Tingginya hambatan penyebaran vaksin menjadikan Indonesia tidak bisa sepenuhnya bergantung pada vaksin untuk memulihkan ekonomi.
Oleh
Wirdatul Aini
·4 menit baca
Kehadiran vaksin memberikan harapan pemulihan ekonomi di tengah pandemi Covid-19. Namun, potensi hambatan penyebaran vaksin membuat Indonesia tak bisa sepenuhnya bergantung pada vaksin untuk memulihkan ekonomi.
Harapan pemulihan ekonomi global muncul setelah beberapa perusahaan obat besar melaporkan tahap akhir pengembangan vaksin Covid-19. Setelah Pfizer dan Moderna, produsen obat AstraZeneca melaporkan bahwa vaksin Covid-19 yang dikembangkan bersama Universitas Oxford menunjukkan efektivitas vaksin lebih dari 90 persen.
Sentimen positif dari pengembangan vaksin tecermin di berbagai indikator ekonomi, seperti penguatan indeks saham, harga minyak, dan mata uang. Pada pasar saham, bursa saham global dalam satu bulan terakhir merespons positif kabar vaksin. Lonjakan pada awal pekan lalu dipicu oleh kabar terbaru vaksin AstraZeneca yang sudah masuk uji klinis fase III.
Dow Jones Industrial (DJI) ditutup pada 29.591,27 poin atau 1,12 persen lebih tinggi. Tren yang sama terjadi pada perdagangan S&P 500 yang ditutup pada 3.577,59 poin atau naik 0,56 persen. Nasdaq Composite naik 0,22 persen menjadi 11.880,63. Demikian juga bursa di Indonesia yang menutup perdagangan dengan kenaikan 1,46 persen menjadi 5.652,76.
Apresiasi juga terjadi pada pasar komoditas. Harga minyak pada awal pekan lalu menguat didukung optimisme pemulihan permintaan minyak pascakabar uji coba vaksin. Selain itu, sentimen positif ini juga didorong oleh ekspektasi bahwa anggota OPEC+ akan membatasi produksi.
Nilai tukar rupiah ikut terimbas. Berdasarkan data BI, kurs mata uang rupiah (JISDOR) menguat atau terapresiasi sejak awal November 2020. Rupiah menempati posisi terkuatnya pada 10 November 2020 sebesar Rp 14.015 per dollar AS setelah sempat menyentuh level tertingginya pada 2 April 2020 sebesar Rp 16.741 per dollar AS.
Data tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan dan akses vaksin sangat diperlukan untuk penanganan Covid-19 serta mendukung pemulihan ekonomi. Tak hanya bagi Indonesia, tetapi juga seluruh dunia. Tanpa
vaksin, pandemi akan terus berlangsung dan menekan perekonomian.
Indonesia berupaya memperkuat kerja sama multilateral dengan sejumlah mitra untuk memenuhi kebutuhan vaksin. Indonesia juga menjalin kerja sama dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) serta Aliansi Global Vaksin dan Imunisasi (GAVI), selain menyampaikan minat bergabung dalam akses global vaksin Covid-19 (Covax) dan koalisi inovasi persiapan epidemi (CEPI).
Ekonomi pandemi
Konsumsi rumah tangga pada pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II dan III 2020 menyumbang minus 2,96 persen dan minus 2,17 persen. Adapun investasi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II dan III 2020 menyumbang minus 2,73 persen dan minus 2,11 persen.
Kontraksi konsumsi rumah tangga ini disebabkan populasi kelas menengah dan atas yang menahan belanja akibat tingginya kasus Covid-19 dan penerapan pembatasan sosial. Padahal, populasi tersebut menyumbang porsi belanja 82 persen terhadap total konsumsi masyarakat.
Karena itu, pemerintah perlu segera melaksanakan program vaksinasi untuk memulihkan ekonomi. Vaksin dibutuhkan guna menjamin rasa aman dan keselamatan masyarakat. Tanpa rasa aman, ekonomi sulit berputar.
Moody’s Investor melaporkan, ada beberapa negara yang mendapat kontrak untuk ratusan juta dosis vaksin. Indonesia berada di urutan ke-6 dalam daftar negara dengan kontrak vaksin terbanyak setelah AS, Uni Eropa, India, Covax, dan Inggris.
Namun, apabila vaksin sudah tersedia, Indonesia diperkirakan akan menghadapi persoalan terkait distribusi vaksin di dalam negeri. Pendistribusian vaksin akan memakan waktu, biaya, dan sumber daya manusia.
Hambatan pelaksanaan program dapat berupa birokrasi, koordinasi, infrastruktur, dan geografi. Hambatan pada pendistribusian PEN ini menjadi gambaran lamanya waktu yang dibutuhkan agar vaksin Covid-19 dapat tersebar di seluruh penjuru Indonesia.
Jika dalam jangka pendek pendistribusian fokus kepada 25 juta orang, dibutuhkan sekitar 68.000 vaksin per hari dalam waktu 365 hari. Artinya, dibutuhkan sumber daya yang tak kecil untuk melakukan penyuntikan sepanjang tahun agar memenuhi target.
Selain itu, lamanya persiapan sosial juga perlu diperhitungkan untuk mengakselerasi proses vaksinasi. Persiapan sosial dapat berupa kampanye atau sosialisasi untuk mencegah kesalahpahaman informasi mengenai persiapan, perkembangan, dan pelaksanaan vaksin yang ada masyarakat.
Kepastian waktu dan gambaran skenario distribusi vaksin yang belum diketahui ini akan memengaruhi kepercayaan di dunia usaha serta konsumen. Perbedaan skenario distribusi vaksin akan berimbas pada sejumlah konsekuensi biaya.
Jika pengendalian Covid-19 berjalan lambat, hal itu dapat memicu gelombang baru lonjakan kasus Covid-19. Lonjakan ini bisa membuat kondisi ekonomi Indonesia bergejolak kembali. Tantangan pemulihan ekonomi akan berlanjut hingga tahun depan. Salah satunya tingkat pengangguran.
Data Kementerian Ketenagakerjaan dan BPS menunjukkan total pengangguran per Agustus 2020 mencapai 9,7 juta orang. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menambahkan ada 6 juta pegawai yang sudah dirumahkan. Penyebaran vaksin yang terlambat akan menambah beban pekerjaan rumah pemerintah dalam memulihkan perekonomian.
Tingginya hambatan penyebaran vaksin menjadikan Indonesia tidak bisa sepenuhnya bergantung pada vaksin untuk memulihkan ekonomi. Indonesia perlu mencontoh beberapa negara yang sudah berhasil, seperti China dan Vietnam, dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebelum adanya vaksin.