Teror Bom Makassar dan Rentetan Peristiwa Sebelumnya
Melihat pola teror bom yang pernah terjadi, bangunan gereja merupakan salah satu sasaran utama yang dilakukan pelaku teror di Indonesia.
Minggu (28/3/2021) pukul 12.36 WIB, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Argo Yuwono di Jakarta menyampaikan keterangan bahwa ledakan bom di depan Gereja Katedral Hati Yesus Maha Kudus, Kota Makassar, menyebabkan 14 orang terluka.
Menurut informasi yang dihimpun polisi, diduga pelaku berjumlah dua orang. Pelaku berboncengan menggunakan sepeda motor jenis matic dan sempat dihentikan oleh petugas keamanan gereja sebelum meledakkan bom.
”Pada awalnya, pelaku yang diduga menggunakan sepeda motor akan memasuki pelataran maupun pintu gerbang yang kebetulan pada jam tersebut selesai kegiatan misa. Mungkin karena melihat banyak yang keluar gereja, dua orang tadi dicegah oleh pihak keamanan gereja dan terjadi ledakan,” kata Argo.
Tidak lama setelah kejadian, aparat gabungan yang dipimpin Kepala Densus 88 Antiteror Polri Inspektur Jenderal Marthinus Hukom menggelar olah tempat kejadian. Tujuannya, untuk mengetahui rangkaian ledakan sekaligus mengidentifikasi jaringan pelaku teror.
Serangan teror yang menyasar gereja pernah terjadi beberapa kali sejak 2010. Terakhir, serangan bom terjadi di tiga gereja di Surabaya pada Mei 2018, yaitu di depan Gereja Santa Maria Tak Bercela, Jalan Ngagel Madya; kemudian di depan Gereja Kristen Indonesia, Jalan Diponegoro; dan di depan Gereja Pantekosta, Jalan Arjuno. Sedikitnya 13 orang meninggal dan 37 orang luka-luka pada peristiwa tersebut.
Di Makassar, serangan bom gereja juga pernah terjadi, yaitu pada 10 Februari 2013. Saat itu, Gereja Toraja Mamasa (GTM) Jemaat Jordan di Panakkukang, Kota Makassar, dilempar dengan bom molotov. Beruntung, serangan bom molotov tidak mengakibatkan korban jiwa.
Gereja menjadi salah satu sasaran teror bom di Tanah Air. Sejak 2000, sedikitnya telah terjadi 17 kali teror bom terhadap gereja. Bahkan, dalam satu hari teror, beberapa gereja menjadi sasaran. Ini artinya, jumlah gereja yang mendapatkan teror lebih banyak dari jumlah aksi yang dilakukan.
Selain tiga gereja yang mendapat teror pada Mei 2018, catatan kelam serangan bom pernah terjadi pada 2000. Saat itu, rentetan bom meledak pada malam Natal di 10 kota. Sedikitnya 16 orang meninggal, 96 orang lainnya luka-luka, serta mengakibatkan 37 mobil rusak.
Dalam satu dekade terakhir, teror bom melanda gereja-gereja di Sleman, Surakarta, Medan, Samarinda, Surabaya, dan Makassar. Pada 7 Desember 2010 terjadi dua ledakan bom rakitan di Gereja Katolik Kristus Raja Wilayah Gawok, Surakarta, Jawa Tengah. Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini.
Sembilan bulan kemudian, teror bom kembali terjadi di wilayah Surakarta. Kali ini berupa bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh Kepunton, Surakarta, Jawa Tengah. Aksi bom yang terjadi pada 25 September 2011 ini menewaskan satu orang dan melukai 28 orang.
Serangan serupa pernah terjadi di Medan, Sumatera Utara. Pelakunya adalah seorang remaja yang meledakkan bom di ranselnya. Ledakan bom melukai seorang pastor di Gereja Katolik Santo Yosep, Medan.
Penangkapan sebelumnya
Teror bom yang menyebabkan banyak korban luka-luka dan meninggal menjadi perhatian aparat kepolisian untuk terus melakukan pencegahan. Sebelum terjadi peristiwa bom gereja Makassar, tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri sudah melakukan dua operasi untuk menangkap dan melumpuhkan terduga teroris.
Operasi pertama digelar pada 6 Januari 2021 dengan menggerebek dua rumah di perumahan Villa Mutiara, Makassar. Polisi menembak mati dua terduga teroris dan melumpuhkan seorang lainnya. Selain itu, polisi juga menangkap 17 orang terduga teroris yang terjaring dalam operasi.
