Menengok Kompetisi Sepak Bola Negara Lain di Tengah Pandemi
Pengalaman negara lain menggelar kompetisi sepak bola saat pandemi mestinya menjadi pelajaran bagi Indonesia. Bagaimanapun kompetisi domestik penting agar sepak bola Indonesia tidak semakin tertinggal dengan negara lain.
Pandemi Covid-19 disiasati oleh sejumlah negara untuk melakukan adaptasi dalam penyelenggaraan kompetisi sepak bola, termasuk negara-negara di Asia Tenggara. Bagi Indonesia, yang sudah satu tahun tidak menyelenggarakan kompetisi, pengalaman tersebut dapat menjadi cermin agar kompetisi domestik dapat segera bergulir.
Sejak Maret 2020, sebagian besar kompetisi sepak bola elite di dunia harus ditunda akibat pandemi Covid-19. Serie A Italia, Liga Premier Inggris, La Liga Spanyol, Bundesliga Jerman, hingga Ligue 1 Perancis kompak menghentikan penyelenggaraan kompetisi domestik di tengah lonjakan kasus Covid-19 di setiap negara.
Di Italia, laga telah dihentikan sejak 10 Maret 2020 saat jumlah terkonfirmasi Covid-19 menyentuh angka 9.172 kasus. Jumlah kasus ini lebih tinggi dibandingkan dengan negara Eropa lainnya, seperti Polandia (17 kasus), Austria (131), dan Belanda (224).
Penghentian kompetisi di Italia diikuti oleh Inggris pada 13 Maret 2020. Pada hari yang sama, jumlah kasus positif Covid-19 yang telah terkonfirmasi di Inggris Raya mencapai 1.282 kasus.
Tidak lama berselang, giliran Spanyol yang menghentikan La Liga pada tanggal 23 Maret 2020. Saat itu, jumlah terkonfirmasi Covid-19 di Spanyol telah mencapai 43.597 kasus. Kompetisi dihentikan hingga waktu yang belum ditentukan.
Sejumlah pemain ternama dalam kompetisi sepak bola Eropa saat itu juga terkonfirmasi positif Covid-19. Mohamed Salah, Paul Pogba, Neymar, hingga Cristiano Ronaldo adalah sederet nama pemain bintang yang pernah terkonfirmasi positif Covid-19.
Di Asia Tenggara, pandemi Covid-19 juga berdampak pada penghentian kompetisi domestik. Negara-negara di kawasan ini mengambil langkah yang lebih cepat untuk menghentikan liga sebelum jumlah kasus mencapai ratusan atau bahkan ribuan.
Vietnam, Thailand, dan Malaysia, misalnya, telah menghentikan sementara penyelenggaraan liga pada Maret 2020. Thailand mengambil langkah lebih awal dengan menghentikan Thai League untuk sementara pada 3 Maret saat jumlah terkonfirmasi Covid-19 masih mencapai 47 kasus.
Indonesia mengikuti langkah yang sama. Pada 16 Maret 2020, Liga 1 dan Liga 2 juga dihentikan. Pada saat yang sama, jumlah terkonfirmasi positif Covid-19 di Indonesia masih berjumlah 17 kasus.
Selama liga dihentikan, beberapa pemain Liga 1 Indonesia juga tercatat terkonfirmasi positif Covid-19. Sejumlah pemain dari beberapa klub, seperti Persebaya Surabaya, Persib Bandung, dan Persik Kediri, pernah terjangkit Covid-19 sebelum akhirnya dinyatakan negatif.
Baca juga: Timnas Indonesia, Mendamba Trofi Tanpa Kompetisi
Adaptasi
Sejak penghentian sementara pada Maret 2020 lalu, kompetisi sepak bola pada sejumlah negara telah mencoba untuk beradaptasi. Berlama-lama larut di tengah pandemi tanpa solusi tentu akan mematikan ekosistem sepak bola di suatu negara. Kondisi ini memaksa sejumlah negara untuk menyusun langkah adaptasi dengan cepat agar kompetisi tetap dapat dilanjutkan.
Di Inggris, Liga Premier kembali dilanjutkan pada Juni 2020 atau sekitar tiga bulan setelah penundaan. Penghentian sementara Liga Inggris saat itu memang menjadi polemik tersendiri. Apalagi, kompetisi telah memasuki pekan ke-28 dari total 38 pertandingan. Penentuan gelar juara menjadi hal yang dinantikan, khususnya bagi Liverpool yang tengah berada di puncak klasemen setelah puasa gelar liga selama 29 tahun.
