Keberhasilan penanganan pandemi Covid-19 sangat bergantung pada aktivitas masyarakat di Jawa, pulau besar berpenduduk terbanyak di dunia.
Oleh
BIMA BASKARA
·5 menit baca
Sejumlah argumen data, baik secara deskriptif maupun analisis statistik menguatkan pentingnya keberhasilan penanganan pandemi Covid-19 di Pulau Jawa. Merujuk data yang dipublikasikan World Atlas tahun 2019, tiga dari 10 pulau berpenduduk terbanyak di dunia berlokasi di Indonesia. Ketiga pulau besar tersebut adalah Kalimantan di urutan ke-10, kemudian Sumatera di peringkat ke-5, dan Pulau Jawa di peringkat pertama.
Populasi penduduk Pulau Jawa tahun 2019 tercatat mencapai 150,4 juta jiwa, atau sekitar 56 persen dari total penduduk Indonesia sebanyak 266,19 juta jiwa di tahun yang sama. Kepadatan penduduk di Jawa mencapai 1.172 jiwa per kilometer persegi.
Dengan jumlah dan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, aktivitas masyarakat di Pulau Jawa mudah menciptakan kerumunan orang. Sementara, kerumunan orang menjadi persoalan tersendiri di masa pandemi karena rentan memicu penularan Covid-19.
Hasil analisis parsial menggunakan metode Wilcoxon tests membuktikan hal tersebut secara statistik. Penerapan kebijakan pembatasan sosial dan larangan mudik memberikan perbedaan signfikan pada rata-rata jumlah kasus Covid-19 dari hasil uji parsial tersebut.
Kasus Covid-19 meningkat rata-rata 27 kasus per hari sepanjang 53 hari sesudah berakhirnya kebijakan larangan mudik Lebaran tahun 2020. Kasus Covid-19 juga meningkat rata-rata 32 kasus per hari sepanjang 62 hari sesudah berakhirnya kebijakan pembatasan sosial tahun 2020.
Perbedaan signifikan pada rata-rata jumlah kasus Covid-19 karena adanya kebijakan pembatasan sosial dan larangan mudik, berkaitan dengan perubahan pola mobilitas masyarakat. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan melihat korelasi antara data mobilitas penduduk dengan kasus Covid-19.
Hasil analisis korelasi bivariat Spearman-rho menunjukkan adanya keterkaitan nyata antara mobilitas penduduk di tempat transit, pusat perbelanjaan dan rekreasi, serta ruang publik, dengan kasus Covid-19. Korelasi tiga variabel tersebut dengan kasus Covid-19 menunjukkan arah positif. Hal ini bermakna bahwa meningkatnya aktivitas masyarakat di tiga lokasi tersebut akan diikuti juga dengan bertambahnya kasus Covid-19.
Keterkaitan nyata juga terjadi antara aktivitas masyarakat di rumah dengan kasus Covid-19, dengan arah hubungan negatif. Artinya, meningkatnya aktivitas masyarakat di rumah akan diikuti dengan berkurangnya kasus Covid-19.
Sementara itu, hasil analisis korelasi bivariat Spearman-rho juga menunjukkan perbedaan derajat keeratan hubungan antara sejumlah variabel aktivitas masyarakat dengan jumlah kasus Covid-19. Derajat korelasi pada dua variabel aktivitas masyarakat, yakni aktivitas di ruang publik dan di lingkungan rumah, menunjukkan hubungan yang lemah dengan kasus Covid-19 meskipun signifikan.
Mobilitas masyarakat di ruang publik mencakup antara lain taman atau hutan kota dan tempat menikmati pemandangan yang sebagian besar dikelola pemerintah, umumnya ditutup pada masa pembatasan sosial. Hal ini paling tidak menjadi salah satu faktor yang dapat menjelaskan keterkaitan yang terbilang lemah antara jumlah kasus Covid-19 dengan aktivitas di ruang publik.
Masa pembatasan sosial dan larangan mudik juga tidak serta-merta mengubah perilaku masyarakat untuk tinggal di rumah saja sepanjang hari. Sebagian masyarakat tetap melakukan aktivitas di luar rumah, misalnya tetap ke kantor untuk bekerja.
