Pertaruhan Berat Petahana di Pilkada Jember
Dengan segala keunggulan masing-masing, kesempatan untuk memenangi Pilkada Kabupaten Jember begitu terbuka lebar bagi ketiga pasangan calon.
Tiga pasangan kandidat akan berebut suara pemilih dalam Pilkada Jember 2020, termasuk pula bupati petahana yang justru maju dari jalur perseorangan. Ini akan menjadi pertaruhan besar bagi petahana dalam menaklukkan kekuatan partai politik dan kembali memenangi pemilihan.
Majunya petahana bupati Faida dalam Pilkada Jember 2020 tanpa kendaraan partai politik menjadi sejarah dalam perjalanan demokrasi. Ini bukan fenomena yang jamak ditemui dan sangat kecil kemungkinan terjadi di tengah perebutan sosok oleh parpol untuk dicalonkan sebagai kepala daerah.
Dalam pencalonan Pilkada 2015, petahana Faida maju melalui jalur kepartaian. Ketika itu, Faida tampil dengan didampingi tokoh agama Abdul Muqit Arief (Kiai Muqit) dan didukung empat partai besar, yaitu PDI-P, Nasdem, PAN, dan Hanura. Pasangan calon ini berhasil memenangi pilkada dengan meraup suara 525.519 (53,76 persen).
Banyak pihak menilai pencalonan petahana yang pada akhirnya maju melalui jalur independen ini merupakan buntut dari ketidakharmonisan hubungan bupati dengan legislatif daerah selama menjabat. Puncak perseteruan itu terjadi di akhir masa jabatannya tahun lalu ketika DPRD Kabupaten Jember sepakat untuk memakzulkan Faida.
Legislatif Jember telah mengungkapkan sejumlah persoalan menyangkut pengelolaan pemerintahan hingga koordinasi pelaksanaan tugas antara eksekutif dan legislatif di Jember yang begitu buruk. Beberapa langkah perbaikan yang diupayakan pun tak membuahkan hasil sesuai yang diharapkan.
Kesepakatan besar untuk memakzulkan Bupati Faida sebetulnya telah melalui perjalanan cukup panjang. Pemakzulan itu tindak lanjut dari diabaikannya rekomendasi DPRD terkait dengan hak interpelasi dan hak angket kepada Faida.
Keputusan pemakzulan disampaikan dalam rapat paripurna hak penyampaian pendapat DPRD Jember pada Juli 2020. Rapat paripurna yang dihadiri oleh 45 anggota DPRD itu pun tak dihadiri bupati.
Ketika itu, pemakzulan pun disepakati oleh semua fraksi, termasuk partai-partai pendukung Faida dalam Pilkada 2015. Dalam melaksanakan kepemimpinan sebagai kepala daerah, Faida dianggap melanggar sumpah dan janji jabatan serta melanggar sejumlah ketentuan perundang-undangan.
Dalam hal penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, misalnya, sering kali pembahasan dilakukan dengan terlambat dan minim pelibatan legislatif. Tahun 2019, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan RI terhadap APBD Jember berbuah opini tidak menyatakan pendapat (disclaimer). Opini ini biasa diterbitkan akibat adanya ruang lingkup yang dibatasi sehingga auditor sulit memperoleh bukti-bukti pemeriksaan sesuai prosedur.
Kini, proses pemakzulan bupati masih berlangsung. Berkas keputusan pemakzulan itu baru diteruskan ke Mahkamah Agung pada pertengahan November 2020.
Sempat melamar
Perseteruan dengan legislatif yang berujung pada pemakzulan tak menjadi penghalang bagi sang petahana untuk kembali maju di pilkada tahun ini. Tak berharap banyak pada dukungan partai, di pemilihan kali ini Faida maju lewat jalur perseorangan. Dikabarkan sebelumnya Faida juga sempat melamar ke sejumlah parpol. Namun, hingga batas waktu yang ditentukan, ia tak mendapatkan rekomendasi dari satu pun partai.
Faida menggandeng pengusaha muda Dwi Arya Nugraha Oktavianto (Vian) untuk mendampinginya sebagai calon wakil bupati. Saat proses pendaftaran, pasangan ini berhasil mengumpulkan 146.000 lebih surat dukungan yang terverifikasi.
Pasangan calon petahana tersebut akan bertarung menghadapi dua kandidat lainnya yang diusung kubu koalisi partai. Kedua pasangan calon itu ialah duet Hendy Siswanto-Muhammad Balya Firjaun Barlaman dan Abdus Salam-Ifan Ariadna Wijaya.
Pasangan calon Hendy-Firjaun diusung oleh Nasdem, Gerindra, Demokrat, PPP, dan PKS dengan jumlah penguasaan 28 kursi DPRD. Tidak jauh berbeda, kandidat Salam-Ifan didukung enam partai, yaitu PKB, PDI-P, Golkar, Perindo, PAN, dan Berkarya dengan penguasaan 22 kursi DPRD dari koalisi tersebut.
