Pandemi dan Kekecewaan Kaum Muda
Kelompok dewasa muda berjuang dari satu krisis ke krisis yang lain, yakni dari krisis keuangan global (2008-2009) ke krisis akibat pandemi. Tantangan yang mereka hadapi sungguh tak mudah.
Kelompok dewasa muda di seluruh dunia selama pandemi Covid-19 berada dalam fase usia yang diwarnai dengan kekecewaan (youth disillusionment). Penyebabnya adalah dalam usia kehidupan yang terbilang masih pendek, yakni 12 tahun terakhir, mereka terdampak oleh dua krisis global.
Kekecewaan kaum muda atau youth disillusionment ini meminjam istilah yang dipakai Forum Ekonomi Dunia atau WEF dalam laporan mengenai krisis global (The Global Risks Report 2021). Apakah yang menyebabkan kekecewaan kaum muda?
WEF menyebutkan, kelompok dewasa muda (15-24 tahun) berjuang dari dampak satu krisis ke krisis yang lain, dari krisis keuangan global (2008-2009) ke masa krisis pandemi. Tantangan yang mereka hadapi tidak mudah terkait pendidikan, ekonomi, dan kesehatan mental.
Dengan melalui dua krisis global, generasi muda telah mengalami hidup di tengah tatanan dunia yang berubah drastis. Mereka hidup dengan kualitas lingkungan yang terdegradasi, kesenjangan yang meningkat dalam berbagai bentuk, tingkat kejahatan yang meningkat, serta kondisi sosial yang terdisrupsi oleh teknologi dan transformasi industri.
Baca juga : Peluang Baru Pencari Kerja di Tengah Dunia yang Berubah
Di satu sisi, lompatan teknologi membuka luas kesempatan bagi sebagian kaum muda, tetapi di sisi lain banyak orang muda dalam situasi ekonomi sekarang tercerabut dari dunia kerja. Pandemi membuat banyak orang kehilangan pekerjaan, juga mengalami pengurangan jam kerja ataupun pemotongan upah. Bertahan dalam hidup yang sulit dari hari ke hari menjadi keniscayaan, apalagi bagi orang yang tidak memiliki tabungan atau aset berlebih.
Pasar tenaga kerja berubah secara cepat akibat pandemi. Penggunaan teknologi digital dan peralihan ke otomasi akan semakin cepat. Akan ada 85 juta pekerjaan terotomasi dalam lima tahun ke depan. Pekerjaan yang semakin terotomasi ini niscaya menyebabkan penggunaan tenaga kerja berkurang. Akibatnya, pengangguran, terutama pada kelompok usia muda, meningkat di banyak negara.
Ketertinggalan pendidikan
Dalam laporan yang dilansir WEF awal tahun ini disebutkan bahwa kekecewaan kaum muda berada di urutan ke-8 dari sepuluh risiko yang dipersepsi dapat menjadi ancaman nyata dalam rentang 0-2 tahun ke depan.
Risiko-risiko ini dilihat dari dampak secara umum dan dampak terhadap mata pencarian atau penghasilan yang dihadapi bangsa-bangsa di tengah kondisi pandemi. Risiko-risiko tersebut dikelompokkan ke dalam lima ranah, yaitu ekonomi, sosial, lingkungan, teknologi, dan geopolitik. Risiko kekecewaan kaum muda ini masuk dalam ranah sosial.
Di ranah sosial, risiko kekecewaan yang dialami kaum muda berada di urutan ketiga setelah risiko terkena infeksi penyakit dan krisis mata pencarian. Di ranah sosial, ada risiko tergerusnya kohesi sosial yang dipengaruhi oleh unsur dunia digital yang eksklusif dan terkotak-kotak. Anak muda saat ini sangat lekat dengan teknologi digital.
Di sisi lain, 51 persen anak muda di 112 negara meyakini, pendidikan mereka tertunda atau tertinggal akibat pandemi. Pandemi telah menyebabkan sekolah-sekolah ditutup sehingga berdampak pada keberlanjutan pendidikan siswa.
Pola pembelajaran berubah dari tatap muka menjadi pembelajaran daring. Dengan adanya kesenjangan teknologi digital, pendidikan siswa yang aksesnya buruk terhadap jaringan internet akan semakin tertinggal.
Sebelumnya, pada Mei 2020, WEF dalam laporan mengenai risiko Covid-19 mengingatkan dunia akan potensi terjadinya generasi yang hilang (the next lost generation). Istilah ini mengacu pada ketertinggalan pendidikan dan masalah ketenagakerjaan yang dialami akibat perubahan tatanan atau nilai-nilai.
Menurut WEF, kesempatan belajar setidaknya berkurang satu semester. Kondisi akan semakin sulit pada siswa sekolah menengah atas, terutama dalam mengejar pelatihan vokasional.
Angka putus sekolah meningkat, terutama pada siswa dari keluarga kurang mampu. Anak-anak dari keluarga menengah ke bawah berisiko diarahkan untuk mencari pekerjaan yang umumnya berupah rendah ketimbang melanjutkan pendidikan. Selain itu, pekerjaan yang menjanjikan secara digital belum tentu dapat diraih dengan mudah.
Kondisi ini tentunya menimbulkan krisis penghasilan atau mata pencarian. Anak-anak muda yang tidak mendapat pendidikan memadai akan menjadi pekerja yang tidak terampil dan akhirnya mudah tersingkirkan oleh krisis. Akibatnya bisa bermuara pada masalah kesehatan mental.
Potret Indonesia
Dengan gambaran global yang disampaikan WEF, apakah Indonesia sedang atau akan mengalami generasi yang hilang? Apakah anak muda Indonesia termasuk yang mengalami kekecewaan usia muda akibat krisis yang tak kunjung selesai?
Dengan memotret melalui data ketenagakerjaan, bisa dikatakan anak muda Indonesia tengah mengalami kekecewaan hidup akibat keterbatasan lahan pekerjaan. Pandemi Covid-19 yang menyebabkan krisis ekonomi dan kesehatan telah berdampak terhadap dunia ketenagakerjaan di Indonesia dan mereka menjadi korban terbesar.
Sebanyak 29,12 juta (14,28 persen) penduduk usia kerja terdampak Covid-19. Jumlah penganggur akibat Covid-19, menurut BPS, sebanyak 2,56 juta orang. Adapun jumlah penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja akibat Covid-19 sebanyak 24,03 juta orang. Kelompok usia muda (15-24 tahun) merupakan yang terdampak paling besar pada komponen pengangguran akibat Covid-19.
Baca juga : Sektor Ketenagakerjaan Terdisrupsi Pandemi
Laporan BPS pada November 2020 mengenai keadaan ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2020 menunjukkan, tingkat pengangguran pada kelompok usia muda (15-24 tahun) meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dari 18,69 persen menjadi 20,46 persen.
Kelompok usia muda merupakan kelompok dengan tingkat pengangguran tertinggi dibandingkan dengan kelompok usia lain, setidaknya dalam tiga tahun terakhir. Persentasenya turun pada tahun 2019, tetapi kembali naik pada tahun 2020.
Dari potret ketenagakerjaan itu terlihat bahwa kelompok usia muda Indonesia sangat terdampak oleh Covid-19. Agar dampak tidak semakin meluas, perhatian pemerintah dalam penanganan Covid-19 harus ditujukan kepada kelompok ini terkait bantuan usaha dan perlindungan sosial. Indonesia tentu tak ingin kehilangan satu generasi yang pertaruhannya sangat besar untuk perekonomian dan kemajuan bangsa. (LITBANG KOMPAS)