Seandainya Vaksin Covid-19 Belum Selesai Dikembangkan
Keberhasilan pengembangan vaksin tidak bisa dijadikan alasan untuk melonggarkan kewaspadaan terhadap ancaman infeksi Covid-19.
Kemajuan pengembangan calon vaksin Covid-19 membuat banyak negara sudah menantikan kehadirannya. Sesudah uji klinis tahap ketiga, masih ada tahapan berikutnya, seperti pengajuan lisensi dan proses produksi yang membuat calon vaksin ini belum tentu segera dapat dipasarkan. Keselamatan publik merupakan faktor utama dalam setiap tahapan pengembangan vaksin.
Upaya mengendalikan pandemi Covid-19 menemui titik terang setelah perkembangan penelitian vaksin dinilai signifikan. Hingga 12 November 2020, 11 calon vaksin telah masuk uji klinis fase ketiga. Bahkan, dua di antaranya sudah klaim efektivitas lebih dari 90 persen.
Banyak orang menantikan kehadiran vaksin virus korona. Bahkan, negara-negara membuat perencanaan penanganan pandemi menggunakan patokan vaksinisasi yang diperkirakan akan mulai pada awal 2021. Namun, kemajuan pengembangan tersebut belum menjamin ketersediaan vaksin secara tepat waktu.
Di atas kertas, uji klinis fase ketiga merupakan tahap akhir pengujian vaksin. Namun, uji klinis fase ini belum dapat dipastikan kapan selesainya. Setiap calon vaksin memiliki masa uji yang berbeda-beda.
Uji klinis tahap ketiga calon vaksin Moderna sudah dimulai 27 Juli 2020 dengan melibatkan 30.000 sukarelawan di 89 lokasi di seluruh Amerika Serikat. Pada 17 September 2020, Moderna mulai membagikan evaluasinya untuk menentukan apakah vaksin mereka aman dan efektif.
Johnson & Johnson juga sudah menguji calon vaksin kepada 60.000 sukarelawan dalam uji coba tahap akhir sejak 22 September 2020 di AS, Brasil, dan Meksiko. Demikian pula dengan AstraZeenca yang juga melakukan uji tahap akhir mulai 31 Agustus 2020 kepada 30.000 orang di AS, Inggris, Brasil, dan Afrika Selatan.
Sekalipun sudah memasuki fase uji klinis tahap ketiga, calon vaksin ini nantinya masih harus mendapatkan persetujuan sebelum diproduksi. Persetujuan ini merupakan salah satu filter menjaga keselamatan publik dari dampak vaksin. Bahkan, persetujuan tersebut juga dapat dicabut jika dalam pengawasan setelah diedarkan massal ditemukan bahaya bagi masyarakat.
Harian The New York Times melaporkan, AstraZeneca menghentikan uji coba vaksinnya setelah seorang sukarelawan didiagnosis mengalami gejala peradangan pada tulang belakang (myelitis transversal) pada 6 September 2020.
Lebih kurang satu pekan kemudian, AstraZeneca kembali melanjutkan uji coba setelah mendapatkan persetujuan dari Otoritas Kesehatan Obat Inggris. Namun, hingga 1 Oktober 2020, Badan Pengawas Obat dan Makanan AS masih menyelidiki dampak serius calon vaksin AstraZeneca tersebut dengan memperluas kajian dari uji klinis-uji klinis sebelumnya.
Faktor keselamatan
Ditangguhkannya uji klinis calon vaksin AstraZeneca menunjukkan keamanan vaksin dan keselamatan publik merupakan faktor utama dalam upaya pengembangan vaksin virus korona. WHO mengingatkan dua hal dalam pengembangan vaksin dan juga obat Covid-19, yaitu mengikuti prosedur kesehatan dan mengutamakan jaminan keselamatan. Munculnya kendala dalam pengembangan vaksin juga memberikan peringatan, apa yang akan terjadi seandainya vaksin Covid-19 belum tuntas dikembangkan?
Belum selesai dikembangkannya vaksin sampai hari ini atau hingga tahun depan membuat setiap individu harus siap hidup berdampingan dengan virus korona baru (SARS-CoV-2) hingga waktu yang belum ditentukan. Ini artinya, penerapan protokol kesehatan, seperti memakai masker, cuci tangan dengan sabun, dan menerapkan jaga jarak/menghindari kerumuman, harus terus dilakukan setiap orang.
Selain itu, proses isolasi dan karantina wilayah menjadi kebiasaan baru di banyak wilayah yang dapat dilakukan secara mendadak apabila ada lonjakan kasus. Selain isolasi dan karantina wilayah, tindakan 3T, yaitu tracing, tracking, dan treatment, harus dilakukan secara rutin oleh pemerintah.
Sementara untuk sisi industri dan perdagangan, pengawasan akan terus dilakukan. Apabila terjadi lonjakan kasus, maka sektor usaha tersebut harus siap ditutup untuk sementara. Terakhir, setiap negara harus dengan cepat meningkatkan sistem layanan kesehatan, mulai dari kapasitas kamar tidur untuk pasien Covid-19, peralatan medis untuk kasus infeksi virus korona, hingga ketersediaan obat-obatan.
