Dua Sektor Pulihkan Ekonomi Triwulan Ketiga
Dua sektor ekonomi yang sempat terpuruk di pertengahan tahun akibat pandemi Covid-19 kini mulai menunjukkan kebangkitannya.
Meski angka pertumbuhan ekonomi nasional masih terkontraksi 3,49 persen, kondisi ekonomi pada triwulan III menunjukkan perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Perbaikan ini terjadi lantaran dua sektor ekonomi memulai pemulihan, membawa perbaikan ekonomi, baik di tingkat nasional maupun daerah.
Angka pertumbuhan quartal to quartal (q to q) tumbuh positif hingga 5,07 persen. Ini sebuah prestasi yang baik mengingat angka q to q pada triwulan II sempat terpuruk hingga minus 4,19 persen.
Pertumbuhan ini digerakkan sektor transportasi dan pergudangan yang bergerak naik 24,3 persen dibandingkan triwulan sebelumnya. Juga oleh sektor penyediaan akomodasi dan makan minum dengan angka 14,79 persen.
Seiring dengan penerapan adaptasi kebiasaan baru, dua sektor yang sempat terpuruk tersebut kembali bangkit pada triwulan ketiga ini. Triwulan sebelumnya, dua sektor ini terkontraksi hingga mencapai angka minus.
Saat itu, pembatasan sosial yang mengharuskan masyarakat beraktivitas di rumah masih dilaksanakan. Hal ini memengaruhi semua sektor ekonomi. Namun, saat keran pembatasan sosial dibuka melalui adaptasi kebiasaan baru, perlahan semua sektor tumbuh.
Sektor penyediaan akomodasi dan makanan minuman, menurut BPS, mencakup penyediaan akomodasi penginapan untuk pengunjung serta penyediaan makanan dan minuman untuk konsumsi segera. Lapangan usaha ini merupakan representasi kegiatan wisata.
Selain itu, penyediaan makanan dan minuman juga terkait dengan usaha warung/restoran/kafe untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sektor transportasi dan pergudangan ikut tumbuh saat pembatasan sosial mulai dilonggarkan. Mobilitas antarkota mulai meningkat dan membuat sektor ini bergerak.
Angka ekonomi yang positif ini tak hanya terjadi secara nasional, tapi juga melingkupi perekonomian daerah di 34 provinsi. Laju pertumbuhan ekonomi daerah q to q tumbuh berkisar dari angka 0,83 persen hingga 9,24 persen.
Perekonomian kuartal III tertinggi ini dicapai Provinsi DI Yogyakarta, kemudian disusul DKI Jakarta dan Sulawesi Selatan. Penggerak ekonomi di tiga provinsi tersebut didominasi sektor penyediaan akomodasi dan makanan minuman serta transportasi dan perdagangan.
Ekonomi Yogyakarta
Angka pertumbuhan ekonomi provinsi Yogyakarta pada triwulan III ini mencapai 9,24 persen dan tertinggi dibandingkan 33 provinsi lainnya. Angka ini lonjakan yang tinggi dibandingkan pertumbuhan q to q triwulan II yang sempat minus 6,65 persen.
Angka pertumbuhan ekonomi tahunan DI Yogyakarta masih minus 2,84 persen. Namun, selama tiga bulan terakhir ini, kegiatan ekonomi di Yogyakarta mulai bergerak.
Pertumbuhan ekonomi ini didorong oleh sektor penyedia akomodasi dan makanan minuman yang menyumbang 10,22 persen kegiatan ekonomi. Sektor representasi kegiatan pariwisata ini pertumbuhannya juga cukup tinggi, yakni 43,86 persen dibandingkan triwulan sebelumnya.
Sektor pariwisata Yogyakarta mulai bergeliat kembali. Hal ini tak lepas dari peran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang menggelar Gerakan Bersih, Indah, Sehat, dan Aman (BISA), serentak di 13 destinasi di 4 kabupaten DI Yogyakarta pada 19 Juni lalu.
Di antaranya, di obyek wisata Klangon, Kaliurang, dan Watu Purbo di Kabupaten Sleman. Kemudian Gunung Ireng, Watu Payung, dan Gunung Gentong di Kabupaten Gunung Kidul. Selanjutnya, Pantai Trisik, Pantai Glagah, dan Pantai Congot di Kabupaten Kulon Progo, serta Gunung Pengger, Puncak Becici, Bukit Lintang Sewu, dan Pinus Asri di Kabupaten Bantul.
