwisata cukup tinggi. Survei Kompas yang dilakukan pada Juli-Agustus 2020 mengungkapkan, sebanyak 38,5 persen dari 1.200 responden di 34 provinsi masih ingin berwisata di masa pandemi ini.
Data ini senada dengan perilaku kunjungan wisatawan. Walau menurun, sejumlah wisatawan mancanegara dan domestik masih berekreasi di tengah masa pandemi. Pada Januari 2021 terdapat 141.260 kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia.
Sementara perjalanan wisatawan Nusantara sepanjang 2020 diperkirakan mencapai 233,9 juta perjalanan, menurun dari 282,9 juta perjalanan di 2019. Kunjungan wisatawan Nusantara didefinisikan BPS sebagai ”jumlah perjalanan kurang dari enam bulan yang dilakukan oleh penduduk dalam wilayah Indonesia dengan tujuan bukan untuk bekerja atau sekolah”.
Meski demikian, pola aktivitas wisata tidak lagi sama seperti sebelum pandemi. Sebab, sejumlah tempat wisata tutup. Mobilitas wisatawan diatur ketat dengan kewajiban melakukan tes Covid-19 ketika bepergian menggunakan transportasi umum antarkota/antarprovinsi.
Sejumlah acara atau festival wisata pun banyak yang dibatalkan. Menyadari situasi pandemi yang belum membaik, masyarakat menyiasatinya dengan rekreasi lokal, yaitu ke tempat yang berada di dalam kota tempat tinggal.
Hasil survei Kompas pada 27 Desember 2020-9 Januari 2021 menyebutkan, lebih dari separuh respoden (57,3 persen) menganggap bahwa rekreasi lokal itu dapat menggantikan kegiatan berwisata pada umumnya.
Aktivitas rekreasi yang dilakukan beragam, mulai dari yang sederhana hingga mengeluarkan biaya. Ada yang melakukan olahraga, wisata kuliner, berkebun, pergi ke mal, atau tempat wisata dalam kota hingga menginap di hotel (staycation).
Dari beragam aktivitas itu, bersepeda menjadi olahraga rekreasi yang paling banyak diminati selama pandemi. Setidaknya 20 persen responden melakukan aktivitas bersepeda selama pandemi. Bersepeda biasanya dilakukan di akhir pekan beramai-ramai dengan keluarga, kerabat, atau komunitas.
Selain itu, bersilaturahmi dengan sanak saudara atau kerabat juga paling banyak dilakukan masyarakat. Setidaknya, dua dari sepuluh responden berkunjung ke rumah kerabat atau saudara. Tidak hanya berkunjung, mereka juga menyempatkan waktu luang untuk menginap di rumah kerabat.
Bagi yang beraktivitas dari rumah, keinginan berwisata masyarakat pun dapat terwujudkan melalui ruang virtual. Dengan virtual tour, wisatawan daring dapat menjelajah tempat-tempat menarik dan bersejarah melalui layar virtual dipandu oleh pemandu wisata.
Tak hanya itu, platform digital juga dimanfaatkan oleh penyelenggaran festival atau acara pariwisata untuk tetap menggaet wisatawan dari jarak jauh, di antaranya yang dilakukan Jember Fashion Carnaval. Karnaval peragaan busana dan budaya ini tetap dilaksanakan saat pandemi menggunakan platform digital.
Wisata murah
Terlepas dari beragam pilihan jenis wisata, sebagian besar masyarakat tetap memperhatikan soal biaya saat akan berekreasi. Sebanyak 72,1 persen responden menyebutkan bahwa ketika berekreasi lokal tidak mengeluarkan biaya lebih dari Rp 500.000, sedangkan sebagian kecil responden bahkan tidak menganggarkan biaya.
Dilihat dari latar belakang, antusiasme liburan lokal banyak dinyatakan oleh responden dengan latar belakang kelas sosial ekonomi rendah meski bukan berarti tidak diperhatikan kelas ekonomi di atasnya. Bagaimanapun, didorong oleh kondisi perekonomian yang sulit akibat pandemi membuat banyak orang kini menghemat pengeluaran untuk berwisata.
Lebih dari separuh respoden (57,3 persen) menganggap bahwa rekreasi lokal itu dapat menggantikan kegiatan berwisata pada umumnya.
Hasil survei Standard Chartered yang dirilis pada 15 September 2020 mengungkapkan, sebanyak 56 persen responden Indonesia menghemat biaya untuk liburan selama pandemi dan pola itu akan dipertahankan hingga beberapa bulan berikutnya. Sementara 35 persen responden akan tetap mengeluarkan uang namun lebih sedikit untuk liburan dalam beberapa bulan selanjutnya.
Berdasarkan data BPS, sebelum pandemi, yaitu pada 2019, wisatawan Nusantara rata-rata menghabiskan biaya perjalanan liburan sebesar Rp 866.000. Biaya perjalananan paling besar dikeluarkan oleh para pelancong yang mengunjungi wisata MICE (pertemuan, insentif, konvensi/konferensi, dan pameran) dengan rata-rata biaya Rp 2 juta.
Sulit dimungkiri bagi sebagian besar masyarakat, biaya memang menjadi kendala untuk berwisata. Tak heran, masyarakat mencari alternatif rekreasi yang murah atau bahkan tidak mengeluarkan biaya. Rekreasi seperti olahraga atau berkumpul bersama saudara, kerabat, atau teman pun kini cukup banyak dipilih untuk menyegarkan pikiran.
Di sisi lain, ruang publik yang menjadi tempat rekreasi lokal umum masih dibatasi operasionalnya. Kegiatan seperti hari bebas kendaraan bermotor (car free day/CFD) yang biasanya menjadi tujuan rekreasi gratis harus ditutup untuk mencegah kerumunan.
Wisata tradisi
Untunglah, pilihan aktivitas rekreasi lokal semakin bertambah saat memasuki bulan Ramadhan. Tradisi menyambut bulan puasa yang masih dilakukan di masa pandemi menjadi alternatif masyarakat untuk berekreasi sekaligus mempersiapkan diri untuk beribadah puasa.
Contohnya, tradisi membersihkan diri yang disebut padusan di Pantai Parangtritis, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada 11-12 April 2021, ramai diikuti warga Yogyakarta dan luar daerah. Demikian juga di Padang, Sumatera Barat, warga melakukan Mandi Balimau di Bendungan Lubuk Rayo Balai Gadang.
Tradisi lain yang lebih jamak dilakukan masyarakat adalah ngabuburit atau menunggu berbuka puasa sambil berjalan-jalan dan mencari takjil di sore hari. Masih banyak tradisi Ramadhan dan Lebaran yang menjadi alternatif wisata lokal bagi masyarakat.
Baca juga: Liburan Aman dengan Rekreasi Lokal
Namun, relaksasi kebijakan pariwisata dan pembatasan sosial di masa Ramadhan ini hendaknya diikuti juga dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Sebab, dalam beberapa tempat berlangsungnya tradisi Ramadhan dan tempat-tempat wisata, terpantau lengahnya penerapan protokol kesehatan.
Saat ini dengan berlangsungnya sebagian masyarakat yang melakukan aktivitas mudik, kiranya penerapan disiplin pada protokol kesehatan tetap dijaga. Apalagi kunjungan ke lokasi wisata di daerah tujuan mudik pasti cukup meningkat. Jangan sampai aktivitas rekreasi yang dilakukan masyarakat justru kembali menyebabkan lonjakan kasus Covid-19. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Rekreasi Lokal Kini Mendunia