Gelombang Baru Kasus Covid-19 di Tiga Negara
Situasi pandemi memburuk dengan adanya lonjakan kasus Covid-19. Data kasus Covid-19 global menunjukkan, lonjakan dimulai 29 Desember 2020 dengan rata-rata kasus baru per hari 562.000.
Gelombang baru penularan Covid-19 terjadi di Inggris, Jepang, dan Korea Selatan. Hal ini menjadi peringatan bahwa tidak ada negara yang aman sekalipun vaksinasi sudah dimulai.
Situasi pandemi memburuk dengan adanya lonjakan kasus Covid-19. Data kasus Covid-19 global menunjukkan, lonjakan dimulai 29 Desember 2020 dengan rata-rata kasus baru per hari 562.000. Hingga 9 Januari 2021, rata-rata kasus baru per hari dalam seminggu mencapai 720.000. Padahal, pada minggu terakhir Desember 2020, penambahan kasus per hari sempat turun.
Situasi juga bertambah parah dengan meningkatnya jumlah pasien meninggal setiap hari. Berdasarkan tren data, jumlah pasien Covid-19 yang meninggal setiap hari mulai meningkat pada minggu kedua Oktober 2020. Pada 17 Oktober 2020, setidaknya lebih kurang 5.200 pasien meninggal per hari. Sementara pada 9 Januari 2021, rata-rata pasien meninggal setiap hari 12.962 jiwa.
Serupa dengan situasi Covid-19 global, kasus Covid-19 di Inggris meningkat drastis selama satu bulan belakangan. Awal tahun 2021, dibuka dengan rata-rata kasus baru harian mencapai 59,8 ribu kasus pada 9 Januari. Angka tersebut hampir empat kali lebih banyak dibandingkan rata-rata kasus baru harian pada 9 Desember 2020.
Varian baru virus SARS-CoV-2 yang ditemukan di Inggris diperkirakan memicu lonjakan kasus Covid-19. Pada September 2020, varian baru ini ditemukan pada satu dari empat kasus Covid-19. Namun, pada pertengahan Desember, dua pertiga kasus baru di London terdeteksi mengalami infeksi dari varian baru ini. Pada 16 Desember 2020, WHO melaporkan terdapat 1.439 kasus terkonfirmasi infeksi varian baru di Inggris.
Virus varian baru ini memiliki kemampuan istimewa, yaitu penularannya lebih cepat 70 persen dibandingkan varian virus sebelumnya. Selain itu, angka reproduksi (R0) varian ini lebih tinggi dibandingkan varian sebelumnya dengan angka reproduksi 1. Di Inggris, angka reproduksinya 1,5 dan 1,7.
Melihat fenomena peningkatan kasus Covid-19, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson pada 4 Januari mengumumkan penerapan pembatasan wilayah atau lockdown untuk Inggris. Kebijakan ini akan dilaksanakan hingga pertengahan Februari 2021 sesuai dengan target selesainya vaksinasi tahap pertama kepada kelompok rentan.
Namun, sejumlah pihak menyebutkan kebijakan ini terlambat diterapkan. Panel penasihat sains milik Pemerintah Inggris, SAGE, sudah menyarankan untuk diterapkan lockdown sejak 22 Desember. Namun, karena kasus varian baru di beberapa wilayah seperti Liverpool dan Manchester lebih rendah, pembatasan di wilayah itu tak seketat tingkat 3 atau 4 seperti sekarang.
Penyebaran yang tidak terkontrol akibat keterlambatan pembatasan kegiatan menyebabkan kasus baru per hari di Inggris mencapai lebih dari 50.000. Selain itu, kematian akibat Covid-19 mencapai lebih dari 3 juta jiwa dengan rata-rata kasus kematian per hari lebih dari 1.000. Pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit pada 6 Januari 2021 mencapai 31.624 orang atau 46 persen lebih banyak dibandingkan puncak kasus tahun lalu.
Lonjakan di Asia
Selain Inggris, Jepang pada 7 Januari 2021 juga mengumumkan keadaan darurat untuk Tokyo dan tiga prefektur di sekitarnya. Dengan adanya pernyataan ini, sejumlah kegiatan masyarakat dibatasi.
Waktu operasi restoran dibatasi hingga pukul delapan malam. Kantor-kantor juga diharapkan mengizinkan pekerja untuk bekerja dari rumah. Warga diharapkan untuk tak bepergian jika tidak ada kebutuhan penting. Namun, sekolah, museum, bioskop, pusat kebugaran, dan toko diperbolehkan tetap buka.
Kebijakan ini dikeluarkan karena peningkatan jumlah kasus baru dan kasus meninggal Covid-19 dalam beberapa bulan terakhir. Sejak awal November 2020, Jepang mengalami peningkatan kasus secara signifikan. Hal ini menandai gelombang ketiga Covid-19 di Jepang.
Sejak awal November 2020, Jepang mengalami peningkatan kasus secara signifikan. Hal ini menandai gelombang ketiga Covid-19 di Jepang.
Pada 1 November, terdapat rata-rata 692 kasus baru setiap hari. Sementara pada 9 Januari 2021, tercatat rata-rata kasus baru harian 5.805. Artinya, dalam dua bulan kasus baru harian bertambah delapan kali lipat. Pada pertengahan November, penambahan kasus harian Jepang melampaui kasus baru pada gelombang sebelumnya.
Penambahan kasus baru diikuti dengan meningkatnya kasus kematian. Kurang dari dua bulan, jumlah kematian kasus Covid-19 melampaui 3.700 kasus. Situasi ini yang terburuk sepanjang pandemi di Jepang.
