Membangun Budaya Kerja Tahan Gempuran Krisis
Bekerja dari rumah merupakan salah satu jenis dari model kerja jarak jauh. Cara ini paling mudah dilakukan di tengah pandemi Covid-19.
Tak semua perusahaan siap menghadapi pandemi Covid-19. Pembatasan sosial memaksa perusahaan dan karyawan harus cepat beradaptasi dengan kondisi normal baru. Cara kerja jarak jauh dan berbasis teknologi digital menjadi strategi bertahan.
Masifnya penularan virus korona baru (SARS-CoV-2) membuat negara-negara memberlakukan karantina wilayah yang berdampak pada penutupan tempat kerja. Perusahaan-perusahaan pun mengurangi jam kerja karyawan.
Laporan Organisasi Buruh Internasional (ILO) pada September 2020 menyebutkan, 94 persen pekerja di dunia tinggal di negara yang memberlakukan ketat kebijakan pembatasan tempat kerja. Jumlah jam kerja yang hilang pada kuartal-III 2020 mencapai 12,1 persen atau setara dengan 345 juta pekerjaan penuh waktu. Kawasan Asia Pasifik menjadi wilayah dengan dampak paling besar dalam kehilangan jam kerja.
Perusahaan tampak kurang mengantisipasi pandemi, yang terlihat dari minimnya strategi respons. Survei Remote Leadership Report yang dilakukan lembaga Terminal Inc di Amerika Serikat menunjukkan, minimnya kesiapan perusahaan dalam menghadapi pandemi.
Dari hasil survei didapati hanya tiga dari 10 perusahaan yang siap dan memiliki strategi khusus dalam menghadapi krisis akibat pandemi. Selain itu, terdapat dua dari 10 perusahaan mengaku hanya bersiap untuk menanti tahun 2020 usai, artinya cenderung bersikap pasif.
Data tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak perusahaan yang
belum siap menghadapi dampak pandemi. Potret kondisi ini menjadi rambu bagi pemimpin perusahaan menyiapkan budaya kerja baru. Menurut laporan The Future of Jobs Report 2020, salah satu langkah yang paling banyak diambil perusahaan untuk menghadapi krisis wabah ialah sistem kerja jarak jauh (remote working).
Cara ini dilakukan oleh hampir seluruh perusahaan. Sebanyak sembilan dari 10 perusahaan membuka kesempatan untuk bekerja dari rumah saat pembatasan aktivitas publik diterapkan dalam masa pandemi.
Bekerja dari rumah merupakan salah satu jenis dari model kerja jarak jauh. Cara ini paling mudah dilakukan di kala pandemi merebak begitu cepat. Temuan riset Terminal Inc menyebutkan, terdapat 40 persen pimpinan perusahaan di AS yang telah memiliki rencana antisipasi ketika Covid-19 sudah merajalela.
Baca juga: Menelisik Dampak Covid-19 terhadap Sektor Pekerjaan
Motivasi perusahaan yang sudah merancang kebijakan kerja jarak jauh tentu bukan dalam rangka menghadapi pandemi saja, melainkan juga bencana non-alam berskala global. Berdasarkan rilis dari Flexjobs, selama lima tahun terakhir, di AS terjadi peningkatan jumlah pekerja jarak jauh sebesar 44 persen.
Apabila dilihat lebih jauh ke belakang, pada periode 2005-2017 terjadi pertumbuhan 159 persen. Data menunjukkan, transformasi budaya kerja tradisional menjadi model jarak jauh terjadi cukup signifikan belakangan ini.
Meningkatnya tren kerja jarak jauh disokong oleh dominasi generasi milenial sebagai angkatan kerja. Budaya bekerja di mana saja dengan jadwal yang fleksibel merupakan ciri khas budaya kerja generasi Y dan Z.
Di tengah krisis ekonomi yang diakibatkan pandemi, efisiensi biaya operasional akan sangat berarti bagi kelangsungan kehidupan perusahaan. Selain itu, dengan menerapkan kerja jarak jauh, risiko pegawai dan keluarganya terpapar Covid-19 dapat ditekan.
Kunci keberhasilan
Hal yang perlu diperhatikan, ada keuntungan dan tantangan yang perlu dipertimbangkan dari perspektif pegawai serta pemberi pekerjaan. Menurut hasil survei The 2020 State of Remote Work, terdapat enam keuntungan serta delapan tantangan yang menjadi konsekuensi kerja jarak jauh.
Keuntungan yang paling banyak didapatkan ialah jadwal kerja yang fleksibel dan dapat diatur sesuai kebutuhan pekerja. Kemudian pada peringkat dua, terdapat aspek keleluasaan dalam memilih tempat untuk bekerja. Keuntungan yang ketiga adalah tidak perlu berkomuter sehingga menghemat waktu, biaya, dan tenaga.
Tiga keunggulan tersebut bermuara pada lebih banyak waktu yang dapat dihabiskan bersama keluarga. Kondisi ini meningkatkan semangat pekerja untuk terus berkarya secara produktif. The New York Times memberitakan bahwa selama bekerja dari rumah di masa pandemi, terjadi peningkatan produktivitas sebesar 15-20 persen.
Namun, peningkatan produktivitas dibayar dengan timbulnya beban pada aspek sosial dan emosional. Dalam survei The 2020 State of Remote Work, terdapat dua dari 10 responden yang mengaku menghadapi kesulitan dalam komunikasi serta membangun kolaborasi dengan teman kerja. Kendala lain yang muncul adalah sulitnya membatasi waktu bekerja sehingga mengalami jam kerja yang lebih panjang.
Perusahaan tentu tidak mengharapkan terjadi penurunan kinerja serta depresi yang dialami oleh karyawannya. Maka, terdapat beberapa faktor kunci yang perlu diperhatikan oleh petinggi perusahaan supaya metode kerja jarak jauh menjadi budaya kerja semakin optimal.
Baca juga: Kerja Fleksibel Semakin Menjadi Pilihan Setelah Korona
Kendala yang paling besar terdapat dalam aspek komunikasi dan interaksi antar-teman kerja. Amir Salihefendic, CEO perusahaan platform bekerja jarak jauh Doist, mengatakan bahwa komunikasi untuk kolaborasi menjadi persoalan utama perusahaan.
Hal ini terjadi sejak perusahaan masih dengan model tradisional atau tatap muka. Artinya, persoalan interaksi ini perlu mendapat perhatian khusus dari petinggi perusahaan.
Hal ini penting mengingat kelancaran komunikasi dalam kerja jarak jauh menentukan suasana hati individu yang akan berdampak pada kinerja. Dengan demikian, dua poin yang perlu diperkuat ialah membangun komunikasi yang baik serta memperhatikan kesehatan kejiwaan karyawan.
Baca juga: ”Burnout” dari Rumah
Pandemi Covid-19 bukan satu-satunya bencana kesehatan yang pernah melanda bumi. Di masa depan, pandemi diprediksi akan lebih sering terjadi. Bill Gates dalam TED Talks pada 2015 menyampaikan, bencana yang paling dikhawatirkan ialah virus yang sangat menular. Hal yang paling dikhawatirkan bukan perang, bukan nuklir, juga bukan rudal.
Karena itu, antisipasi sistem kerja dengan desain model kerja jarak jauh dan teknologi digital menjadi strategi perusahaan untuk dapat menghadapi kemungkinan terjadinya kembali pandemi. (LITBANG KOMPAS)