Sebagian masyarakat juga beraktivitas di luar rumah dalam jarak dekat seperti berbelanja atau bersosialisasi dengan tetangga dan kerabat. Hasil analisis korelasi bivariat Spearman-rho juga menunjukkan adanya korelasi yang cukup kuat antara kasus Covid-19 dengan variabel mobilitas masyarakat di pusat perbelanjaan dan rekreasi.
Mobilitas masyarakat untuk keperluan rekreasi selalu terkait dengan hari libur panjang di waktu-waktu tertentu. Periode libur panjang tersebut selalu diikuti dengan tren jumlah kasus Covid-19 yang meningkat tinggi sekitar satu hingga dua pekan sesudahnya.
Situasi tersebut tecermin dari tiga masa libur panjang tahun 2020. Hari libur cukup panjang terkait dengan HUT RI tanggal 15-17 Agustus 2020, diikuti dengan peningkatan kasus positif Covid-19 58-188 persen pada tanggal 1-3 September 2020.
Periode libur panjang Maulud Nabi Muhammad SAW 28 Oktober – 1 November 2020 juga diikuti dengan peningkatan kasus positif Covid-19 17-22 persen tanggal 8-22 November 2020. Peningkatan kasus Covid-19 sebesar 69-93 persen juga terjadi tanggal 6-28 Juni 2020, seiring libur panjang Idul Fitri 22-25 Mei 2020.
Mobilitas Transit
Periode mudik Lebaran selalu menjadi fenomena mobilitas penduduk terbesar di Indonesia setiap tahun. Dalam konteks pandemi, mudik Lebaran selalu diikuti dengan aktivitas transit yang rentan berdampak pada penyebaran Covid-19.
Hal tersebut tecermin juga dari hasil analisis korelasi Spearman-rho. Keeratan hubungan pada derajat cukup kuat juga terjadi antara variabel kasus Covid-19 dengan mobilitas masyarakat di lokasi stasiun transit.
Mobilitas masyarakat di stasiun transit, menurut definisi pemetaan Google, tidak hanya mencakup stasiun kereta. Pantauan mobilitas stasiun transit juga mencakup tempat perhentian angkutan umum dan kendaraan pribadi, termasuk rest area jalan tol.
Jalan tol Trans Jawa yang membentang sepanjang 965 kilometer dari Merak hingga Probolinggo, memiliki 75 rest area dan 10 tempat istirahat sementara. Sebanyak 33 rest area berada di Jawa Barat, Banten, DKI. Kemudian 14 rest area ada Jawa Tengah dan 28 lainnya berlokasi di Jawa Timur.
Mobilitas masyarakat untuk keperluan rekreasi selalu terkait dengan hari libur panjang di waktu-waktu tertentu. Periode libur panjang tersebut selalu diikuti dengan tren jumlah kasus Covid-19 yang meningkat tinggi sekitar satu hingga dua pekan sesudahnya.
Jumlah rest area di ruas jalan tol trans Jawa jauh melampaui jumlah rest area jalan tol di pulau lain. Sumatera yang hingga pengujung tahun 2020 telah mengoperasikan 513 Km ruas jalan tol, baru memiliki 17 rest area dan 5 tempat istirahat sementara. (Kontan, 6/1/2021)
Banyaknya area istirahat di ruas jalan tol trans Jawa tak lepas dari tingginya mobilitas penduduk, terlebih di masa-masa tertentu seperti hari raya Idul Fitri. Kondisi demikian tergambarkan melalui data arus pemudik Lebaran.
Dua tahun lalu ketika larangan mudik akibat pandemi Covid-19 belum diberlakukan, tercatat sedikitnya 5,2 juta pengguna mobil pribadi dan sepeda motor melakukan perjalanan pulang kampung Lebaran 2019. Selain itu, tercatat ada pula 2,9 pemudik menggunakan moda transportasi kereta api, bus, pesawat udara dan penyeberangan laut sepanjang H-7 hingga H-1 Lebaran 2019 di wilayah Jawa.
Jumlah pemudik menggunakan berbagai moda angkutan umum di Jawa mencapai 44 persen dari total sekitar 6,8 juta orang yang melaksanakan mudik menggunakan transportasi umum di seluruh Indonesia. Melihat hasil analisis yang ada, baik secara deskriptif maupun perhitungan statistik, rasanya tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa keberhasilan penanganan pandemi Covid-19 bergantung pada kemampuan pengendalian mobilitas masyarakat di Pulau Jawa.