Citra satelit di kawasan Megamendung dan Cisarua memperlihatkan, dibandingkan dengan tahun 2012, sedikitnya ada sekitar 170 hektar lahan terbangun baru di tahun 2020 atau tambahan 10 persen.
Oleh
Albertus Krisna
·5 menit baca
Kawasan Puncak di Bogor yang banyak diminati masyarakat terus mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Alamnya yang asri dan udaranya yang sejuk menjadi daya tarik tersendiri bagi banyak pengunjung, utamanya wisatawan yang datang dari daerah-daerah di sekitarnya.
Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur menyatakan wilayah Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, merupakan salah satu bagian dari Kawasan Strategis Nasional.
Strategisnya kawasan ini antara lain terlihat dari kekayaan alam berupa sumber air permukaan, cagar alam, taman nasional, dan taman wisata. Terdapat Cagar Alam Telaga Warna di Kecamatan Cisarua dan Cagar Alam Arca Domas di Kecamatan Megamendung. Ada pula sebagian wilayah Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango di Cisarua, Ciawi, dan Megamendung.
Seiring waktu, satu demi satu bangunan baru berdiri di kawasan ini untuk mendukung makin banyaknya pengunjung. Perkembangan ini pun terlihat dari ketampakan historis citra satelit resolusi tinggi yang tersedia di Google Earth.
Mencakup Kecamatan Cisarua dan Megamendung, citra yang dianalisis terdiri dari dua perekaman waktu, yaitu tahun 2012 dan 2020. Keduanya dipilih karena dianggap memiliki kualitas gambar yang baik dan mencakup dua kecamatan sekaligus dalam satu scene perekaman.
Interpretasi visual
Dibandingkan dengan tahun 2012, sedikitnya ada sekitar 170 hektar lahan terbangun baru di tahun 2020 atau tambahan 10 persen. Angka ini diperoleh dari hasil interpretasi visual oleh Litbang Kompas. Dari pengamatan itu juga diketahui pertambahan ini cenderung lebih banyak terjadi di Megamendung daripada Cisarua dengan perbandingan 6:4.
Hampir semua desa di dua kecamatan itu berkontribusi dalam pertambahan lahan terbangun. Seperti 12 desa di Megamendung yang rata-rata setiap desa menyumbang 9,1 persen lahan terbangun baru di kecamatan itu atau sekitar 8 hektar. Begitu juga dengan 10 desa di Cisarua yang rata-rata menyumbang 10 persen atau sekitar 7 hektar.
Di sejumlah lokasi, fenomena ini pun terlihat sangat jelas secara visual di dalam penampakan citra satelit. Di Kecamatan Megamendung, lahan-lahan terbangun jamak ditemukan di Desa Kuta, Desa Sukagalih, Desa Sukamahi, dan Desa Megamendung. Sementara itu, di Kecamatan Cisarua, lahan-lahan terbangun ada di Desa Tugu Utara dan Desa Tugu Selatan.
Lahan-lahan baru ini dibangun untuk bermacam peruntukan, mulai dari permukiman berupa perumahan seperti di Desa Sukamahi, pondok pesantren di Desa Kuta, obyek wisata di Desa Megamendung, hingga penginapan di Desa Tugu Utara. Sebagian dari bangunan baru itu tadinya merupakan lahan pertanian, kebun, atau lahan kosong.
Peruntukan lain digunakan sebagai hotel atau tempat penginapan. Berdasarkan data statistik Kabupaten Bogor tahun 2020, terdapat 321 hotel di Kabupaten Bogor. Sebanyak 68 persen di antaranya terdapat di wilayah Cisarua dan Megamendung. Jumlah hotel paling banyak terdapat di Kecamatan Cisarua, yaitu 135 hotel.
Bangunan lain yang banyak terdapat di Cisarua dan Megamendung adalah restoran atau rumah makan. Di dua wilayah tersebut terdapat 738 restoran. Seperti hotel, jumlah restoran di Cisarua dan Megamendung merupakan yang paling banyak di Kabupaten Bogor.
Pisau bermata dua
Bagai pisau bermata dua, fenomena ini membawa dua dampak. Di satu sisi pembangunan ini membawa dampak positif karena dapat menggerakkan roda ekonomi baru. Namun, di sisi lain, juga dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Apalagi, sebagai hulu dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung, kawasan Puncak memiliki peran penting sebagai daerah resapan air.
Dampak positif ini, misalnya, semakin terasa ketika masa liburan tiba. Inilah momen di mana wisatawan dari sejumlah daerah berbondong-bondong datang ke Puncak.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2018), dari tujuh kabupaten/kota di kawasan Bodetabek, Bogor tercatat sebagai kabupaten dengan jumlah wisatawan Nusantara terbanyak. Jumlahnya, menurut data BPS, mencapai 4,55 juta orang pada 2018.
Wisatawan yang berkunjung ke Bogor paling banyak mendatangi tempat-tempat wisata di Cisarua, yaitu sebanyak 1,65 juta pelancong. Selain Cisarua, lokasi wisata di Megamendung merupakan destinasi kedua yang banyak dikunjungi oleh 940.000 pengunjung.
Di sisi lain, dampak negatif muncul ketika bencana. Pemetaan citra satelit menunjukkan, luas kawasan lindung masih dominan pada 2012. Namun, pada pertengahan 2020, kawasan budidaya terlihat mulai menggantikan kawasan lindung.
Berkurangnya kawasan lindung di wilayah Puncak memberi tekanan pada kualitas lingkungan, terlebih ketika keberadaan kawasan Puncak sangat penting bagi banyak daerah di bawahnya. Daerah Puncak merupakan hulu daerah aliran sungai besar, seperti DAS Ciliwung.
Kualitas daerah resapan air yang berkurang karena alih fungsi lahan membuat kawasan tersebut tidak lagi maksimal menahan debit air. Akibatnya, bencana banjir dan longsor menjadi ancaman serius.
Seperti banjir bandang yang baru terjadi di perkebunan teh Gunung Mas, Desa Tugu Selatan Cisarua, 19 Januari 2021. Bencana ini hanya satu dari rangkaian bencana serupa yang kerap terjadi di kawasan Puncak, Bogor. Setiap kali terjadi bencana, sudah tentu menyebabkan kerugian yang besar pula.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bogor mencatat, bencana longsor, angin ribut, dan banjir terus mengancam wilayah Cisarua dan Megamendung. Sepanjang 2016-2020, sebanyak 97 bencana longsor melanda Kecamatan Megamendung, sementara di wilayah Cisarua dalam periode yang sama terdapat 54 bencana longsor.
Dibandingkan dengan periode 2011-2015, kejadian longsor di wilayah Cisarua dan Megamendung meningkat empat kali lipat. Demikian pula dengan fenomena banjir yang juga meningkat frekuensinya.
Kondisi ini memberikan gambaran nyata bahwa berkurangnya tutupan lahan di kawasan Puncak menjadi ancaman. Bencana hidrometeorologi, seperti tanah longsor dan banjir, di Bogor dan juga kawasan hilir di DKI Jakarta juga terus terjadi di antaranya karena kerusakan kawasan Puncak. (LITBANG KOMPAS)