Naik Takhta Bupati di Gelanggang Pilgub
Hasil sementara rekapitulasi pilkada tingkat provinsi menunjukkan perolehan suara sejumlah kandidat petahana justru kalah unggul dari penantangnya.
Hasil sementara rekapitulasi pemilihan kepala daerah tingkat provinsi menunjukkan perolehan suara sejumlah kandidat petahana justru kalah unggul dari penantangnya. Mereka yang berhasil meraih suara tinggi tersebut didominasi oleh para kandidat yang berlatar belakang bupati ataupun wali kota.
Memiliki modal sosial, juga kekuatan secara politik, membuat posisi petahana tentulah sangat kuat dalam persaingan pilkada. Keuntungan posisi ini membuat hampir sebagian besar kepala daerah yang sedang menjabat kembali akan ikut berlaga dalam pilkada untuk jabatan periode keduanya.
Tercatat, tujuh dari sembilan pilkada provinsi yang digelar tahun 2020 ini menjadi wilayah pertaruhan bagi para gubernur yang sedang mempertahankan jabatannya. Dua daerah lainnya, yaitu pada Pilkada Sumatera Barat dan Sulawesi Tengah tidak diikuti sosok gubernur petahana karena telah menyelesaikan batas masa jabatan selama dua periode.
Di atas kertas, kepopuleran sosok petahana gubernur tentulah tak diragukan lagi. Bagi banyak partai politik, mengalirkan dukungan kepada sosok kandidat petahana sudah menjadi awal keberhasilan karena memiliki kemungkinan menang yang jauh lebih besar.
Meskipun demikian, dengan segala keunggulannya, petahana gubernur juga tetap harus bertarung menghadapi lawan yang juga tak kalah kuat. Dalam peta pertarungan pemilihan gubernur (pilgub), di luar kandidat petahana yang begitu diperhitungkan, sering kali formasi calon kandidat diisi oleh sosok bupati ataupun wali kota di daerah bersangkutan.
Bupati atau wali kota yang dalam struktur jabatan pemerintahan berada di bawah koordinasi gubernur memang akan menjadi lawan berat bagi petahana. Kedudukannya sebagai pemimpin di daerah tingkat dua membuat modal popularitas dan kekuatan politik yang dibawa tak dapat diragukan lagi.
Bahkan, sering kali basis massa akar rumput yang dimiliki di daerah asal sosok bupati ataupun wali kota ini justru biasanya memiliki loyalitas yang tinggi. Ditambah dengan dukungan secara politik oleh partai, membuat sosok kandidat ini menjadi lawan yang cukup tangguh bagi para petahana.
Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU), dari 24 calon kepala daerah yang maju dalam pemilihan di tingkat provinsi, tak kurang tujuh kandidat gubernur yang merupakan bupati dan wali kota. Daya lawan para calon gubernur berlatar kepala daerah ini pun terbukti begitu kuat dengan raihan suara yang cukup tinggi. Di sejumlah wilayah, bahkan mereka berhasil mengungguli kandidat lain, termasuk petahana.
Hasil rekapitulasi KPU sementara per tanggal 14 Desember 2020, untuk pilkada provinsi menunjukkan bahwa tiga kandidat gubernur petahana kalah unggul suara dibandingkan dengan rivalnya. Para petahana yang kalah suara tersebut terdapat pada Pilkada Provinsi Jambi, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Utara.
Berlatar belakang bupati/wali kota
Di Provinsi Jambi, raihan suara pasangan calon Al Haris dan Abdullah Sani mencapai 38,1 persen dan berhasil mengungguli kandidat petahana gubernur Fachrori Uma dan Syafril Nursal yang hanya memperoleh 24,4 persen suara. Sebelum mencalonkan diri dalam Pilkada Jambi, Alharis adalah bupati aktif Kabupaten Merangin untuk periode jabatan 2018 hingga 2023 nanti.
Tak jauh berbeda, keunggulan raihan suara oleh penantang berlatar belakang bupati yang mematahkan kekuasaan petahana juga terjadi di Kepulauan Riau. Pasangan Ansar Ahmad-Marlin Agustina berhasil merajai perolehan suara sementara dengan total 43,4 persen. Hasil tersebut membuat paslon petahana Isdianto-Suryani harus puas hanya mendapat 34,9 persen suara pemilih.
Sosok Ansar Ahmad bagi masyarakat Kepulauan Riau memang tak asing lagi setelah beliau menjabat Bupati Kabupaten Bintan selama dua periode berturut tahun 2005 hingga 2015. Sebelum maju pada Pilkada Kepulauan Riau, Ansar Ahmad melanjutkan karier politiknya sebagai anggota DPR dan baru terpililh pada Pemilu 2019 lalu dari partai Golkar.
Kondisi sedikit berbeda terjadi pada Pilkada Sumatera Barat dan Sulawesi Tengah. Di kedua wilayah pemilihan ini tak ada calon petahana yang maju ikut pemilihan karena telah menjabat dua periode. Meskipun demikian, kemenangan Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah pada Pilkada Sumatera Barat dan mantan Wali Kota Palu 2005-2015 Rusdy Mastura pada Pilkada Sulawesi Tengah menambah daftar keberhasilan para bupati dan wali kota yang akan naik jabatan menjadi gubernur.