Tren gelombang ketiga juga dialami Korea Selatan. Gelombang ketiga kasus Covid-19 terjadi bersamaan dengan Jepang pada awal November. Puncaknya terjadi pada 25 Desember dengan rata-rata kasus harian 1.047. Sementara pada gelombang pertama dan kedua, puncak rata-rata kasus baru harian hanya 623 kasus (4 Maret) dan 344 kasus (27 Agustus).
Situasi ini mendorong Presiden Moon Jae-in melakukan pembatasan kegiatan masyarakat pada awal Desember. Kegiatan dengan lebih dari empat peserta dilarang. Pusat kebugaran dan karaoke ditutup.
Baca juga: Lonjakan Kasus Baru Covid-19 di Korsel Makin Mengkhawatirkan
Hal yang menarik, Jepang dan Korea Selatan pernah menjadi percontohan negara-negara lain dalam menangani Covid-19 di awal pandemi. Korsel dipuji karena pada awal pandemi mampu melakukan tes hingga lebih dari 20.000 orang per hari (sekarang lebih dari 50.000 orang per hari). Pembatasan sosial di masyarakat berhasil dilakukan. Warga juga tertib mengikuti imbauan pemerintah.
Jepang yang menerapkan kebijakan berbeda dengan Korsel juga berhasil menangani Covid-19 selama beberapa bulan. Keberhasilan Jepang didukung kesiapan tenaga dan fasilitas kesehatan. Layanan kesehatan Jepang mempekerjakan lebih dari 25.000 perawat dengan kemampuan pelacakan penyakit infeksi. Sebagai perbandingan, Inggris dan Amerika Serikat masih harus mencari dan melatih tenaga pelacakan.
Upaya-upaya tersebut hanya berhasil menahan penyebaran virus selama beberapa bulan. Setelah upaya pemerintah dan masyarakat mulai kendur, gelombang kedua pada Juli-Agustus terjadi hingga pada November 2020 muncul gelombang ketiga.
Belum aman
Penyebab lonjakan kasus Covid-19 di dua negara ini belum dapat dipastikan. Namun, ada beberapa faktor atau peristiwa yang bisa menjadi memicu gelombang ketiga kasus Covid-19.
Na Seong-woong, Wakil Komisaris Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea Selatan, menyebutkan bahwa pelacakan dan pengendalian virus semakin sulit karena kluster kasus sudah bukan lokal, melainkan sudah menyebar bahkan mencakup wilayah nasional. Sebelumnya, kluster pada gelombang pertama dan kedua bersumber dari komunitas gereja dan kelab malam sehingga pelacakan lebih mudah.
Selain itu, Covid-19 mulai menjangkiti anak muda tanpa menunjukkan gejala sehingga penyebarannya tidak diketahui. Masyarakat pun dilanda kelelahan akibat pandemi (pandemic fatigue) karena menerapkan protokol kesehatan berkepanjangan. Berita penemuan vaksin membuat pula mereka merasa pandemi sudah selesai.
Kondisi ini menyebabkan kewaspadaan masyarakat terhadap pandemi mulai menurun. Menurut sosiolog medis University of Tokyo’s Institute of Medical Science, Kaori Muto, sebagian masyarakat Jepang mulai kurang memedulikan Covid-19 sejak gelombang kedua terjadi pada Juli 2020.
Sementara pada periode yang sama, Pemerintah Jepang malah memberikan subsidi wisata lokal, termasuk promo hotel dan restoran melalui kampanye Go to Travel. Program ini ditujukan untuk memulihkan perekonomian Jepang yang sempat menurun.
Sejak diluncurkan hingga November 2020, 52 juta orang telah menggunakan subsidi itu untuk berwisata. Sejumlah pakar menduga kebijakan ini menyebabkan meningkatnya kasus Covid-19 di Jepang meskipun belum ada bukti ilmiahnya.
Baca juga: Meneropong Ombak Dunia di 2021
Situasi di Jepang dan Korea Selatan menunjukkan pada dunia bahwa tidak ada negara yang aman sekalipun pernah berhasil menekan angka penyebaran. Selama virus masih ada dan inang, yaitu manusia, tidak kebal terhadap virus, pandemi belum berakhir. Sekali waktu saja pemerintah dan masyarakat lengah untuk melakukan protokol kesehatan serta pelacakan dan tes Covid-19, lonjakan kasus akan terjadi.
Hal ini menjadi peringatan bagi Indonesia yang dalam beberapa minggu terakhir mengalami lonjakan kasus akibat libur Natal dan Tahun Baru. Apalagi varian baru seperti di Inggris mungkin saja masuk ke Indonesia dan menyebabkan penyebaran virus lebih tidak terkontrol.
Vaksinasi Covid-19 memang mulai dilakukan di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Sebanyak 25 juta dosis vaksin sudah didistribusikan ke 42 negara. Namun, hal ini bukan berarti pandemi berakhir.
Sebanyak 25 juta dosis vaksin sudah didistribusikan ke 42 negara.
Vaksinasi memang jadi salah satu solusi. Namun, usaha lain seperti 3M, pembatasan kegiatan masyarakat, serta peningkatan layanan kesehatan perlu terus dilakukan.
Mengutip pernyataan Dr Naoko Ishikawa, Manajer Insiden Covid-19 WHO untuk Wilayah Pasifik Barat, tidak ada satu pun taktik atau cara yang dapat membuat perubahan situasi Covid-19. Segala upaya harus dilakukan secara komprehensif oleh pemerintah dan masyarakat. (LITBANG KOMPAS)