Bio Farma, Ujung Tombak Vaksinasi Indonesia
Pengalaman Bio Farma membuatnya menjadi lembaga yang diberi tanggung jawab melakukan produksi dan distribusi vaksin Covid-19.
Diperlukan lembaga yang kapabel untuk menjamin pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Di Indonesia, pemerintah menugaskan Bio Farma untuk mengawal program vaksinasi Covid-19 melalui produksi dan distribusi vaksin. Jejak pengalaman menjadi pertimbangan dipilihnya Bio Farma.
PT Bio Farma (Persero) memiliki pengalaman selama 130 tahun sebagai lembaga yang bergerak menanggulangi penyakit menular. Lembaga ini berdiri pada 6 Agustus 1890 di masa pemerintahan Hindia Belanda.
Awal berdiri, lembaga ini bernama Parc Vaccinogene atau Lembaga Pengembangan Vaksin Negara. Seiring berjalannya waktu, lembaga ini beberapa kali berubah nama. Perubahan nama terakhir dilakukan pada 1997 dengan nama PT. Bio Farma (Persero).
Tugas utama Bio Farma adalah meneliti dan memberantas penyakit menular. Tugas yang diemban tersebut dilakukan dengan cara melakukan penelitian, produksi, serta distribusi vaksin.
Di masa awal pendiriannya, lembaga ini diberi tugas khusus untuk memberantas penyakit cacar yang merebak di wilayah Hindia Belanda. Saat itu penyakit cacar yang sudah mewabah di Eropa sejak abad ke-15 mulai menjalar ke seluruh dunia, termasuk ke wilayah Hindia Belanda.
Setelah dokter Inggris bernama Edward Jenner berhasil membuat vaksin cacar pada 1976, vaksinasi menjadi program berbagai Negara untuk menekan penularan penyakit cacar. Di Hindia Belanda, lembaga Parc Vaccinogene diberi tugas mengupayakan distribusi vaksin cacar dari Belanda menuju ke Batavia dan kemudian dikirim ke penjuru nusantara.
Jauhnya jarak yang harus ditempuh untuk mendatangkan vaksin dari Belanda dan mendistribusikan ke seluruh wilayah Hindia Belanda dengan alat transportasi saat itu, membuat penanganan wabah cacar melalui vaksinasi menjadi kurang maksimal. Jalur vaksinasi perlu dipercepat dengan memproduksi vaksin di Hindia Belanda.
Hal ini menjadi titik awal transformasi lembaga Parc Vaccionege. Dalam buku Public Health Progress in the Pacific (1984), dikisahkan perubahan lembaga Parc Vaccionege yang awalnya hanya mendistribusikan vaksin cacar. Namun pada proses selanjutnya, tuntutan untuk memproduksi vaksin dilakukan untuk mempercepat penanganan wabah.
Proses produksi vaksin cacar yang dilakukan Parc Vaccionege mendorong perubahan nama lembaga ini. Sejak 1895 lembaga pengembangan vaksin negara Hindia Belanda berubah nama menjadi Parc Vaccinogene en Instituut Pasteur. Hal ini terkait dengan produksi vaksin cacar melalui kerja sama dengan lembaga Pasteur Institute.
Melihat linimasa dan perkembangan lembaga yang saat ini dikenal sebagai Bio Farma tersebut, bukan hanya rentang pendirian yang sudah mencapai lebih dari satu abad, namun juga kemampuan produksi vaksin sudah dilakukan Bio Farma sejak lama. Sisi lain sejarah juga mengungkap pola kerja sama dengan lembaga lain juga telah dilakukan oleh cikal bakal Bio Farma.
Lingkup lokal dan internasional
Seabad berselang sejak program vaksinasi cacar di Hindia Belanda, kini Bio Farma tengah mengupayakan produksi dan distribusi vaksin Covid-19. Jalinan kerjasama dibangun untuk memenuhi kebutuhan vaksin dalam negeri sekaligus luar negeri.
Untuk kebutuhan dalam negeri, pada tahap awal Bio Farma bertanggungjawab mengelola dan mendistribusikan 3 juta dosis vaksin Sinovac yang dibeli Pemerintah Indonesia. Pengiriman tahap pertama sejumlah 1,2 juta dosis sudah dilakukan 7 Desember 2020. Kemudian tahap kedua datang tanggal 31 Desember 2020 sebanyak 1,8 juta ampul.
Pada tahapan selanjutnya, Bio Farma bekerjasama dengan Sinovac Biotech Ltd. untuk mengimpor bahan baku pembuatan vaksin Covid-19 untuk diproduksi di dalam negeri. Kerjasama transfer teknologi dilakukan antara dua pihak ketika dilakukan uji klinis tahap III di Bandung.
Dari skema kerjasama ini, Bio Farma mengantongi target memproduksi 250 juta dosis vaksin dalam waktu satu tahun. Rancangan ini membuat Bio Farma harus dapat menyediakan rata-rata 16 juta hingga 17 juta dosis per bulan.
Produksi vaksin dimulai setelah bahan baku datang dari China pada Januari 2021. Untuk pembuatan ini, Bio Farma juga sudah mendapat izin produksi vaksin dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM).
Bukan hanya di lingkup nasional saja, di panggung dunia juga Bio Farma dipercaya oleh CEPI sebagai produsen potensial untuk menyediakan vaksin Covid-19. CEPI (The Coalition for Epidemic Preparedness Innovations) merupakan koalisi global antara pemerintah, swasta, serta filantropis. Koalisi yang berpusat di Norwegia ini bergerak di bidang pengembangan vaksin guna mencegah pandemi di masa depan.
