Dalam 15 tahun terakhir, PKS mampu mempertahankan dominasinya di pemilihan gubernur Sumatera Barat. Modal besar bagi PKS menjadikan provinsi ini sebagai basis politiknya di kontestasi Pemilu 2024.
Oleh
Dedy Afrianto
·6 menit baca
Untuk ketiga kalinya dalam 15 tahun terakhir, kader PKS kembali meraih suara terbanyak dalam pemilihan gubernur di Sumatera Barat. Kantong-kantong suara yang dikuasai tidak banyak mengalami perubahan dibandingkan Pilkada 2015. PKS membuktikan masih memiliki taring di tengah kuatnya dominasi Gerindra yang pada Pemilu 2019 menguasai lebih dari dua pertiga daerah di Sumatera Barat.
Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Barat telah menetapkan hasil perolehan suara dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur pada 20 Desember 2020. Melalui rapat pleno terbuka, pasangan Mahyeldi Ansharullah-Audy Joinaldy yang diusung oleh PKS dan PPP unggul dibandingkan tiga kontestan lainnya dengan raihan 32,4 persen suara.
Perolehan suara Mahyeldi-Audy unggul cukup tipis dengan selisih 2,1 persen suara dibandingkan pasangan petahana Nasrul Abit-Indra Catri. Kontestan yang diusung oleh Partai Gerindra ini memperoleh 30,3 persen suara.
Perolehan suara yang cukup besar juga diraih oleh pasangan Mulyadi-Ali Mukhni yang diusung oleh Demokrat dan PAN. Duet antara anggota DPR dan Bupati Padang Pariaman dua periode ini berhasil memikat 27,4 persen suara pemilih.
Sementara Fakhrizal, Kapolda Sumatera Barat periode 2017-2019, yang berpasangan dengan Wali Kota Pariaman Genius Umar hanya meraup 9,9 persen suara. Dukungan dari Golkar, Nasdem, dan PKB belum cukup menjadi motor penggerak untuk menyaingi raihan suara pasangan calon lainnya.
Kemenangan pasangan Mahyeldi-Audy sekaligus menjadi pengukuhan dominasi kader PKS. Sejak Pilkada 2010, calon dari PKS selalu berhasil memenangkan kontestasi dalam ajang pemilihan gubernur di Sumatera Barat.
Jejak dominasi PKS mulai terlihat sejak Pilkada 2005. Saat itu, Irwan Prayitno yang merupakan kader PKS berhasil meraup 24,5 persen suara. Berpasangan dengan Ikasuma Hamid dengan dukungan dari PKS dan PBR, Irwan berhasil mencuri perhatian masyarakat Sumatera Barat dan meraih posisi kedua dari lima pasangan calon.
PKS semakin mendominasi dalam Pilkada 2010 saat pasangan Irwan Prayitno-Muslim Kasim berhasil mengungguli empat kontestan lainnya dalam perebutan kursi sebagai gubernur dan wakil gubernur. Bermodalkan dukungan dari PKS, Hanura, dan PBR, pasangan ini meraup 32,4 persen suara.
Raihan suara dari Irwan Prayitno pada tahun 2010 meningkat dibandingkan pilkada lima tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa basis pemilih dari PKS semakin bertambah dalam kurun waktu lima tahun pertama sejak pemilihan kepala daerah secara langsung dilakukan.
Kemenangan serupa juga kembali diraih oleh Irwan Prayitno dalam pemilihan gubernur tahun 2015 saat berpasangan dengan Nasrul Abit. Bermodalkan dukungan dari PKS dan Gerindra, pasangan ini berhasil meraih 58,6 persen suara.
Jika melihat pola koalisi yang dijajaki oleh PKS dalam mengusung calon gubernur sejak 2010, partai pendamping selalu berubah pada setiap pilkada. Meski begitu, calon yang diusung oleh PKS selalu berhasil memenangkan kontestasi. Ini mengindikasikan kuatnya loyalitas pemilih kepada partai dan calon yang diusung oleh PKS dalam pilkada.
Kemenangan kader PKS dalam pemilihan gubernur di Sumatera Barat tahun 2020 juga mengulang kisah kalahnya petahana pada Pilkada 2010 saat berhadapan dengan pasangan nonpetahana. Saat itu, pasangan Irwan Prayitno-Muslim Kasim sukses mengalahkan pasangan Marlis Rahman-Aristo Munandar.
Marlis Rahman merupakan Wakil Gubernur Sumatera Barat periode 2005-2010. Meski berstatus sebagai petahana, modal ini belum cukup untuk menghadapi masifnya pertumbuhan basis pendukung dari PKS di Sumatera Barat kala itu. Marlis Rahman-Aristo Munandar harus puas menempati posisi kedua dari lima pasangan calon.
Pada Pilkada 2020, kondisi serupa juga dialami oleh Nasrul Abit yang merupakan Wakil Gubernur Sumatera Barat periode 2016-20201. Berstatus sebagai petahana, Nasrul harus puas menempati posisi kedua dari empat pasangan calon.
