Presiden Joko Widodo menyampaikan, APBN 2021 fokus pada empat hal. Salah satu di antaranya ialah penanganan kesehatan yang berfokus pada vaksinasi.
Oleh
Gianie
·5 menit baca
Perekonomian tahun 2021 masih diselimuti ketidakpastian, tetapi pelaksanaan vaksinasi Covid-19 yang akan berlangsung sebentar lagi memberikan harapan. Pemerintah mengupayakan dukungan kebijakan anggaran atau fiskal agar vaksin segera tersedia. Pemulihan ekonomi bergantung pada keberhasilan vaksinasi, serta tentu saja kepatuhan masyarakat menjalankan protokol kesehatan.
Sepanjang tahun 2020, dalam merespons dampak pandemi, keuangan negara mengalami tekanan yang luar biasa. Di satu sisi, target penerimaan negara dalam APBN 2020 tidak tercapai karena produksi dan konsumsi terganggu, sedangkan pengeluaran melonjak karena ada program penanggulangan pandemi.
Penerimaan pajak hingga akhir November 2020 Rp 1.108,83 triliun. Jumlah tersebut hanya merupakan 78,95 persen dari target yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020 yang sebesar Rp 1.404,51 triliun.
Sampai dengan akhir tahun 2020, target itu tidak tercapai 100 persen, padahal target sudah direvisi sebanyak dua kali, yaitu melalui perubahan APBN untuk mengakomodasi pendapatan negara yang menurun di tengah peningkatan kebutuhan belanja.
Dari sisi belanja negara, ada program yang menjadi prioritas baru, yaitu program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan penanganan Covid-19 yang memakan anggaran Rp 695,16 triliun atau 25 persen dari total APBN. Porsi terbesar dialokasikan untuk program perlindungan sosial.
Hingga 30 November 2020, anggaran program PEN dan penanganan Covid-19 baru mencapai Rp 483,63 triliun atau setara 69,6 persen dari target. Sampai akhir tahun 2020, pencairan dana program ini juga tidak tercapai seratus persen.
Pada 2020, program pemulihan ekonomi untuk bidang kesehatan dialokasikan sebesar Rp 99,5 triliun. Realisasi per 30 November 2020 baru mencapai Rp 47,05 triliun atau 47,3 persen dari pagu.
Menurut pemerintah, dana PEN yang tidak tersalurkan atau tidak digunakan, terutama pada bidang kesehatan, secara otomatis akan digunakan untuk program vaksinasi tahun 2021. Pemerintah juga mencadangkan Rp 35,1 triliun dalam APBN 2020 untuk program vaksinasi dan pengadaan vaksin.
Kementerian Kesehatan pada tahun 2020 telah membelanjakan dana sebesar Rp 637,3 miliar untuk pengadaan vaksin, yaitu vaksin Sinovac sebanyak 3 juta dosis dan vaksin Cansino sebanyak 100.000 dosis. Sejumlah 3 juta dosis vaksin Sinovac telah tiba di Tanah Air. Kedatangan vaksin berlangsung bertahap mulai Desember 2020 hingga triwulan II-2022.
Program vaksinasi
Presiden Joko Widodo menyampaikan, APBN 2021 fokus pada empat hal. Yang pertama adalah penanganan kesehatan yang berfokus pada vaksinasi. Kedua, perlindungan sosial, terutama bagi kelompok kurang mampu dan rentan. Ketiga, dukungan terhadap UMKM dan dunia usaha. Terakhir, reformasi struktural bidang kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial, dan sebagainya.
Presiden memastikan bahwa pembiayaan vaksinasi Covid-19 sepenuhnya ditanggung pemerintah. Untuk tahun 2021, anggaran pemulihan bidang kesehatan dialokasikan sebesar Rp 169,7 triliun. Vaksin dan penanganan Covid-19 mendapat pagu sebesar Rp 60,5 triliun.
Untuk penyediaan vaksin Covid-19, pemerintah menargetkan sebanyak 329 juta dosis vaksin Covid-19 dari empat produsen, yaitu Sinovac dari China, Novavax dari Amerika-Kanada, AstraZeneca dari Inggris, dan BioNTech-Pfizer dari Jerman-Amerika.
