Industri Film Global di Tengah Pandemi
Sejumlah negara melakukan kebijakan untuk membantu sektor perfilman karena harus menghentikan produksi dan menunda distribusi. Namun, tahun 2021, industri perfilman global diharapkan dapat lebih bergeliat.

Sebuah proses shooting film dokumenter berjudul Cipto Rupo yang disutradarai Catur Panggih Raharjo. Foto ini merupakan dokumentasi Mentari Project.
Pandemi Covid-19 yang melanda berbagai belahan dunia berdampak hingga ke bisnis perfilman dunia. Banyak pihak yang terdampak, mulai dari pembuat film atau tim produksi, pemain film, distributor film, hingga pekerja lepas yang menjadi bagian dalam industri perfilman.
Banyak negara melakukan kebijakan untuk membantu sektor perfilman karena harus menghentikan produksi serta menunda distribusi. Namun, tahun 2021, industri perfilman global diharapkan dapat lebih bergeliat.
Pandemi Covid-19 membuat seluruh dunia terpaksa melakukan pembatasan wilayah ataupun lockdown di beberapa lokasi. Penutupan dan pembatasan ini membuat perekonomian berhenti bergeliat.
Pandemi juga membawa dampak yang tidak sedikit terhadap perfilman dunia. Menurut laporan hasil survei berjudul ”Global Screen Production: The Impact of Film and Television Production on Economic Recovery from Covid-19”, Olsberg, SPI, Juni 2020, secara keseluruhan, pembatasan aktivitas akibat Covid-19 telah menyebabkan hilangnya sekitar 10 juta pekerjaan penuh waktu dalam sektor perfilman global.
Selain itu, pandemi Covid-19 juga berdampak secara ekonomi terhadap sektor perfilman sekitar 145 miliar dollar AS selama enam bulan masa pandemi di tahun 2020. Setidaknya pandemi membawa dampak penurunan pendapatan pada sektor perfilman hingga minus 144,9 persen.

Gower Street Analytics juga menyebut pendapatan box office global turun hingga 70 persen menjadi 12,4 miliar dollar AS pada 2020. Box office global pada 2020 mengalami kerugian 29,4 miliar dollar AS dibandingkan dengan rata-rata pendapatan selama 2017-2019. Bahkan, pendapatan industri bioskop global turun hingga 70 persen selama 2020. Performa bioskop-bioskop di Amerika Utara dan Eropa tumbang akibat pandemi.
Industri perfilman adalah sektor yang terperosok cukup dalam akibat pandemi Covid-19. Bagaimana tidak, bioskop sebagai saluran distribusi film mesti ditutup sementara. Kelesuan ini menjangkiti hampir seluruh pelaku industri di banyak negara.
Baca juga: Film dan Candu Politik Para Penjajah
Peran pemerintah
Pada awal pandemi, banyak negara membuat kebijakan awal seperti menetapkan paket yang dirancang khusus untuk sektor produksi perfilman dan sektor industri kreatif lainnya. Upaya ini dilakukan akibat produksi, bahkan distribusi industri perfilman, harus berhenti sementara akibat kebijakan pembatasan sosial ataupun lockdown.
Pemerintah sejumlah negara memberi tenggat waktu yang lebih longgar untuk pembayaran pajak, premi asuransi, dan persyaratan lain untuk mengurangi tekanan ekonomi pada orang-orang yang kehilangan pekerjaan termasuk di sektor perfilman. Hampir tidak ada negara yang memberi kompensasi atas penangguhan sebagian besar produksi perfilman di negaranya.
Korea Selatan bergerak cepat sejak pandemi pertama kali menyebar di negaranya pada Januari 2020. Pemerintah memberikan subsidi biaya produksi terhadap 20 film terpilih untuk mencegah penundaan dan pembatalan jadwal tayang di layar lebar. Di hilir industri, pemerintah mengurangi besaran iuran pengelola bioskop kepada negara.