Kemenangan kader PKS dalam pemilihan gubernur di Sumatera Barat tidak terlepas dari penguasaan kantong-kantong suara di sejumlah daerah. PKS berhasil mempertahankan basis pemilihnya pada lebih dari separuh wilayah di Sumatera Barat.
Berdasarkan catatan KPU, dari 19 kabupaten/kota di Sumatera Barat, pasangan Mahyeldi-Audy unggul di 10 daerah. Kesepuluh daerah ini juga merupakan wilayah kemenangan bagi kader PKS dalam pemilihan gubernur tahun 2015.
Dari sisi raihan suara, kemenangan terbesar berhasil diraih oleh Mahyeldi di Kota Padang. Berdasarkan data dalam sistem informasi rekapitulasi KPU, Mahyeldi berhasil menguasai 152.729 suara atau 48,3 persen dari total 316.525 pemilih.
Kota Padang memang menjadi basis pemilih bagi PKS. Pada pemilihan legislatif lalu, PKS menjadi partai dengan raihan kursi terbanyak kedua setelah Gerindra di DPRD Kota Padang. Partai berlambang bulan sabit kembar ini berhasil menguasai 20 persen dari total 45 kursi yang diperebutkan pada Pemilu 2019.
Sementara dari sisi persentase raihan suara, kemenangan terbesar pasangan Mahyeldi-Audi diraih di Kota Solok. Pasangan ini berhasil menguasai 53,9 persen suara dan jauh mengungguli pasangan Nasrul Abit-Indra Catri yang berada pada posisi kedua dengan raihan suara 19,7 persen.
Kemenangan telak kader PKS dalam pemilihan gubernur di Kota Solok juga terjadi pada Pilkada 2015. Saat itu, Irwan Prayitno berhasil menguasai hampir dua pertiga raihan suara di wilayah ini.
Di balik keunggulan pasangan Mahyeldi-Audy, terdapat tiga kejutan dalam pemilihan gubernur di Sumatera Barat. Kejutan pertama adalah terjadinya perubahan kantong-kantong suara dibandingkan Pemilu 2019.
Dari 10 daerah yang berhasil dimenangkan oleh kader PKS, lima di antaranya adalah daerah yang dikuasai oleh Gerindra pada Pemilu 2019. Kelima daerah itu adalah Kabupaten Solok, Sijunjung, Tanah Datar, Agam, dan Kota Padang.
Perubahan kantong suara ini dapat disebabkan oleh beragam faktor. Salah satunya adalah karakter pemilih yang lebih melihat sosok dibandingkan partai. Selain itu, perubahan loyalitas pemilih kepada partai juga menjadi faktor lainnya.
Kejutan kedua terjadi di Kabupaten Agam. Indra Catri, bupati Agam dua periode yang mencalonkan diri sebagai wakil gubernur, gagal meraih kemenangan di daerah ini. Pasangan Nasrul Abit-Indra Catri hanya meraih 29,1 persen suara di daerah Agam dan menempati posisi ketiga dari empat pasangan calon.
Dari total lima calon yang memiliki latar belakang sebagai bupati atau wali kota, hanya Indra Catri yang gagal menang di daerah yang ia pimpin. Sementara calon lainnya, yakni Mahyeldi (Kota Padang), Nasrul Abit (Pesisir Selatan), Ali Mukhni (Padang Pariaman), dan Genius Umar (Pariaman), unggul di daerahnya masing-masing.
Pada daerah Pesisir Selatan, misalnya, pasangan Nasrul Abit-Indra Catri sukses mendulang hingga 71,5 persen atau 160.898 suara. Pesisir Selatan menjadi lumbung suara dari pasangan ini karena pernah dipimpin oleh Nasrul Abit sebagai bupati selama dua periode sejak tahun 2005 hingga 2015.
Kejutan ketiga adalah minimnya penguasaan suara pada tingkat kabupaten/kota oleh Nasrul Abit-Indra Catri, pasangan calon yang diusung oleh Gerindra. Dari total 19 kabupaten/kota, pasangan ini hanya unggul pada tiga kabupaten/kota atau hanya menguasai 16 persen dari seluruh wilayah. Hasil ini sangat kontras dengan kemenangan Gerindra pada Pemilu 2019 yang mampu menguasai 68 persen wilayah di Sumatera Barat.
Peta penguasaan suara dalam Pilkada 2020 di Sumatera Barat menegaskan bahwa PKS masih memiliki taji dalam ranah eksekutif di tengah bayang-bayang penguasaan Gerindra pada ranah legislatif. Di sisi lain, keberhasilan PKS menguasai kantong-kantong suara dari Gerindra tentu menjadi hal yang menarik untuk dicermati jelang Pemilu 2024 mengingat Sumatera Barat adalah salah satu basis pemilih bagi partai berlambang burung garuda itu. (LITBANG KOMPAS)