Covid-19 dan Momentum Pengembangan Layanan Telemedik
Layanan kesehatan jarak jauh (telemedik) semakin banyak digunakan masyarakat saat pandemi Covid-19.
Pandemi Covid-19 membuat penggunaan layanan kesehatan jarak jauh (telemedicine) makin banyak digunakan. Investasi telemedik ini dapat terus ditingkatkan demi meningkatkan pemerataan layanan kesehatan di Indonesia.
Di balik dampak krisis multidimensi, pandemi juga memberikan dampak positif bagi dunia kesehatan. Sejak munculnya virus SARS-CoV-2, para peneliti mulai berbagi informasi demi mempercepat penemuan vaksin. Hingga 2 Februari 2021, sudah ada 4 vaksin yang digunakan resmi, 8 vaksin penggunaan terbatas, dan 81 vaksin masih dalam proses pengujian.
Tidak hanya vaksin, Covid-19 juga mengakselerasi penggunaan layanan kesehatan jarak jauh atau telehealth/telemedicine. Penny Dash, salah satu pemimpin McKinsey’s Healthcare Systems & Services Practice mengatakan di banyak negara 70-80 persen konsultasi perawatan kesehatan primer dilakukan secara daring atau telepon. Sementara di Indonesia, Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat, kunjungan masyarakat ke aplikasi layanan kesehatan jarak jauh melonjak hingga 600 persen selama pandemi.
Layanan telehealth atau telemedicine adalah sistem, alat, aplikasi yang memberikan akses layanan kesehatan dengan menghubungkan tenaga medis dengan pasiennya, data-data kesehatan, dan layanan kesehatan tanpa harus bertemu fisik secara langsung. Kosakata telemedicine sendiri muncul pada 1970-an yang diartikan sebagai menyembuhkan dari jauh.
Karena jarak yang membatasi, Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) digunakan sebagai perantara. Melalui alat tersebut, konsultasi, pemeriksaan, dan monitoring kondisi kesehatan dapat dilakukan secara virtual dan tanpa dibatasi waktu.
Akselerasi penggunaan
Manfaat dari layanan kesehatan jarak jauh ini semakin dirasakan saat pandemi Covid-19. Pembatasan mobilitas dan risiko penyebaran virus yang tinggi khususnya di fasilitas layanan kesehatan mendorong masyarakat untuk memanfaatkan layanan konsultasi kesehatan melalui aplikasi.
Jika ada keluhan sakit kita hanya perlu menghubungi dokter melalui layanan konsultasi di aplikasi telemedik. Dokter dapat melakukan pemeriksaan fisik tertentu, menegakkan diagnosis, memberikan anjuran dan resep obat berdasarkan hasil pemeriksaan, atau memberikan surat rujukan.
Dengan cara ini, mobilitas masyarakat berkurang dan dapat melindungi diri serta orang lain dari penyebaran virus. Jumlah orang yang berkunjung ke fasilitas kesehatan juga berkurang sehingga layanan kesehatan berjalan lancar.
Lebih dari 300.000 masyarakat telah mengakses layanan kesehatan jarak jauh. Bahkan, berdasarkan laporan Menteri Kesehatan pada Rapat Kabinet Terbatas April 2020, sebanyak 15 juta orang mengakses telemedik.
Sebanyak 12 layanan perusahaan kesehatan digital yang tergabung dalam Indonesia Telemedicine Association atau Atensi telah melayani masyarakat. BUMN juga turut menyediakan layanan konsultasi kesehatan secara daring.
Meningkatnya penggunaan layanan kesehatan jarak jauh juga didorong oleh kolaborasi pemerintah dengan perusahaan telemedicine untuk melakukan screening awal risiko tertular Covid-19. Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Gojek, Halodoc, Grab, dan Good Doctor untuk memperluas layanan telemedicine.
Doddy Lukito, Co Founder Halodoc, menyebutkan pada periode Maret-Mei 2020, transaksi konsultasi daring dengan dokter meningkat enam kali lipat. Sementara jumlah pengguna aktif per bulan mencapai 20 juta.