Kegiatan ”BISA” ini memberdayakan 600 pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif yang terdampak ekonominya selama pandemi. Kegiatan tersebut di antaranya meliputi pengecatan, penanaman tanaman hias, penyediaan tempat sampah, serta alat kebersihan di destinasi wisata.
Kegiatan ini sebagai awal dibukanya kembali sektor pariwisata yang menerapkan adaptasi kebiasaan baru dengan protokol kesehatan yang ketat. Perlahan, sektor wisata di Yogya bangkit kembali yang ditandai dengan peningkatan tingkat hunian kamar dan jumlah tamu yang menginap yang cenderung naik mulai Juli hingga Oktober.
Catatan BPS DI Yogyakarta, tingkat hunian kamar pada Juli tercatat 27,83 persen. Selanjutnya Oktober mulai naik menjadi 45,22 persen. Jumlah tamu yang menginap di hotel berbintang pun terus bertambah. Tak hanya tamu Indonesia, tapi juga asing. Adanya tamu asing juga menunjukkan adanya pergerakan wisatawan mancanegara ke Yogyakarta.
Bergeraknya sektor akomodasi juga memberi efek berganda pada berkembangnya restoran/kafe. Sebelum dibukanya sektor pariwisata, penyediaan makanan dan minuman hanya melayani konsumsi makanan sehari-hari warga Yogyakarta.
Sektor pariwisata yang bergerak juga ikut membuat sektor transportasi bertumbuh 23,17 persen setelah triwulan II, terpuruk di angka 29,27 persen. Aktivitas jasa angkutan kereta, darat, udara, dan jasa penunjang angkutan, termasuk biro/agen perjalalanan wisata juga mulai menunjukkan geliatnya.
Salah satu indikatornya adalah meningkatnya jumlah penumpang transportasi udara di Bandara Adisutjipto dan Yogyakarta International Airport. Bulan juli ada 48.278 penumpang yang datang ke Yogyakarta dan pada Oktober meningkat menjadi 68.067 penumpang.
Ekonomi Jakarta
Geliat ekonomi Ibu Kota ditandai dengan pelaksanaan PSBB transisi pada awal Juni. Aktivitas perdagangan, perkantoran, tempat hiburan, restoran/kafe taman dan wisata yang tadinya ditutup, mulai dibuka meski adanya batasan penerapan protokol kesehatan.
Diantaranya, membatasi jumlah pengunjung dan jam operasional, rutin menyemprotkan desinfektan, menyediakan tempat mencuci tangan, mengharuskan pengunjung dan karyawan menggunakan masker, hingga larangan untuk makan di tempat bagi usaha tempat makan.
Kegiatan penyediaan makanan dan minuman yang terlebih dulu bergerak setelah diberlakukan PSBB transisi. Konsumsi makan dan minum warga Jakarta sehari-hari yang menggerakkan sektor ini. Saat PSBB ketat kembali diberlakukan pada 14 September, lapangan usaha ini juga tetap tumbuh dengan dibukanya layanan take away makanan-minuman yang bisa dinikmati di rumah.
Setelah pintu pembatasan sosial mulai dibuka, sektor pariwisata mulai bergerak. Tak hanya wisatawan yang bergerak mengunjungi obyek wisata. Namun, dari sisi meeting, incentive, convention, and exhibition (MICE) juga kembali tumbuh, meski baru dari sisi pertemuan yang dibuka karena ada pembatasan jumlah orang yang berkumpul.
Hal tersebut tecermin dari tingkat hunian kamar yang cenderung meningkat setelah pemberlakuan PSBB transisi. Bulan Juni, saat masih ada PSBB, tingkat hunian kamar hanya 26,47 persen. Bulan Oktober naik menjadi 44,83 persen.
Jumlah wisatawan asing juga mulai naik pasca-pelonggaran PSBB. Sebagai gambaran, Juni hanya ada 924 kunjungan wisman. Oktober melonjak menjadi 10.529 orang. Fenomena inilah yang membuat sektor penyediaan akomodasi dan makanan minuman Jakarta tumbuh hingga 29,29 persen.
November lalu Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi DKI Jakarta mulai menyalurkan dana hibah dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Hibah pariwisata adalah dana bantuan yang disalurkan bagi pemda dan industri pariwisata agar dapat meningkatkan kualitas protokol kesehatan. Hal inilah yang akan membuat sektor wisata dari penyediaan akomodasi bisa bertahan di masa pandemi.