Bagi para bupati ataupun wali kota yang sedang aktif menjabat, kemenangan dalam pilkada tentulah akan mengantarkan mereka untuk menjadi gubernur dan harus meninggalkan jabatan sekalipun belum genap menuntaskan masa jabatan. Di Jambi, misalnya, jika nantinya KPU menetapkan kemenangan bagi calon gubernur Al Haris, yang bersangkutan pun akan melepas jabatan sebagai Bupati Merangin yang masih tersisa masa bakti tiga tahun lagi.
Begitu pun untuk Wali Kota Padang Mahyeldi yang kini unggul dalam perolehan suara Pilkada Sumatera Barat. Jika ditetapkan sebagai pemenang, Mahyeldi harus meninggalkan kursi Wali Kota Padang yang dalam periode kedua ini baru dijabatnya selama setahun.
Kekalahan petahana gubernur juga terjadi pada Pilkada Kalimantan Utara. Di wilayah pemilihan ini, kandidat petahana tak dikalahkan oleh calon gubernur dari latar belakang bupati atau wali kota.
Hasil penghitungan suara sementara Pilkada Kalimantan Utara mendapati kandidat petahana Irianto Lambrie-Irwan Sabri harus mengakui keunggul perolehan suara pasangan Zainal Arifin Paliwang-Yansen TP yang memperoleh 45,6 persen suara. Diketahui, sosok Zainal Arifin Paliwang sebelum masuk dalam bursa Pilkada Kalimantan Utara merupakan jenderal polisi yang pernah mendapuk jabatan Analis Kebijakan Utama Bidang Pidum Bareskrim Polri.
Pemilihan kepala daerah tingkat gubernur sejatinya memang menjadi pertarungan bagi para bupati ataupun wali kota untuk semakin menegaskan eksistensi kekuasaan. Namun, di luar itu, keberhasilan para bupati dan wali kota dalam meraih suara, yang bahkan mengungguli petahana, menjadi bukti ada dinamika yang begitu kompleks yang membentuk penilaian dan pilihan politik masyarakat kepada calon pemimpin daerah.
Kemenangan petahana
Pilgub yang diramaikan oleh banyak sosok-sosok populer dari kalangan kepala daerah, baik petahana gubernur maupun para bupati ataupun wali kota, menjadikan persaingan perebutan suara begitu sengit. Sekalipun harus terseok-seok untuk mempertahankan jabatannya, para petahana di empat wilayah pemilihan terbukti berhasil tetap dapat unggul dalam meraih suara pemilih.
Di Kalimantan Selatan, perolehan suara pasangan petahana Sahbirin Noor dan Muhidin unggul sangat tipis dengan meraih 50,1 persen. Sementara kandidat penantang Denny Indrayana dan Difiriadi berhasil memperoleh dukungan 49,9 persen. Angka selisih yang begitu dekat ini tentulah akan masih sangat dinamis dan memungkinkan munculnya gugatan terhadap keputusan hasil pilkada.
Tak jauh berbeda, persaingan suara yang begitu ketat juga terlihat pada Pilkada Kalimantan Tengah. Meskipun penghitungan sementara menunjukkan petahana Sugianto Sabran unggul atas lawannya, Ben Brahim S Bahat, selisih suara di antara kedua pasangan ini pun sangat sedikit.
Pasangan Sugianto Sabran-Edy Pratowo memperoleh 50,4 persen suara, unggul tipis atas kandidat Ben Brahim S Bahat-Ujang Iskandar yang berhasil mendapat 49,6 persen suara. Diketahui, pada 2013-2018 lalu Ben Brahim S Bahat pernah menjabat Bupati Kapuas.
Selain di Kalimantan, kemenangan juga diraih petahana Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah yang berpasangan dengan Rosjonsyah. Hasil rekapitulasi suara menunjukkan pasangan tersebut unggul atas dua paslon lainnya dengan mengantongi 41,1 persen suara.
Dalam pilgub kali ini, petahana Rohidin menghadapi lawan yang cukup berat, yaitu Wali Kota Bengkulu Helmi Hasan dan mantan Gubernur Bengkulu periode 2005-2010 Agusrin Maryono.
Pemilihan gubernur sejatinya memang menjadi momentum bagi para bupati ataupun wali kota untuk kian menguatkan eksistensi kekuasaannya.
Kemenangan besar bagi petahana justru terlihat pada hasil pilkada untuk Provinsi Sulawesi Utara. Dalam pemilihan kali ini, pasangan petahana Olly Dondokambey dan Steven O E Kandouw berhadapan dengan dua pasangan lainnya yang tak lain adalah bupati di daerah tersebut.
Keduanya adalah Bupati Minahasa Selatan Christiany Eugenia Paruntu dan Bupati Minahasa Utara Vonnie Anneke Panambunan. Hasil penghitungan sementara menempatkan petahana Olly Dondokambey unggul cukup besar atas kedua rivalnya dengan penguasaan suara mencapai 57,4 persen.
Pemilihan gubernur sejatinya memang menjadi momentum bagi para bupati ataupun wali kota untuk kian menguatkan eksistensi kekuasaannya. Namun, lebih dari itu, langkah tersebut semestinya juga tidak hanya sekadar untuk menggenapi hasrat kekuasaan, tetapi juga untuk membawa kepentingan masyarakat daerah yang dipimpin agar berkehidupan lebih baik. (LITBANG KOMPAS)