Perkembangan
Layanan telemedik menjadi alat yang ampuh untuk menangani Covid-19. Ini terbukti dari keberhasilan Provinsi Sichuan, China, yang menggunakan telemedicine dalam menangani Covid-19. Jaringan telemedik yang langsung diaktifkan sejak Januari 2020 digunakan untuk mengedukasi tenaga kesehatan yang berada di wilayah susah akses.
Untuk layanan medis, jaringan 5G Dual Gigabit digunakan untuk melakukan computed tomography (CT) jarak jauh. Hingga Mei 2020, 152 pasien di rumah sakit di bawah jaringan telemedicine telah mendapatkan pelayanan CT Scan jarak jauh dengan pengawasan West China Hospital of Sichuan University (WCHSU).
Meskipun baru-baru ini dikenal masyarakat karena fasilitas konsultasi daringnya, layanan kesehatan jarak jauh sudah dilakukan sejak satu abad yang lalu. Saat itu layanan hanya menggunakan media telepon dan radio. Pada 1879, laporan di jurnal The Lancet mencatat seorang dokter memeriksa seorang anak melalui suara batuknya di telepon untuk memastikan dugaan penyakit infeksi saluran pernapasan pada anak.
Tak hanya digunakan untuk pemeriksaan dan pemantauan pasien jarak jauh, telemedicine juga dikembangkan untuk transmisi radiograf pada 1948. Ini menjadi awal mula teleradiograf di mana transmisi dilakukan menggunakan telepon dan mesin faksimili. Sistem yang ditemukan Austin Cooley ini digunakan untuk menghubungkan Rumah Sakit Chester County di AS ke Philadelphia yang berjarak 74 kilometer.
Telemedik juga dikembangkan dalam proyek NASA pada 1964. Praktik ini dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada tubuh manusia jika dikirim ke luar angkasa dalam waktu yang lama. Jika berhasil, ini akan membantu tindakan medis jarak jauh bagi astronot di luar angkasa.
Seiring dengan berkembangnya teknologi dan internet, telemedik dapat digunakan secara luas oleh masyarakat. Tidak lagi hanya menggunakan telepon atau saluran televisi, internet menghubungkan penggunanya dengan tenaga medis tanpa harus bertemu langsung.
Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Gojek, Halodoc, Grab, dan Good Doctor untuk memperluas layanan telemedicine.
Ke depan, telemedicine menjadi harapan dunia kesehatan. Layanan akan semakin banyak tersedia dan pengguna juga meningkat. Pada 2026 diprediksi pangsa pasar telemedik secara global mencapai 175,5 miliar dollar AS, meningkat lebih dari 200 persen dibandingkan tahun 2019 yang hanya 45,5 miliar dollar AS.
Pemerintah Indonesia sendiri telah mempersiapkan perluasan layanan ini. Telemedik telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antarfasilitas Pelayanan Kesehatan. Upaya ini juga didukung dengan percepatan penyediaan internet di fasilitas kesehatan.
Berdasarkan pernyataan Menteri Kominfo Johnny G Plate pemerintah telah menyediakan internet pada 226 fasyankes yang membutuhkan internet di 2019 dari target 3.126 titik. Sisanya sebanyak 2.192 fasyankes akan diberi akses internet pada 2020 dan 708 fasyankes pada 2021.
Bagi Indonesia yang memiliki wilayah luas, layanan ini sangat bermanfaat untuk menjangkau masyarakat di perdesaan dan daerah terpencil mengingat kurangnya jumlah dan tidak meratanya ketersediaan tenaga medis serta sarana fasilitas layanan kesehatan di Indonesia. Upaya ini dapat berhasil jika infrasktruktur teknologi dan komunikasi merata terakses di setiap daerah. Selain itu, pihak penyedia layanan juga harus dapat memastikan keamanan data dan jaringan telemedik agar terhindar dari serangan siber. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Pelayanan Kedokteran Keluarga dengan ”Telemedicine”