Pada bulan yang sama, aparat Densus 88 Polri berhasil menangkap lima orang terduga teroris di Aceh yang sudah menyusun rencana merakit bom. Penangkapan dilakukan pada dua kesempatan berbeda. Pada 20 Januari 2021, polisi menangkap dua orang di Jalan Blang Bintang, Aceh Besar. Keesokan harinya, polisi menangkap seorang terduga teroris di Pasar Simpang Tujuh, Ulee Kareng, Banda Aceh. Dua orang lainnya ditangkap di Kota Langsa.
Menurut Kepala Bidang Humas Polda Aceh Komisaris Besar Winardy, kelima terduga teroris Aceh ini diduga terlibat jaringan pelaku bom di Polrestabes Medan. Teror di Polrestabes Medan terjadi pada November 2019 dengan sasaran utama aparat penegak hukum.
Peledakan Polrestabes Medan menjadi catatan aksi peledakan bom teror yang terakhir sebelum peristiwa bom bunuh diri di Gereja Katedral Makassar. Sepanjang tahun 2020 tidak terjadi aksi teror yang menggunakan ledakan bom sebagai senjata.
Dari catatan aksi teror yang pernah terjadi, selain terhadap gereja, serangan bom juga menarget aparat penegak hukum. Bahkan, serangan terhadap dua sasaran ini, yaitu kantor polisi dan gereja, pernah terjadi secara beruntun. Kota Surabaya diguncang empat bom bunuh diri yang dilakukan hanya dalam kurun waktu dua hari, yaitu 13 Mei 2018 dan 14 Mei 2018.
Serangan bom bunuh diri terjadi hampir serentak, Minggu sekitar pukul 07.00, di tiga lokasi berbeda di Surabaya. Serangan terjadi di Gereja Santa Maria Tak Bercela di Jalan Ngagel Madya, Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Jalan Diponegoro, dan Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) di Jalan Arjuno. Korban meninggal terbanyak terjadi di Gereja Santa Maria.
Peristiwa ini menewaskan 13 orang dan melukai 43 warga lainnya. Tim Densus 88 kemudian menggerebek rumah terduga pelaku di Kecamatan Rungkut, Surabaya, dan menemukan tiga paket bahan peledak.
Keesokan harinya, Senin, 14 Mei 2018, aparat Densus 88 menggerebek sejumlah tempat persembunyian dan aktivitas terduga teroris. Penggerebekan dilakukan di Surabaya, Sidoarjo, Pasuruan, dan Malang, Jawa Timur. Sebanyak 13 orang ditangkap. Pada hari penggerebekan, terjadi serangan bom bunuh diri di Markas Polrestabes Surabaya yang dilakukan oleh jaringan yang sama dan melibatkan anggota keluarga teroris.
Di tengah pandemi Covid-19, teror bom kembali mengguncang Tanah Air. Melihat pola teror yang pernah terjadi, teror di bangunan gereja merupakan salah satu sasaran utama yang dilakukan pelaku teror di Indonesia. Selain terhadap gereja, pelaku teror juga akan terus mengintai aparat kepolisian yang dianggap menghalangi tujuan mereka.
Oleh karena itu, pengamanan di gereja-gereja seluruh Indonesia harus terus dilakukan, terutama menjelang perayaan besar keagamaan. Pengamanan gereja dapat dilakukan bekerja sama dengan aparat setempat.
Pengawasan dengan menggunakan bantuan teknologi seperti kamera pemantau (CCTV) juga dapat dilakukan untuk memonitor pergerakan orang yang tidak dikenal di sekitar gereja. Penempatan CCTV ini juga dapat digunakan untuk membantu aparat kepolisian melakukan penyelidikan atas segala tindakan kejahatan yang terjadi di sekitar gereja.
Tidak kalah penting dalam upaya pengamanan gereja adalah membangun partisipasi warga di lingkungan sekitar gereja. Keterlibatan masyarakat sekitar merupakan modal kebersamaan dan persatuan sesama warga Indonesia dalam menghadapi ancaman teror.
Rentetan peristiwa aksi teror bom bunuh diri mengingatkan kembali untuk selalu waspada pada ancaman yang selalu menggelayuti masyarakat. Lebih dari itu, jangan sampai tujuan pelaku teror tercapai, yaitu menciptakan ketakutan hingga perpecahan antargolongan masyarakat. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Aksi Terorisme Sigi dan Jalan Berliku Perjuangan HAM