Mengacu pada panduan penyelenggaraan Liga Inggris yang dirilis pada 15 Juni 2020, sejumlah penyesuaian dilakukan. Pertama, tes Covid-19 dilakukan secara rutin kepada semua pemain dan staf klub. Sebelum kompetisi dilanjutkan pada 18 Juni WIB, sejak Mei telah dilakukan tes Covid-19 secara rutin sebanyak dua kali dalam sepekan. Bagi yang positif, isolasi harus dilakukan hingga dinyatakan negatif.
Hingga kini, hal tersebut masih dilakukan setiap minggunya. Pada 15-21 Februari lalu, misalnya, terdapat dua kasus positif Covid-19 dari total 2.633 sampel yang diuji dari pemain dan staf setiap masing klub.
Selain itu, pembatasan ketat juga dilakukan pada setiap laga. Stadion hanya dapat dimasuki oleh 300 orang yang telah dipilih secara khusus, termasuk pemain, staf, dan perangkat pertandingan. Sebagai perbandingan, jumlah ini setara dengan 0,4 persen dari total kapasitas Stadion Old Trafford yang menjadi markas dari Manchester United atau 0,3 persen dari kapasitas Stadion Wembley yang menjadi kebanggan Inggris.
Area stadion juga dibagi menjadi tiga zona, yakni merah, kuning, dan hijau. Zona merah adalah area lapangan yang digunakan untuk pertandingan dan ruang ganti. Hanya orang-orang tertentu yang telah melakukan tes Covid-19 dan memiliki surat khusus yang dapat memasuki zona ini.
Sementara zona kuning adalah area tribune dan pinggir lapangan. Orang-orang yang dapat memasuki zona ini adalah mereka yang telah mengisi formulir kesehatan dan memiliki suhu tubuh yang normal.
Terakhir, zona hijau berada di luar stadion yang meliputi area parkir dann lokasi lainnya yang dimanfaatkan oleh klub. Pada area ini, akses masuk hanya diberikan secara khusus sesuai dengan kebijakan setiap klub.
Dalam pertandingan, sejumlah penyesuaian juga dilakukan. Pergantian pemain yang sebelumnya hanya diperbolehkan sebanyak tiga kali ditambah menjadi lima kali. Jumlah pemain cadangan yang dapat dibawa juga bertambah dari tujuh orang menjadi sembilan orang. Dengan begitu, tim dapat menjaga kebugaran para pemain di tengah pandemi.
Penambahan jumlah pemain cadangan ini juga diikuti oleh penyesuaian di ruang ganti dan bangku cadangan. Kedua fasilitas ini harus dirancang oleh setiap klub agar dapat memberi jarak bagi setiap pemain dan pelatih.
Pada bidang kesehatan, staf yang bertugas harus menggunakan alat pelindung diri, seperti masker medis, sarung tangan sekali pakai, hingga apron plastik sekali pakai. Pembawa tandu bagi pemain yang cedera juga harus ditunjuk khusus oleh setiap klub karena akan memasuki zona merah di lapangan pertandingan.
Standar yang tidak jauh berbeda dengan Liga Premier Inggris juga diterapkan oleh sejumlah negara lainnya di Eropa. La Liga Spanyol, misalnya, juga membagi stadion menjadi tiga zona. Kompetisi juga dilanjutkan tanpa penonton. Sementara di Bundesliga Jerman, pertandingan dilakukan dengan anjuran para pemain untuk tidak melakukan selebrasi ketika mencetak gol.
Hingga kini, kompetisi elite sepak bola di Eropa masih berjalan dengan protokol kesehatan yang ketat. Jerman, Italia, Belanda, Inggris, dan Spanyol masih menyelenggarakan kompetisi dengan jadwal rutin mingguan di tengah jumlah kasus Covid-19 yang telah menyentuh di atas satu juta kasus. Bahkan, di sejumlah negara, seperti Spanyol dan Italia, jumlah kasus terinfeksi Covid-19 telah mencapai di atas 3 juta kasus.