Sangat penting semua orang di berbagai belahan bumi mana pun mampu mempertahankan diri dari virus korona sebagai ancaman berkelanjutan, serta mampu menjalani kehidupan sosial dan aktivitas ekonomi dengan virus di tengah-tengah mereka.
Saat ini banyak ahli tengah mengembangkan vaksin. Meskipun dalam satuan waktu masih sangat tentatif, tetapi mempertimbangkan karakteri virus yang tidak bermutasi dengan cepat, seperti HIV dan malaria, vaksin SARS-CoV-2 diperkirakan akan berhasil dibuat.
Keberadaan vaksin mampu mencegah penularan wabah penyakit sebab merangsang sistem kekebalan tubuh manusia untuk melawan patogen. Pada dasarnya, bahan pembuat vaksin serupa dengan virus atau bakteri penyebab penyakit.
Berdasarkan data WHO, saat ini ada 212 calon vaksin di seluruh dunia. Seluruh calon vaksin terbagi ke dalam empat kelompok fase uji, yaitu uji praklinis, uji klinis pertama, uji klinis kedua, dan uji klinis ketiga. Sekitar 23 persennya telah masuk fase uji klinis.
Perbedaan tahapan uji klinis terletak dari tujuan dan besarnya populasi terlibat. Pada tahap pertama, vaksin diuji coba pada manusia dengan jumlah 10-100 orang dengan tujuan memeriksa keamanan, kekuatan respons kekebalan, dan dosis optimal.
Tahap kedua melibatkan populasi lebih banyak, mencapai 100-1.000 orang. Fokus ujinya terletak pada keamanan dan kekuatan respons kekebalan tubuh. Sementara tahap ketiga harus diujikan pada sedikitnya 10.000 orang dari ragam populasi di bumi.
Apabila dilihat dari fase uji klinis, ada 11 calon yang telah masuk uji klinis ketiga dan disebarkan ke beberapa tempat di dunia untuk pengukuran efektivitas dan efek samping yang ditimbulkan. Tahap ini, calon vaksin harus menunjukkan hasil terhadap efektivitas respons kekebalan dan keamanan pada populasi beragam yang lebih besar.
Setidaknya ada enam negara yang berhasil membuat vaksin hingga uji klinis ketiga, yaitu China, Inggris, Rusia, Amerika Serikat, Jerman, dan India. Seluruh calon memiliki frekuensi dosis sebanyak dua kali, kecuali vaksin dari CanSino Biological Inc/Beijing Institute of Biotechnology. Jadwal injeksinya pun beragam.
Efikasi dan efektivitas
Proses pengembangan vaksin perlu dipantau secara rutin. Tingkat keberhasilan tiap fase uji klinis menunjukkan vaksin berfungsi sesuai perannya, yaitu meningkatkan respons kekebalan tubuh terhadap patogen dan tahap berikutnya adalah menentukan peluang lisensi dan produksi massal vaksin tersebut.
Tingkat keberhasilan vaksin dapat dinilai dari efikasi dan efektivitasnya. Efikasi merupakan kemampuan suatu vaksin untuk melindungai masyarakat dari penyakit berbahaya. Bisa disajikan dalam bentuk perbandingan rata-rata kasus yang ditemukan di kelompok yang sudah divaksin dengan yang tidak.
Sementara efektivitas vaksin menunjukkan seberapa mampu vaksin tersebut melawan virus atau bakteri. Ukuran efikasi dan efektivitas tentu tidak lepas dari minimnya efek samping pemberian vaksin. Efek samping dapat berupa pusing hingga gejala klinis lainnya.
Perkembangan uji klinis tahap ketiga mulai menunjukkan hasil yang memuaskan. Hingga pertengahan November 2020, dua calon vaksin, yaitu dari perusahaan BioNTech/Fosun Pharma/Pfizer di Amerika Serikat dan Jerman serta perusahaan Moderna/NIAID di Amerika Serikat, menunjukkan efektivitas vaksin lebih dari 90 persen.
Vaksin perusahaan BioNTech/Fosun Pharma/Pfizer menjadi calon pertama yang mengumumkan hasil analisis awal uji klinis ketiga yang menyebutkan lebih dari 90 persen efektif mencegah penyakit karena virus korona. Apabila hasil tersebut stabil hingga akhir uji klinis, maka tingkat perlindungannya akan setara dengan vaksin campak.
Sementara vaksin dari perusahaan Moderna/NIAID adalah calon kedua yang melaporkan bahwa efektivitas vaksinnya mencapai 94,5 persen. Langkah berikutnya dari dua perusahaan tersebut adalah mengajukan lisensi ke Food and Drug Administration Amerika Serikat.
Dalam konteks Indonesia, setiap produk farmasi, termasuk vaksin, harus lolos uji pemeriksaan BPOM. BPOM bertanggung jawab untuk menjamin produk farmasi berkualitas baik, efektif, dan aman sesuai dengan tujuannya.
