Utak-atik Aturan Pembatasan Kegiatan
Melihat ketidakefektifan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), membuat pemerintah harus memperpanjang PPKM dengan skala mikro.
Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM di Jawa-Bali belum menunjukkan hasil memuaskan dalam menekan penyebaran Covid-19. Tren kasus positif yang tak kunjung turun membuat pemerintah harus memperpanjang PPKM dengan skala mikro.
Berdasarkan hasil olah data yang dilakukan terhadap tren jumlah kasus positif Covid-19 di tujuh provinsi di wilayah Jawa-Bali yang menerapkan PPKM, penurunan kasus tak signifikan. Jika dilihat pada rentang waktu sebelum dan pelaksanaan PPKM, jumlah kasus di hampir semua daerah tak berubah, bahkan terus mengalami peningkatan.
Keputusan melaksanakan PPKM yang dimulai pada minggu kedua Januari 2021 secara garis besar dipicu dari lonjakan kasus positif Covid-19 yang sangat tinggi. Pertumbuhan kasus yang cukup drastis di satu sisi memprihatinkan, tetapi juga prospektif karena angka yang naik tinggi itu juga dipengaruhi jumlah testing dan tracing yang lebih diperluas.
Pasca-penerapan PPKM tersebut, tercatat tren kasus di tiga provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Tengah, justru melonjak drastis mencapai lebih dari 5.000 kasus dibandingkan dengan sebelum pekan PPKM. Sementara di empat provinsi lain, yaitu Banten, DI Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali, jumlah kasus cenderung stagnan.
Di DKI Jakarta, pada minggu diberlakuannya PPKM, jumlah kasus meningkat hingga lebih dari 3.000 kasus daripada pekan sebelumnya. Lonjakan positif Covid-19 di DKI Jakarta terus terjadi. Bahkan, pada pekan kedua dan ketiga setelah pemberlakuan PPKM, jumlah kasus meningkat hingga menyentuh angka 20.000 kasus per pekan.
Kondisi serupa juga terjadi di Jawa Barat. Meskipun tak setinggi di DKI Jakarta, angka positif Covid-19 terus melonjak dua hingga tiga kali lipat setiap minggu jika dibandingkan dengan kondisi sebelum pekan PPKM yang jumlah kasus positif berada di angka 7.000-an kasus positif.
Demikian pula di Jawa Tengah. Pertumbuhan kasus positif juga terus naik setelah diberlakukannya PPKM. Data menunjukkan, sebelum PPKM, dalam kurun seminggu, jumlah kasus positif di Jawa Tengah berada di angka 6.719, kemudian terus meningkat setelah PPKM 1.000 hingga lebih dari 5.000 kasus per minggu.
PPKM skala mikro
Lonjakan kasus positif Covid-19 yang belum juga terkendali hingga hampir sebulan setelah diberlakukan PPKM membuat sejumlah pemerintah daerah kembali memberlakukan PPKM jilid kedua.
Melihat ketidakefektifan di daerah yang menerapkan dua jilid PPKM hingga 8 Februari 2021, pemerintah kembali harus mengambil langkah untuk memperpanjang masa pembatasan kegiatan. Keputusan itu tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 2021 tentang Pembatasan Kegiatan Masyarakat Berskala Mikro.
Secara garis besar, PPKM berskala mikro yang akan diterapkan di sebagian wilayah Jawa-Bali ini tak jauh berbeda dengan PPKM sebelumnya. Perbedaan paling mencolok terdapat pada konsep skala penerapan pembatasan yang dapat diberlakukan hingga di tingkatan wilayah administrasi RT/RW. Dengan mempersempit lingkup penerapan pembatasan kegiatan, PPKM lanjutan yang akan diterapkan pada 9-22 Februari 2021 diharapkan dapat lebih berjalan efektif dan kian terkontrol.
Baca juga : PPKM Momentum Keterpaduan Jabodetabek Mengatasi Penularan
Aturan PPKM skala mikro ini bahkan akan mengatur mengenai penetapan zonasi penularan Covid-19 di lingkup RT. Kategorisasi zona penularan Covid-19 (zona merah, kuning, atau hijau) di wilayah RT didasarkan pada jumlah kasus Covid-19 yang ditemukan.
