Pandemi Mengancam Bonus Demografi
Pandemi Covid-19 menggerus kualitas bonus demografi yang akan dinikmati Indonesia.
Di satu sisi, penduduk Indonesia hasil Sensus Penduduk 2020 didominasi oleh generasi Z dan milenial. Namun, di sisi lain, angka pengangguran terbuka di masa pandemi ini juga didominasi oleh kedua generasi tersebut.
Indonesia sejak 2015 mendapat peluang memanfaatkan bonus demografi untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi angka kemiskinan. Bonus tersebut akan mencapai puncaknya pada 2030-2040.
Secara umum, bonus demografi diartikan sebagai keuntungan yang dinikmati oleh suatu negara, dari sisi ekonomi dan pembangunan, karena kondisi besarnya proporsi penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) dalam struktur kependudukannya. Angka ketergantungan pada saat itu rendah, dalam artian jumlah penduduk belum produktif dan tidak produktif yang ditanggung oleh penduduk usia produktif cenderung mengecil.
Keuntungan dari kondisi demografi ini menjadi baru bisa dinikmati dengan syarat pemerintah menyiapkan generasi muda yang berkualitas tinggi melalui pendidikan, kesehatan, penyediaan lapangan kerja, dan investasi. Dengan generasi muda yang berkualitas, akan terjadi peningkatan tabungan masyarakat dan tabungan nasional.
Hal ini bisa terjadi oleh karena rendahnya angka ketergantungan akan mengurangi besaran biaya pemenuhan kebutuhan hidup. Dengan demikian, sumber daya yang cukup besar atau berlebih bisa dialihkan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga (skala kecil) dan pada akhirnya bisa memacu pertumbuhan ekonomi (skala besar).
Jika kondisi bonus demografi ini tidak dipersiapkan atau dimanfaatkan dengan baik, yang terjadi adalah masalah di bidang kependudukan, seperti pengangguran. Generasi muda justru akan menjadi beban negara. Bonus demografi ini merupakan peluang yang tidak mungkin kembali dalam satu generasi.
Baca juga: Generasi Z dan Y Dominasi Media Daring
Generasi Z dan milenial
Persentase penduduk usia produktif (15-64 tahun) Indonesia terus meningkat sejak 1971. Pada 1971, proporsi penduduk usia produktif adalah 53,39 persen dari total populasi. Hasil Sensus Penduduk (SP) 2020 menunjukkan proporsinya meningkat menjadi 70,72 persen dari total 270,2 juta penduduk Indonesia.
Itu artinya, terdapat sekitar 191 juta penduduk usia produktif. Sementara penduduk yang belum produktif (0-14 tahun) berjumlah 16 juta jiwa dan penduduk yang sudah tidak produktif (65 tahun ke atas) berjumlah 63 juta jiwa.
Perbedaan antara persentase penduduk usia produktif dan nonproduktif ini semakin tajam pada 2020 dibandingkan tahun-tahun sensus sebelumnya. Dengan demikian, Indonesia masih berada pada periode jendela kesempatan untuk menikmati bonus demografi.
Selanjutnya, dilihat berdasarkan usia per generasi, proporsi generasi Z berdasarkan hasil SP 2020 sebanyak 27,94 persen. Sementara generasi milenial sebanyak 25,87 persen. Kedua generasi ini termasuk dalam usia produktif yang menjadi bagian dalam peluang bonus demografi. Jumlah kedua generasi ini sebanyak 144,31 juta atau lebih dari separuh total penduduk.
Generasi Z berdasarkan klasifikasi oleh William H Frey (profesor di University of Michigan, AS) adalah generasi yang lahir pada periode tahun 1997 hingga 2012. Diperkirakan usia generasi ini sekarang berumur 8 tahun hingga 23 tahun. Sementara generasi milenial adalah generasi kelahiran tahun 1981-1996. Usia milenial sekarang adalah 24 tahun hingga 39 tahun.
Generasi X, kelahiran tahun 1965-1980 dan berusia 40-55 tahun, mendominasi pada urutan ketiga, yaitu sebanyak 58,65 juta jiwa atau 21,88 persen. Sementara para lansia yang berusia 75 tahun ke atas (generasi pre-boomer) berjumlah hanya 5,03 juta jiwa atau 1,87 persen.