Selanjutnya sektor lain yang juga bergerak pasca-PSBB transisi adalah transportasi dan pergudangan. Sektor ini pada triwulan III tumbuh hingga 25,29 persen setelah triwulan sebelumnya terkontraksi hingga 26,86 persen.
Saat ada pembatasan sosial, sebenarnya transportasi perlahan mulai bergerak sebagai imbas dari layanan take away makanan. Jasa ojek daring dimanfaatkan untuk mengantarkan makanan dari restoran/kafe ke rumah warga Jakarta.
Selain itu, aktivitas transportasi semakin bergerak saat orang diperbolehkan bermobilitas dari kota satu ke kota lain. Jumlah penumpang angkutan darat, udara, dan laut mulai meningkat meski angkanya tidak bisa seperti sebelum pandemi. Sebagian besar masyarakat memilih menggunakan transportasi pribadi karena khawatir terpapar covid.
Ekonomi Sulawesi Selatan
Sama seperti DI Yogyakarta dan Jakarta, ekonomi Sulawesi Selatan ini juga tumbuh positif hingga 8,18 persen. Padahal triwulan II, sempat terkontraksi hingga 0,41 persen.
Sedikit berbeda dengan DI Yogyakarta dan DKI Jakarta, penggerak ekonomi Sulsel pada periode ini adalah sektor transportasi dan pergudangan. Sektor ini tumbuh cukup tinggi hingga hampir 60 persen. Padahal periode sebelumnya pertumbuhannya anjlok hingga 51,84 persen.
Sektor transportasi di Sulsel mulai bergerak setelah penerapan adaptasi kebiasaan baru di bulan Juni. Hal ini ditandai dengan peningkatan yang signifikan dari jumlah penumpang yang datang dan berangkat melalui Bandara Hasanuddin.
Sebulan setelah pembatasan sosial dilonggarkan, jumlah penumpang meningkat empat kali lipat. Padahal bulan Juni, hanya sekitar 80.000 penumpang. Bulan berikutnya terus naik, hingga Oktober, dari catatan BPS menjadi 543.348 penumpang.
Hal ini karena Bandara Hasanuddin merupakan bandara transit utama. Beberapa penerbangan ke wilayah Indonesia timur, seperti Papua, Maluku, dan Sulawesi lainnya, akan transit dulu di Bandara Hasanuddin.
Peningkatan juga terjadi di angkutan laut. Dari 5.104 penumpang pada Juni, kemudian meningkat hampir dua kali lipat di Juli. Selanjutnya, jumlah penumpang trus naik hingga di Oktober mencapai 18.879 orang.
Dibukanya jalur penerbangan, memicu berkembangnya sektor lain, yakni penyediaan akomodasi dan makanan minuman. Sektor ini tumbuh 34,74 persen setelah sebelumnya terkontraksi hingga 27,84 persen.
Namun, tak hanya itu. Nurdin Halid, Gubernur Sulawesi Selatan, menggagas Program ”Wisata Duta Covid19”. Program tersebut memanfaatkan enam hotel di Makassar sebagai tempat isolasi pasien Covid tanpa gejala. Tujuannya agar penderita Covid-19 tersebut lebih nyaman dan tidak merasa dikucilkan. Selain itu juga menekan timbulnya kluster keluarga.
Program yang dilaksanakan sejak Mei tersebut awalnya hanya dilaksanakan di Makassar. Namun, selanjutnya menjangkau wilayah lainnya, yakni Kota Palopo, Kota Parepare, Kab Wajo, dan Kab Bantaeng.
Program Wisata Duta Covid19 tersebut tak hanya menekan jumlah penderita Covid19. Namun juga menggerakkan sektor ekonomi lainnya, dari sektor perhotelan, hingga makanan dan minuman yang melayani kebutuhan sehari-hari pasien covid yang dikarantina.
Ekonomi Indonesia di masa pandemi ini memang belum pulih seperti sediakala. Namun setelah penerapan adaptasi kebiasaan baru, perekonomian di triwulan III ini mulai tumbuh secara nasional dan daerah.
Secara umum sektor penyediaan akomodasi dan makanan minuman serta transportasi dan pergudangan menjadi penggerak utama perekonomian. Di sisi lain, bukan hanya peran pemerintah pusat yang mulai membuka pembatasan sosial, melainkan juga kreativitas pemerintah daerah, seperti Sulawesi Selatan, untuk ikut membangkitkan kembali perekonomian daerah. (LITBANG KOMPAS)