Hasil Pilkada Kota Metro dan Dekonstruksi Politik
Kemenangan calon perseorangan merupakan gambaran dekonstruksi persaingan politik di Kota Metro, Lampung.
Kejutan terjadi di Pilkada Kota Metro. Pasangan calon independen Wahdi-Qomaru Zaman yang awalnya hadir sebagai kuda hitam keluar sebagai pemenang. Hasil ini menjadi gambaran dekonstruksi persaingan politik di Metro.
Hasil rekapitulasi perhitungan suara Pilkada Kota Metro, Lampung, memberikan kejutan. Pasangan calon nomor urut 01, Wahdi-Qomaru Zaman, mendapat perolehan suara terbanyak dengan 28.294 suara atau 29,08 persen. Kemenangan ini membuka lembaran sejarah baru dalam peta persaingan politik di Metro.
Padahal, pasangan calon Wahdi-Qomaru Zaman tampil sebagai kuda hitam karena maju dari jalur perseorangan. Sebutan kuda hitam ini bukan tanpa alasan sebab pasangan calon ini menghadapi tiga paslon lain yang mendapat sokongan dukungan dari partai-partai politik. Nyatanya, pasangan calon Wahdi-Qomaru Zaman berhasil mendobrak kekuatan partai politik dengan unggul di empat kecamatan dari total lima kecamatan yang ada di Metro.
Selain itu, pada kesempatan pilkada di tahun-tahun sebelumnya, peluang pasangan calon jalur perseorangan sangat kecil untuk memenangkan kontestasi. Tengok saja hasil Pilkada Metro 2015, ada dua pasangan calon perseorangan yang maju dalam kontestasi. Namun, keduanya gagal mendulang dukungan sehingga kalah dalam perolehan jumlah suara dibandingkan tiga pasangan calon lainnya yang dibesut oleh partainya.
Pasangan Wahdi-Qomaru Zaman resmi memasuki arena persaingan Pilkada Metro dengan mendaftarkan diri ke KPU Metro pada 4 September 2020. Dengan mengantongi 11.491 dukungan awal, mereka maju dan dan menjadi satu-satunya pasangan calon independen. Sejak itulah, gerakan kampanye dan sosialisasi gencar dilakukan tim pemenangan pasangan calon ini, misalnya dengan jemput bola dari rumah ke rumah warga.
Latar belakang pasangan ini terbilang menarik. Wahdi memiliki latar pendidikan sebagai magister di bidang pendidikan spesialis kebidanan dan penyakit kandungan. Selama ini Wahdi berprofesi sebagai dokter di Rumah Sakit Ahmad Yani, Metro, sejak 2010 dan memiliki Rumah Sakit Ibu dan Anak Anugerah Medical Center Metro.
Sementara Qomaru Zaman adalah pensiunan pegawai negeri sipil dan mendapat tanda penghormatan Satyalancana Karya Satya. Ia juga pernah menjabat sebagai Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lampung Utara. Bisa dikatakan, dukungan untuk pasangan calon ini cukup banyak diisi oleh pendukung Qomaru Zaman yang sudah mengenalnya lewat dakwah dan kiprahnya di Kementerian Agama.
Dalam masa kampanye yang terbatas karena pandemi, pasangan calon Wahdi-Qomaru Zaman dan timnya aktif memperkenalkan program-program unggulan ke masyarakat. Misalnya, berbekal latar sebagai dokter, Wahdi mengampanyekan program sunat gratis, pengobatan gratis, hingga pemeriksaan kesehatan gratis. Program-program kesehatan ini rasanya tepat karena isu kesehatan menjadi hal yang penting disorot mengingat ancaman pandemi yang masih ada saat ini.
Begitu juga dengan Qomaru Zaman yang aktif safari politik ke pondok-pondok pesantren dan merangkul basis dukungan. Misalnya, pada 24 November 2020, ia mencanangkan program mentahfizkan 5.000 siswa didik tiap tahunnya dalam temu wicara di kediaman Ustaz Supri Yosomulyo. Dukungan dari Muhammadiyah pun mengalir ke pasangan calon ini sebab Qomaru Zaman adalah putra tokoh Muhammadiyah Lampung, yakni Haji Kasiro.
Sudah jelas, usaha pasangan calon dan tim pemenangan di belakangnya patut diapresiasi. Menariknya, mereka dapat memanfaatkan momentum di kala beberapa parpol justru pecah kongsi dalam berkoalisi. Kuda hitam berhasil melesat di saat kuda lainnya sibuk memilih jalur pacuan.
Dekonstruksi
Kemenangan pasangan calon Wahdi-Qomaru Zaman mencatatkan sejarah baru karena menjadi paslon perseorangan pertama yang menang dalam kontestasi pilkada serentak di Lampung. Selain itu, hasil ini menjadi pelajaran berharga bagi partai-partai politik. Kemungkinannya dua, antara para kader parpol yang kurang bekerja keras dan pecahnya kongsi di antara parpol dalam pilkada kali ini.
Kembali ke Pilkada Kota Metro pada 2015, koalisi parpol besar terlihat solid kala itu. Akan tetapi, pada Pilkada 2020 terjadi dekonstruksi peta persaingan antara parpol, khususnya PDI-P, PAN, dan Partai Nasdem.