Firdaus (45), petugas perawatan film Sinematek Indonesia menunjukkan gulungan pita seluloid berisi film Ali Topan Anak Jalanan produksi Young Romeo Film tahun 1977 yang basah dan lengket serta berbau apek, Senin (15/8), di gudang penyimpanan film Sinematek Indonesia, Jalan Rasuna Said, Jakarta. Mesin penyejuk ruangan di gudang dasar Gedung Pusat Perfilman H Usmar Ismail di Jalan Rasuna Said itu hanya hidup satu unit. Karena suhu udara yang tidak stabil dan ruangan yang sangat lembab, sebagian film yang tersimpan dalam bentuk pita seluloid akhirnya basah dan lengket.
Penurunan nilai produksi dan pendapatan dari sektor perfilman membuat pemerintah sejumlah negara membuat berbagai kebijakan strategis. Beberapa negara mengalokasikan anggarannya untuk mendukung industri perfilman di tengah pandemi Covid-19.
Pemerintah Australia mengalokasikan 3.3 juta dollar Australia untuk mendukung industri dan memastikan produksi perfilman siap dilanjutkan begitu pemerintah negara bagian menilai aman.
Sementara, di Spanyol, insentif untuk produksi film asing diberikan bersamaan dengan paket bantuan serta menaikkan kredit pajak untuk produksi dalam negeri, serta penghapusan sementara persyaratan terhadap teater dalam merilis film.
Pemerintah Brasil memberikan potongan harga untuk produksi internasional dan nasional segera setelah Covid-19 mereda. Di Kanada, pemerintahnya melakukan penyederhanaan proses klaim kredit pajak film dan media.
Di Eslandia, pemerintah membuat aturan karantina yang dimodifikasi sehingga pembuat film dapat mengajukan pembebasan dari karantina dengan syarat mematuhi prosedur keselamatan yang berlaku. Pemerintah Ceko bahkan membuka lebih cepat bisnis audiovisual terlebih yang dikerjakan perusahaan kecil dan menengah.
Kebijakan pemerintah sejumlah negara untuk melindungi serta membantu pekerja produksi dan distribusi film dinilai memang sudah sewajarnya supaya pelaku sektor ini dapat kembali melanjutkan aktivitas produksi dan distribusi film.

Kembali bergeliat
Perfilman menjadi sektor yang dinilai berpotensi kuat untuk menggerakkan pemulihan ekonomi di banyak negara. Beberapa negara bahkan telah membuka aktivitas sektor perfilman lebih awal dibandingkan negara lain.
Pada Mei 2020, wilayah Australia, Eslandia, India, dan beberapa negara bagian di Amerika Serikat mulai menerbitkan pedoman yang dirancang untuk memungkinkan produksi perfilman dimulai kembali dengan persyaratan yang ketat terkait pandemi Covid-19.
Produksi film nasional di Australia, Ceko, Swedia, Slovenia, dan Selandia Baru dimulai kembali pada akhir Mei 2020. Kru film sekuel epik sains-fiksi Avatar arahan sutradara Hollywood, James Cameron, bahkan telah mendarat di Selandia Baru untuk kembali melanjutkan proses shooting pada Juni 2020. Meski perbatasan Selandia Baru masih ditutup bagi orang asing, pemerintah memberi izin masuk khusus bagi 55 anggota kru film Avatar.
Sementara, produksi film di kebanyakan negara bagian di Amerika Serikat, Inggris, Jepang dan Afrika Selatan belum menunjukkan tanda-tanda percepatan. Bahkan, penutupan perbatasan dan pembatasan perjalanan membuat Irlandia membutuhkan waktu lebih lama untuk memulai kembali produksi perfilman.
Di hilir, pembukaan kembali bioskop di sejumlah negara membuka keran distribusi film sedikit terbuka kembali lewat layar lebar.
Di hilir, pembukaan kembali bioskop di sejumlah negara membuka keran distribusi film sedikit terbuka kembali lewat layar lebar. Meski dibayangi pandemi, Korsel muncul sebagai negara yang konsisten mampu meredam kerugian pelaku industri perfilmannya.
Tidak lama setelah Korean Film Council (KOFIC) mengumumkan standar minimum keamanan, jaringan bioskop Korea Selatan kembali bergeliat. Hal itu diawali dengan rilisnya film terbaru yang dibintangi oleh aktris Song Ji-hyo bertajuk Intruder pada 4 Juni 2020.
Bioskop di China juga membuka bioskop kembali pada Juli 2020 dengan protokol kesehatan, salah satunya menyediakan tiket 30 persen dari kapasitas reguler. Penjualan tiket film di China lebih banyak ketimbang Amerika Utara. China mendapatkan pendapatan 1,988 miliar dollar AS, sementara Amerika Utara hanya 1,937 miliar dollar AS. Amerika Utara selalu memuncaki peringkat box office dunia sejak awal bisnis film berjalan.

Sementara setelah sekitar dua pertiga bioskop di Amerika Serikat dan Kanada yang biasanya merupakan pasar film terbesar di dunia tutup pada tahun 2020, tahun 2021 diharapkan ada peningkatan jumlah bioskop yang kembali dibuka. Para produser sudah tidak lagi bisa menahan peredaran film-film yang lama tertunda.
Film James Bond terbaru, No Time to Die, yang diproduksi MGM dan Universal Pictures, akan dirilis April mendatang. Aementara Black Widow dari Marvel Studios dan Fast & Furious dari Universal Pictures siap rilis pada Mei 2021. Kondisi mirip juga terjadi Inggris. Setelah dibuka pada pertengahan 2020 dan kembali ditutup pada Desember 2020, bioskop akan dibuka kembali pada Mei 2021.
Harapan besar para pelaku industri perfilman untuk kembali berproduksi dan mendistribusikan film ke layar lebar sangat tinggi. Terlebih pendapatan dari penayangan film di bioskop masih belum dapat disaingi oleh pendapatan dari penayangan film lewat streaming di platform digital. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Menatap Masa Depan Film Indonesia di Ruang Digital