Secara umum, ukuran keamanan vaksin meliputi enam poin utama, yaitu kualitas vaksin, kejadian pascavaksinasi, penyimpangan dan penanganan vaksin, pemberian vaksin, pembuangan limbah, serta manajemen limbah medis.
Aspek penyimpanan, misalnya, memerlukan infrastruktur kesehatan yang memadai. Calon vaksin buatan Pfizer membutuhkan suhu penyimpanan minus 70 derajat celsius, sedangkan calon vaksin buatan Moderna harus disimpan pada suhu minus 20 derajat celsius.
Jaminan keamanan vaksin juga dilakukan secara global dalam pengawasan WHO. Sebagai upaya pemantauan penggunaan vaksin secara tepat, WHO membuat dokumen Global Vaccine Safety Blueprint Strategy.
Setidaknya ada tiga tujuan utama dokumen tersebut. Pertama, memberikan bantuan asistensi kepada negara berpenghasilan rendah dan sedang agar memiliki kapasitas minimal yang diperlukan dalam kegiatan keamanan vaksin.
Kedua, meningkatkan kemampuan evaluasi keamanan vaksin oleh banyak negara yang memproduksi vaksin. Ketiga, membuat rancangan pembentukan struktur pendukung keamanan vaksin global sehingga semua negara merasakan manfaat dari kerjasama internasional hingga pertukaran informasi.
Vaksin dalam negeri
Langkah Indonesia dalam penanganan pandemi dilakukan dengan membuat vaksin Merah Putih dan menjalin kerja sama bilateral unutk mendapatkan vaksin dari negara atau lembaga lain. Pemerintah juga telah menyiapkan skenario vaksinasi.
Vaksin Merah Putih menjadi satu-satunya vaksin yang dibuat oleh Indonesia. Lembaga riset yang diberikan tanggung jawab untuk mengembangkan calon vaksin tersebut adalah Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, PT Kalbe Farma, dan PT Bio Farma.
Hingga saat ini, pengembangan vaksin tersebut masih berjalan. Apabila sesuai jadwal, maka kuartal kedua tahun 2021 direncanakan masuk uji praklinis. Tahap ini fokus pada penemuan antigen, formulasi vaksin, dan uji terhadap hewan.
Proses uji praklinis akan beberapa dalam beberapa minggu. Rencana uji klinis diperkirakan akan dilakukan pada kuartal ketiga tahun 2021. Apabila semua proses berjalan lancar dan calon vaksin menunjukkan hasil yang baik, maka proses distribusi dimulai pada kuartal pertama tahun 2022.
Sebagai upaya pengadaan vaksin agar mencukupi kebutuhan nasional, Pemerintah Indonesia memiliki dua skenario, yaitu mekanisme kerja sama bilateral dan mencari sumber-sumber vaksin dari lembaga internasional. Target pemerintah ada 102 juta orang yang menjalani vaksinasi hingga akhir 2021.
Setidaknya ada lima kerja sama bilateral yang dilakukan oleh Indonesia. Untuk vaksin dari China, pemerintah bekerja sama dengan Sinovac dan Sinopharm. Pengadaan vaksin juga dilakukan melalui G42 Healthcare Holdings di Uni Emirat Arab, Astra Zeneca di Inggris, dan Genexine-GX-19 di Korea Selatan.
Proses pengadaan vaksin dan vaksinasi telah diatur dalam Perpres No 99/2020. Salah satu poin pentingnya adalah mencari sumber-sumber vaksin dari lembaga internasional. Sementara ini ada dua lembaga, yaitu Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CIPE) dan Global Alliance for Vaccine and Immunization (GAVI).
Skema vaksinasi yang disiapkan pemerintah terpusat dalam enam kelompok masyarakat yang mendapatkan vaksin. Kelompok pertama adalah garda terdepan penanganan Covid-19, seperti dokter dan perawat. Kelompok berikutnya adalah orang dengan kontak erat dengan pasien Covid-19, kemudian petugas layanan publik. Dilanjutkan kelompok masyarakat umum dan aparatur sipil negara.
Harapan terkendalinya pandemi Covid-19 makin menguat setelah makin banyak vaksin mencapai uji klinis ketiga, serta dua dari 11 calon telah menunjukkan efektivitas lebih dari 90 persen. Di sisi lain, keberhasilan pengembangan vaksin tentu tidak bisa dijadikan alasan untuk melonggarkan kewaspadaan terhadap ancaman infeksi Covid-19.
Proses produksi di tengah tingginya permintaan vaksin di seluruh dunia, jalur distribusi, termasuk kemampuan penyimpanan vaksin, menjadi dorongan bagi seluruh masyarakat untuk tetap menjalankan protokol kesehatan. Inilah vaksin sesungguhnya untuk menghadapi pandemi Covid-19, baik sudah tersedia maupun belum rampungnya pengembangan calon vaksin. (LITBANG KOMPAS)