Baca juga: Menjaga Denyut Nadi Sepak Bola Tanah Air
Asia Tenggara
Adaptasi serupa dilakukan oleh sejumlah negara di Asia Tenggara. Di Vietnam, kompetisi kembali berlanjut pada Juni 2020 setelah sempat dihentikan sejak Maret. Namun, kompetisi dilakukan dengan format satu putaran. Setiap tim hanya akan bertemu satu kali, atau setengah kompetisi. Berbeda dari pergelaran saat situasi normal, yang berformat kompetisi penuh, atau mempertemukan dua tim dalam dua laga, dengan format kandang dan tandang.
Selanjutnya, penentuan juara dan degradasi dilakukan secara terpisah. Dari 14 tim, delapan tim teratas akan kembali bertanding untuk memperebutkan juara, sementara enam tim terbawah akan dipertemukan dalam grup yang berbeda untuk menentukan degradasi.
Hingga saat ini, kompetisi sepak bola masih terus bergulir di Vietnam. Bahkan, para penonton sudah kembali diperbolehkan datang ke stadion untuk menyaksikan pertandingan secara langsung.
Jumlah kasus yang tidak begitu besar dibandingkan dengan negara lainnya juga turut mendorong Vietnam untuk berani menggelar pertandingan di tengah pandemi. Hingga 3 Maret lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat terdapat 2.475 kasus positif Covid-19 di Vietnam, jauh lebih kecil dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lainnya, seperti Thailand (26.108), Singapura (59.956), Malaysia (304.135), dan Indonesia (1.353.834).
Kompetisi domestik juga telah dilanjutkan di Thailand dan Malaysia. Thailand telah memulai kompetisi sejak September 2020 atau sekitar enam bulan setelah penghentian liga domestik. Walakin, kasus Covid-19 yang sempat melonjak pada Januari lalu memaksa Thai League kembali diundur hingga awal Februari.
Protokol kesehatan yang ketat diterapkan oleh Thailand dalam menyelenggarakan pertandingan. Meski sempat memperbolehkan penonton hadir di stadion dengan jumlah terbatas, penyelenggara liga sangat berhati-hati untuk memilih lokasi penyelenggaraan pertandingan sesuai jumlah kasus Covid-19 di setiap wilayah.
Di Malaysia, kompetisi Liga Super Malaysia baru bergulir 5 Maret lalu dengan mempertemukan Darul Takzim FC dan Kedah FA. Pengawasan ketat dilakukan oleh pemerintah dalam hal penerapan protokol kesehatan sejak latihan hingga pertandingan.
Sementara Singapura juga telah berencana menggulirkan kompetisi pada 13 Maret mendatang. Pada Desember lalu, Liga Primer Singapura sudah mulai disaksikan oleh sebagian penonton dengan jumlah terbatas.
Baca juga: Generasi Sepak Bola di Pusaran Pandemi
Harapan
Belum semua negara di Asia Tenggara menggulirkan kompetisi sepak bola hingga awal Maret 2021, termasuk Indonesia. Salah satu faktor utamanya adalah penambahan kasus Covid-19 yang masih tinggi. Secara rata-rata, penambahan jumlah terkonfirmasi Covid-19 mencapai di atas 5.000 kasus setiap harinya pada enam hari pertama bulan Maret.
Akan tetapi, Indonesia sudah mulai melakukan persiapan untuk menyelenggarakan kompetisi. Menurut rencana, Liga 1 akan dimulai pada Juni mendatang. Piala Menpora yang akan bergulir pada Maret-April 2021 akan menjadi uji coba penerapan protokol kesehatan dalam pertandingan sepak bola.
PSSI sebelumnya memiliki konsep penyelenggaraan liga di tengah pandemi saat berencana melanjutkan kompetisi pada Oktober 2020. Pertandingan hanya diselenggarakan di Pulau Jawa. Aturan pergantian pemain juga mengikuti ketentuan dalam Liga Premier Inggris, yakni maksimal lima kali. Pemain juga akan menjalani tes Covid-19 setiap 14 hari serta menjelang kompetisi. Namun, kompetisi saat itu batal bergulir karena tidak memperoleh izin dari kepolisian.
Meski Indonesia masih menghadapi pandemi Covid-19, tentu penyelenggaraan pertandingan sepak bola tidak dapat berpangku pada keadaan. Pengalaman negara lain dalam menyelenggarakan kompetisi semestinya dapat membuka mata semua pihak untuk dapat kembali menggulirkan liga domestik. Jika tidak, tentu sepak bola Indonesia akan semakin tertinggal dibandingkan dengan negara lainnya yang telah memulai kompetisi domestik. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Mengapa Harus Membayar Berita Daring?