Kesempatan ini menjadi jalan emas bagi Bio Farma untuk terus berkarya di kancah internasional. Sebelumnya, Bio Farma dikenal sebagai satu dari 29 produsen vaksin di dunia yang memperoleh prakualifiksi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Capaian ini diraih pada tahun 1997 silam.
Prakualifikasi ini menjadi modal memenuhi syarat Good Manufacturing Practices (GMP) sehingga vaksin produksi Bio Farma layak dan dijamin aman untuk didistibusikan di 150 negara.
Direktur Utama Bio Farma, Honesti Basyir menyampaikan bahwa kapasitas produksi Bio Farma yang dialokasikan untuk memenuhi pesanan CEPI mencapai 100 juta dosis per tahun. Produksi akan dimulai pada akhir kuartal IV 2021.
Kemampuan produksi
Untuk menangani kebutuhan vaksin Covid-19, target produksi 250 juta dosis vaksin masih dalam jangkauan. Ditilik dari jejak kemampuan produksinya, target yang ditetapkan masih dalam kemampuan perusahaan vaksin berplat merah ini.
Bio Farma memproduksi beragam jenis vaksin di pabriknya. Ragam produk vaksin yang dibuat antara lain vaksin polio, campak, hepatitis B, vaksin influenza, dan masih ada beberapa jenis lainnya. Vaksin Covid-19 memang sedang menjadi prioritas namun alokasi produksinya tidak boleh mengganggu pembuatan vaksin lainnya.
Berdasar tren data, pada tahun 2019 angka produksi vaksin mencapai 1,6 miliar dosis. Angka ini belum menyentuh batas maksimum kapasitas produksi. Pada 2016, Bio Farma memproduksi hingga 3,9 miliar dosis vaksin dalam setahun.
Naik turunnya jumlah vaksin yang diproduksi tidak menjadi indikator kemampuan produksi. Hal ini dipengaruhi oleh dinamika permintaan pasar terhadap vaksin. Artinya, jika dilihat dari jumlah vaksin yang diproduksi, Bio Farma mampu membuat lebih dari 3,5 miliar dosis setahun.
Di atas kertas, kapasitas produksi diharapkan tidak menjadi kendala dalam membuat vaksin Covid-19. Keterbatasan produksi ada pada jumlah bahan baku yang bisa diperoleh dari Sinovac di setiap periode pengirimannya.
Bahan baku untuk 15 juta dosis diterima Indonesia pada 12 Januari 2021. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan dari sejumlah bahan tersebut, nantinya pada awal Februari 2021 sudah selesai produksi 12 juta dosis.
Vaksin Sinovac yang diproduksi oleh Bio Farma akan diberi label manufaktur di Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai penanda kelompok produksi, walau tidak ada perbedaan dengan yang dibuat di China.
Distribusi
Menyoal distribusi vaksin justru sudah dikerjakan lebih awal dari pada produksinya. Saat ini distribusi sudah mulai dilakukan dan dikendalikan oleh Bio Farma. Pada kuartal I 2021, terdapat total 29,5 juta vaksin yang dikirim ke 34 provinsi.
Secara bertahap, pada bulan Januari 2021 dikirim sejumlah 5,8 juta dosis. Bulan berikutnya dikirim 10,4 juta dan pada Maret 2021 akan didistribusikan 13,3 juta dosis. Distribusi dipantau secara ketat dan realtime dengan memanfaatkan teknologi ditigal.
Sistem distribusi digital adalah salah satu inovasi teranyar yang diterapkan oleh Bio Farma. Setiap vaksin yang dikirim diberi label Quick Response Code (QR Code) pada botol vaksin, kemasan luar, bahkan pada kotak penyimpanan berpendingin dan kendaraan yang mengantarkannya.
Kemampuan melakukan produksi vaksin sudah dilakukan Bio Farma sejak 1895.
Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi beredarnya vaksin palsu yang dapat merugikan masyarakat. Selain itu, diterapkan pula teknologi pengawasan real time terdahap suhu vaksin dalam perjalanan.
Distribusi vaksin di wilayah Indonesia yang bertipikal kepulauan juga bukan perkara mudah. Pengalaman Bio Farma ketika mendukung pemenuhan program imunisasi vaksin dasar nasional yang diselenggarakan Pemerintah Indonesia menjadi bekal Bio Farma melaksanakan program vaksinasi Covid-19 tersebut.
Pengalaman Bio Farma melakukan produksi dan distribusi vaksin harus didukung kerja sama dari berbagai lembaga negara dan pemerintah daerah. Pelaksanaan vaksinasi dilaksanakan Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan lembaga, pemda, BUMN, swasta, serta organisasi profesi dan kemasyarakatan.
Semua pihak harus turut ambil bagian agar program ini dapat berajalan lancar dan menumbuhkan kekebalan imunitas dalam menghadapi pandemi. Partisipasi masyarakat juga merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan vaksinasi.
Di luar mengurangi penularan virus korona melalui vaksin, kesadaran masyarakat untuk memakai masker, mencuci tangan, dan menerapkan jaga jarak/menghindari kerumuman juga harus terus dilakukan. Tanpa disiplin masyarakat, kerja keras Bio Farma melakukan produksi dan distribusi vaksin Covid-19 akan kurang maksimal. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Dunia Menyambut Vaksin Covid-19