Dilihat dari dukungan politik itu, fraksi-fraksi di legislatif daerah bisa dikatakan terbelah dalam dua blok dukungan yang begitu berimbang. Dua pasangan calon kepala daerah yang maju ini memang akan menjadi lawan berat bagi kubu petahana.
Di sisi lain, modal ketokohan dari petahana juga akan menjadi faktor kuat untuk terus menyokong elektabilitasnya. Panggung Pilkada Jember memang akan menjadi pembuktian bagi kekuatan partai dan pengaruh sosok petahana yang ”berkoalisi” dengan dukungan rakyat itu.
Keberhasilan pasangan petahana dalam mengumpulkan dukungan dengan hasil cukup memuaskan dapat diartikan sebagai bukti awal bahwa pergerakan simpatisan tanpa mesin partai juga tak boleh diremehkan.
Keunggulan dari setiap pasangan tersebut akan membuat persaingan perebutan suara di Jember begitu ketat. Polemik yang terjadi antara petahana dan legislatif yang menjadi perwujudan partai kian memperkuat rivalitas di Pilkada Jember kali ini.
Sosok pengusaha
Selain dinamika petahana dan peta pertarungan, sisi lain yang juga menarik dalam Pilkada Jember kali ini ialah kehadiran sosok pengusaha.
Bermunculannya para pengusaha sebagai calon kepala daerah memang bukan hal baru bagi panggung pemilihan kepala daerah, khususnya di Jember.
Selain kekuatan politik, pilkada selama ini menjadi pertarungan modal untuk membiayai segala keperluan dalam proses pencalonan yang memang tak murah. Meski demikian, tak sedikit pula yang menilai langkah partai mengusung pengusaha tak lain ibarat pelarian dari ketidakmampuan mencetak kader internal yang layak diusung.
Besarnya modal yang berputar dalam pencalonan tergambar dari laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dan laporan penerimaan sumbangan dana kampanye (LPSDK) pasangan calon kepala daerah di Jember.
Sesuai data LHKPN, para kandidat yang berstatus pengusaha berharta miliaran rupiah. Kekayaan tertinggi dimiliki Hendy Siswanto atau biasa disapa Haji Hendy yang mencapai lebih dari Rp 27 miliar. Sementara total kekayaan Abdus Salam dan Faida masing-masing bernilai tak kurang dari Rp 15 miliar.
Baca juga: Sengkarut Jember, demi Apa atau Siapa?
Harta bernilai miliaran rupiah juga dimiliki oleh para kandidat wakil kepala daerah. Calon wakil bupati Ifan mencatatkan kekayaan senilai Rp 10 miliar dan Vian dengan total harta tak kurang dari Rp 4,8 miliar. Sementara Muh Balya Firjaun atau akrab dipanggil Gus Firjaun melaporkan kekayaan senilai Rp 397 juta.
Sejalan dengan harta kekayaan tersebut, besaran dana kampanye pun tercatat cukup tinggi. Sejauh ini, kubu petahana mencatatkan LPSDK paling tinggi dibandingkan dengan pasangan calon lainnya, yaitu senilai lebih dari Rp 1,8 miliar. Pasangan Abdus Salam-Ifan melaporkan LPSDK senilai Rp 345 juta. Sementara Hendy-Firjaun, data terbaru yang tercatat dalam LPSDK oleh KPU per 28 November 2020, masih tertulis nol rupiah.
Seperti diketahui, sebelum maju dalam Pilkada 2015, Faida yang berkarier secara profesional sebagai dokter ini juga pengusaha di Jember. Ia dan keluarga menekuni sejumlah bisnis di sektor kesehatan seperti rumah sakit. Sosok Vian yang mendampingi Faida juga dikenal sebagai pengusaha perkebunan dan kontraktor.
Sementara itu, Haji Hendy seorang wiraswasta di bidang pakaian dan air minum. Haji Hendy didampingi Gus Firjaun yang tak lain kiai dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU), sekaligus pengasuh pondok pesantren di Jember.
Baca juga: Alarm Dari Pertokoan Jompo di Jember
Adapun Abdus Salam seorang pengusaha properti yang telah membangun sejumlah perumahan di wilayah Jember. Abdus Salam meminang mantan jurnalis televisi nasional Ifan Ariadna Wijaya untuk mendampinginya sebagai calon wakil bupati.
Peta kekuatan tiga kandidat kepala daerah Jember memang telah menunjukkan indikasi persaingan sengit. Dengan segala keunggulannya, kesempatan untuk memenangi pemilihan begitu terbuka lebar bagi ketiga pasangan calon. Meskipun begitu, suara warga tetap yang akan menjadi penentu siapa sosok yang layak memimpin Jember. (Litbang Kompas)