Baca juga: Peran Generasi Milenial dalam Ekonomi Kreatif
Sebagai generasi yang mendominasi struktur kependudukan di Indonesia, generasi Z dan milenial ternyata juga mendominasi dari segi pengangguran. Akibat pandemi, angka pengangguran terbuka dalam satu tahun meningkat 38,63 persen, dari 7,045 juta jiwa (Agustus 2019) menjadi 9,767 juta jiwa (Agustus 2020). Dari jumlah tersebut, pengangguran dari kelompok generasi Z dan milenial bertambah sebanyak 1,5 juta jiwa atau 25,5 persen.
Jika dirinci, pengangguran generasi Z bertambah sebanyak 403.774 orang atau 10,15 persen. Sementara pengangguran generasi milenial bertambah sebanyak 1.141.263 orang atau 55 persen. Secara nominal, jumlah pengangguran terbesar dikuasai oleh kelompok usia 20-24 tahun, yaitu 2.756.019 orang. Disusul kelompok usia 15-19 tahun, yaitu 1.624.465 orang.
Dua kelompok usia ini merupakan anak-anak usia sekolah atau baru lulus kuliah dan di tahap awal masuk ke dunia kerja. Mereka yang menganggur ini bisa diperkirakan adalah anak-anak yang putus sekolah/kuliah akibat pandemi atau para lulusan yang belum terserap di pasar tenaga kerja karena perekonomian yang lesu.
Melihat data hasil Sakernas Badan Pusat Statistik Agustus 2020 bisa ditarik suatu kesimpulan bahwa kualitas generasi Z dan milenial yang dimiliki sekarang belum sepenuhnya siap untuk terjun ke dunia yang diwarnai dengan revolusi teknologi dan informasi.
Generasi Z dan milenial lebih banyak bekerja di sektor pertanian (21,91 persen), perdagangan (21,21 persen), dan industri pengolahan (15,76 persen). Sementara dilihat dari tingkat pendidikannya, mayoritas generasi Z dan milenial ini berpendidikan paling tinggi setingkat SMA/SMK (84,5 persen). Sisanya baru adalah lulusan diploma dan sarjana.
Baca juga: Gerakan Milenial Bisa Jadi Destruktif
Beban negara
Kondisi pandemi telah mengancam bonus demografi Indonesia lebih cepat dari perkiraan. Bahkan, di saat Indonesia belum lagi menikmati puncak bonus seperti yang diperkirakan semula. Generasi muda yang menjadi tumpuan untuk memperoleh bonus demografi banyak yang menjadi pengangguran dan ini bisa menjadi beban negara.
Menjadi beban negara bisa dilihat dari dua hal. Pertama, karena kondisi pengangguran, pemerintah harus memberikan dukungan lewat program-program perlindungan sosial. Ada anggaran yang harus dialokasikan untuk itu. Kedua, karena kondisi tidak bekerja, pemerintah tidak memperoleh pemasukan lewat pajak.
Tabungan masyarakat yang diharapkan meningkat dan bisa digunakan untuk menggerakkan perekonomian lewat pengucuran kredit, misalnya, ternyata sulit terealisasi. Kondisi ini juga memberikan kesan pemerintah belum optimal mengerjakan tugasnya dalam mempersiapkan generasi yang berkualitas.
Pemerintah saat ini tengah berupaya untuk membangkitkan perekonomian dari terjangan pandemi dengan berbagai stimulus yang mendorong konsumsi dan investasi. Diperlukan program yang lebih konkret yang menyasar generasi Z dan milenial agar Indonesia bisa kembali ke jalur menikmati bonus demografi.
Yang tak kalah penting untuk dilakukan adalah meningkatkan kualitas generasi Z dan milenial lewat pendidikan dan pelatihan agar mereka bisa memberi nilai tambah yang lebih baik serta bisa bertahan di tengah era yang semakin digital dan bergerak sangat cepat. Dan tentunya supaya mereka tidak menjadi beban negara berkepanjangan. (LITBANG KOMPAS)