Ketiganya semula berada di satu gerbong koalisi da sepakat mengusung pasangan calon Pairin-Djohan Hasilnya, pasangan calon ini kokoh di puncak dengan perolehan 33.499 suara (39,47 persen). Di Pilkada 2020, ketiganya pecah kongsi dan berpencar ke tiga pasangan calon atau tidak lagi berkoalisi satu sama lain.
Di nomor urut 02 diisi oleh Ahmad Mufti Salim dan Saleh Chandra Pahlawan. Partai Nasdem memilih berkoalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera untuk menyokong pasangan calon ini. Kedua partai ini memberikan sumbangan dukungan tujuh kursi di legislatif.
Kedua partai ini memberikan kader terbaik mereka. Ahmad Mufti Salim adalah kader PKS yang pada 2019 menjabat sebagai Ketua Fraksi PKS DPRD Lampung. Sementara dari Partai Nasdem, Saleh Chandra Pahlawan merupakan politikus kawakan yang sudah dikenal di Kota Metro. Saat ini, dirinya menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Nasdem Metro sejak 2017.
Kendati maju sebagai kader terbaik dari tiap parpol, pasangan calon Ahmad Mufti Salim dan Saleh Chandra Pahlawan harus menelan pil pahit. Mereka hanya mendapat dukungan 19.158 suara atau 19,69 persen. Perolehan ini membuat mereka tersungkur di posisi paling buncit dibandingkan pasangan calon lainnya.
Di nomor urut 03, dihuni oleh pasangan calon Ampian Bustami dan Rudy Santoso. Keduanya mendapat dukungan penuh dari Partai Golkar, PKB, dan PAN. Total dukungan ada 10 kursi legislatif dan menjadi dukungan terbanyak di antara tiga pasangan calon lainnya.
Bisa jadi, PAN memilih masuk gerbong ini karena dua hal. Pertama, Partai Golkar yang diperkirakan memiliki basis pendukung besar karena keluar sebagai sebagai partai pemenang di Metro dengan perolehan enam kursi pada Pemilu Legislatif 2019. Kedua, faktor ketokohan dari Ampian Bustami yang pernah menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Metro pada 2004.
Pasangan calon ini akhirnya finis di urutan ketiga perolehan suara Pilkada 2020. Mereka berhasil mengumpulkan 22.819 suara atau 23,45 persen. Usaha dan dukungan dari kader dan tiap basis pendukung parpol, khususnya dari Partai Golkar, patut dipertanyakan.
Terakhir, nomor urut 04 dihuni oleh pasangan calon Anna Morinda dan Fritz Akhmad Nuzir. Pasangan calon ini mendapat dukungan parpol terbanyak dari yang lainnya, yakni PDI-P, PPP, Partai Hanura, Partai Gerindra, dan Partai Demokrat, meski akhirnya hanya mendapat total dukungan delapan kursi legislatif. Kali ini, PDI-P menurunkan Anna Morinda yang menjabat sebagai Ketua DPRD Kota Metro periode 2014-2019 dan Ketua DPC PDI-P sejak 2019.
Nyatanya, parpol terbanyak dalam koalisi ini pun bukan jaminan kemenangan bagi pasangan calon Anna-Fritz. Pasangan calon ini mendapat suara terbanyak kedua dengan perolehan 27.022 suara atau 27,77 persen. Pasangan yang kalah tipis dari pasangan calon Wahdi-Qomaru itu hanya unggul di satu kecamatan.
Pecahnya koalisi parpol pemenang Pilkada 2015 jelas membuka celah peluang calon perseorangan Wahdi-Qomaru di pemilihan tahun ini. Sesungguhnya dekonstruksi peta persaingan politik sudah tersaji dalam pilkada kali ini. Proses dekonstruksi ini akan terus bergulir mengingat di awal pilkada ada PDI-P, PAN, dan Partai Nasdem yang sudah berpencar.
Pelajaran
KPU memberikan waktu selama tujuh hari ke depan bagi pasangan calon untuk mengajukan keberatan terhadap hasil rekapitulasi suara. Jika tak ada sengketa, penetapan calon baru akan dilakukan setelah ada putusan dari Mahkamah Konstitusi. Hampir dapat dipastikan paslon jalur independen ini segera melenggang menduduki kursi Wali Kota dan Wakil Wali Kota untuk periode 2020-2024.
Pilkada tahun ini menjadi pelajaran berharga bagi parpol dalam persaingan politik di Metro, mengingat pada 2024 akan diadakan pemilu dan pilkada serentak. Masih ada jeda waktu cukup lama untuk merumuskan ulang, meracik strategi, dan menyiapkan kader yang sungguh memiliki kompetensi serta kredibilitas.
Tentu saja, kemenangan bagi Wahdi-Qomaru Zaman bukanlah akhir, melainkan awal bagi pemerintahan Kota Metro yang baru. Kebijakan wali kota dan wakil wali kota baru ini nantinya harus berorientasi pada warga Metro karena dari dukungan merekalah, pasangan calon ini dapat menempati pucuk pimpinan tersebut. Marwah demokrasi masih tumbuh subur di Metro dan amanah ini perlu terus dijaga hingga akhir masa jabatan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Tantangan Inovasi di ”Bumi Sai Wawai”