Jika jumlah kasus Covid-19 telah lebih dari 10, lingkup satu RT tersebut masuk dalam kategori zona merah sehingga penerapan pembatasan kegiatan harus dilaksanakan secara ketat, termasuk jika harus meniadakan kegiatan di ruang umum dan hanya mengecualikan untuk kegiatan-kegiatan esensial.
Sesuai instruksi Kemendagri, koordinasi PPKM skala mikro di tingkat RT/RW akan diwadahi dalam Posko Penanganan Covid-19 di tingkat desa atau kelurahan yang bekerja sama dengan Satgas Covid-19 dan TNI-Polri. Wadah koordinasi posko tersebut akan didanai secara mandiri menggunakan dana setiap desa.
Meskipun kontrol penerapan pembatasan akan lebih diperketat, beberapa ketentuan dalam PPKM skala mikro ini justru dibuat lebih longgar. Sebagai contoh ketentuan untuk aktivitas di perkantoran yang semula hanya diperbolehkan 25 persen, diperlonggar menjadi 50 persen. Demikian pula dengan batas aktivitas di restoran yang juga diperkenankan maksimal 50 persen kapasitas dan jam operasional di pusat perbelanjaan hingga pukul 21.00.
Tantangan penerapan
Secara konsep, PPKM skala mikro memiliki kesamaan dengan kebijakan yang dibuat sebelumnya yaitu PPKM jilid satu dan kedua ataupun pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang telah diterapkan sebagian besar daerah.
Di awal pemberlakuan PPKM pada 11 Januari 2021, setidaknya terdapat 73 kabupaten/kota, terdiri dari 46 daerah, wajib PPKM dan 23 kabupaten/kota inisiatif daerah. Penerapan pembatasan tersebut didasari pada kriteria dan kondisi Covid-19 di setiap daerah yang meliputi empat hal, yakni tingkat kematian akibat Covid-19 di atas rata-rata tingkat kematian nasional atau di atas 2,87 persen.
Kemudian, tingkat kesembuhan di bawah rata-rata tingkat kesembuhan nasional (di bawah 81,35 persen). Selanjutnya, tingkat kasus aktif di bawah rata-rata tingkat kasus aktif nasional, yaitu sekitar 15,8 persen. Terakhir, keterisian tempat tidur rumah sakit (bed occupation room) untuk ICU dan ruang isolasi di atas 70 persen.
Meskipun kontrol penerapan pembatasan akan lebih diperketat, beberapa ketentuan dalam PPKM skala mikro ini justru dibuat lebih longgar.
Dengan indikator tersebut, pemerintah akan terus melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap daerah-daerah yang telah menjalankan kebijakan pembatasan. Dikeluarkannya keputusan untuk kembali memperpanjang PPKM dengan konsep mikro tak lain merupakan respon dari upaya pembatasan kegiatan sebelumnya yang dinilai tak efektif menurunkan tren kasus positif di wilayah Jawa-Bali.
Hal tersebut seharusnya juga menjadi momentum evaluasi secara menyeluruh bagi pemerintah dalam mengambil keputusan terkait kebijakan pembatasan sosial. Termasuk pula untuk terus mendorong kesadaran dan peran aktif masyarakat agar dapat disiplin mematuhi aturan yang dibuat oleh daerah.
Harus diakui, tantangan terbesar dari penerapan kebijakan pembatasan dalam rangka penanggulangan Covid-19, mulai dari PSSB hingga PPKM berskala mikro ini, terkait disiplin masyarakat dan penegakan aturan secara tegas.
Disiplin masyarakat memang harus dibangun dari pemahaman bahwa tanpa peran serta dan kesadaran masyarakat, penanganan wabah ini tak akan efektif.
Di luar itu, ketegasan penegakan aturan, pengawasan, hingga pemberian sanksi yang tak memberikan efek jera juga menjadi sandungan dalam menentukan keberhasilan penerapan pembatasan kegiatan.
Kebijakan pembatasan yang tidak dilakukan secara merata di tiap daerah juga membuat potensi risiko penyebaran Covid-19 tetap tak berkurang saat mobilitas warga tetap tinggi di masa pandemi.
Pembatasan kegiatan memang akan menjadi dilema di tengah semangat untuk terus menyalakan produktivitas dan roda ekonomi masyarakat yang telah lama lesu. Namun, upaya pembatasan juga harus tetap dilaksanakan dengan komitmen pengawasan dan evaluasi agar mencapai target penurunan kasus positif Covid-19 yang diharapkan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : PPKM Diterapkan Berskala Mikro