Penyediaan vaksin sebanyak itu ditujukan bagi 181 juta penduduk yang menjadi sasaran vaksinasi sehingga tercapai syarat minimal terbentuknya kekebalan komunitas (herd immunity). Sesuai metode vaksinasi Covid-19, setiap penduduk akan mendapatkan dua kali suntikan vaksinasi.
Kemudahan Impor
Pelaksanaan penyediaan vaksin Covid-19 untuk mempercepat pemulihan ekonomi tidak saja didukung oleh pengalokasian anggaran oleh pemerintah. Kementerian Keuangan juga memberi dukungan dengan menyediakan kemudahan fasilitas fiskal atas impor barang yang diperlukan dalam pengadaan vaksin. Dengan demikian, penyediaan vaksin bisa dilakukan secara cepat.
Kebijakan fiskal dalam membantu importasi vaksin Covid-19 mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 188/PMK.04/ 2020. Dua aturan ini mengatur pemberian fasilitas kepabeanan dan atau cukai serta perpajakan atas impor pengadaan vaksin dalam rangka penanganan pandemi Covid-19.
Pada kedatangan vaksin Sinovac yang pertama ke Indonesia Desember lalu, Kemenkeu memberikan fasilitas pembebasan bea masuk atau cukai. Selain itu, impor vaksin tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Pertambahan Penjualan Barang Mewah, serta pembebasan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan fasilitas fiskal dari importasi vaksin Covid-19 saat kedatangan 1,2 juta vaksin Sinovac, Desember lalu, bernilai Rp 50,95 miliar. Rinciannya, pembebasan bea masuk Rp 14,56 miliar dan pembebasan pajak dalam rangka impor Rp 36,39 miliar.
Bentuk kemudahan lainnya ialah mempercepat perjalanan vaksin keluar dari pabean atau cukai. Proses dari mulai pemberitahuan impor barang sampai dengan pengeluaran barang dipercepat dari yang selama ini maksimal tiga hari.
Sebelum vaksin siap disuntikkan kepada masyarakat, sejumlah kondisi juga mesti dipersiapkan dalam proses distribusi. Hal itu terkait dengan penyediaan alat pendukung pemberian vaksin secara medis, tempat penyimpanan vaksin, alat pemantau suhu vaksin, dan sebagainya. Kementerian Kesehatan dalam informasi di laman Kemenkeu disebutkan telah membelanjakan Rp 467,45 miliar untuk keperluan semua alat dan fasilitas pendukung yang dibutuhkan.
Anggaran meningkat
Dalam APBN 2021, alokasi anggaran untuk PEN khususnya bidang kesehatan meningkat sekitar 70 persen karena adanya program vaksinasi. Dalam perkembangannya nanti, besaran alokasi anggaran dalam bidang-bidang PEN akan berubah untuk mengakomodasi kebutuhan sesuai kondisi terkini.
Total anggaran belanja negara dalam APBN 2021 sedikit meningkat dibandingkan dengan APBN 2020, yaitu menjadi Rp 2.750 triliun dari sebelumnya Rp 2.739,2 triliun. Anggaran belanja untuk kementerian atau lembaga (K/L) meningkat paling besar, yakni mencapai 23,4 persen, sementara anggaran untuk non-K/L turun 19 persen.
Penanganan Covid-19, khususnya pelaksanaan vaksinasi, membutuhkan keterlibatan dan koordinasi dari banyak K/L, antara lain Kemenkeu, Kemenkes, Kemensos, BPOM, hingga TNI/Polri. Hal ini bisa menjelaskan mengapa anggaran K/L meningkat.
Selain membutuhkan biaya yang besar, penanganan pandemi Covid-19 memerlukan kecepatan penanganan. Namun, yang terpenting ialah efektivitas vaksin yang digunakan untuk membentuk kekebalan terhadap paparan virus penyebab SARS-CoV-2. Hal penting lainnya tentu terkait dengan kepatuhan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan di mana pun berada.