Dominasi Calon Perseorangan di Bukittinggi
Pilkada di Bukittinggi pada 2015 memberikan kejutan dan torehan sejarah bagi percaturan politik di Ranah Minang. Muhammad Ramlan Nurmatias-Irwandi yang maju melalui jalur perseorangan berhasil memenangi pertarungan.
Kemenangan calon perseorangan dalam Pilkada 2015 di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, menunjukkan pergeseran preferensi pemilih di wilayah itu. Kini, eksistensi calon perseorangan diuji oleh kekuatan koalisi partai politik yang memiliki pemilih fanatik.
Pemilihan kepala daerah di Bukittinggi pada 2015 memberikan kejutan dan torehan sejarah bagi percaturan politik di Ranah Minang. Pasangan Muhammad Ramlan Nurmatias-Irwandi yang maju melalui jalur perseorangan berhasil memenangi pertarungan dengan meraih 41,8 persen suara.
Ramlan Nurmatias bukanlah sosok baru dalam peta politik di Bukittinggi. Sebelum terjun dalam panggung politik, ia menjabat sebagai ketua KPU Bukittinggi tahun 2003-2008. Sebagai pengusaha, Ramlan juga aktif di kepengurusan Kamar Dagang dan Industri Bukittinggi.
Pada 2010, Ramlan mengikuti pilkada. Saat itu, ia mencalonkan diri sebagai wali kota Bukittinggi berpasangan dengan Azwar Risman Thaher yang pernah menjabat sekretaris daerah Kabupaten Agam.
Namun, sokongan Golkar dan Gerindra sebagai partai politik (parpol) pengusung belum mampu membawa kemenangan bagi pasangan ini. Mereka harus mengakui keunggulan Ismet Amzis yang saat itu didukung Partai Demokrat. Pada Pemilu 2009, Demokrat menjadi parpol pemenang di Bukittinggi dengan menguasai hampir sepertiga kursi DPRD.
Kondisi sebaliknya terjadi pada tahun 2015. Ramlan yang tidak lagi mendaftar melalui jalur parpol justru berhasil meraup suara dominan. Kemenangan itu cukup mengejutkan mengingat ia berhasil mengalahkan dua poros koalisi yang masing-masing mengusung calon petahana.
Poros pertama adalah pengusung Ismet Amzis, Wali Kota Bukittinggi periode 2010-2015. Meski bermodalkan status sebagai petahana dan didukung koalisi parpol yang menguasai 36 persen kursi di DPRD Bukittinggi, Ismet gagal mengalahkan Ramlan. Saat itu, Ismet diusung oleh Partai Gerindra, Demokrat, dan PDI-P.
Sementara koalisi kedua adalah pendukung Harma Zaldi yang sebelumnya menjabat wakil wali kota Bukittinggi 2010-2015. Koalisi pengusung terdiri dari Golkar dan Nasdem yang menguasai 20 persen kursi di DPRD Bukittinggi.
Selain modal elektoral sebagai petahana, Harma Zaldi saat itu juga didampingi Rahmi Brisma yang pernah menjabat sebagai wakil ketua DPRD Bukittinggi 2004-2009. Artinya, pasangan ini sama-sama mempunyai pengalaman dan basis pendukung yang mestinya dapat menjadi penopang suara di pilkada. Namun, modal itu ternyata belum cukup untuk menandingi dominasi pasangan Ramlan-Irwandi.
Inspirasi
Keberhasilan Ramlan sebagai calon perseorangan dalam Pilkada Bukittinggi 2015 tampaknya menjadi inspirasi bagi sejumlah tokoh lokal. Pada Februari lalu terdapat tiga pasangan yang telah menyerahkan syarat dukungan calon perseorangan ke KPU.
Pertama adalah pasangan Martias Tanjung-Taufik yang menyerahkan 9.827 berkas dukungan. Namun, dalam penetapan hasil rekapitulasi dukungan bakal calon perseorangan pada Juli 2020, pasangan ini dinyatakan gagal memenuhi berkas persyaratan minimal sebesar 8.145 dukungan. Pasalnya, dari seluruh dokumen dukungan yang diberikan, KPU mencatat hanya 854 yang memenuhi persyaratan dalam tahap verifikasi faktual.
Baca juga: Kirab Obor Semarak di Bukittinggi
Pendaftaran melalui jalur perseorangan juga dilakukan Muhammad Fadhli-Yon Afrizal. Pasangan ini juga dinyatakan gagal karena dari 8.991 berkas dukungan yang diberikan, hanya 1.517 dukungan yang dinilai oleh KPU memenuhi syarat.
Jalur perseorangan juga kembali dipilih oleh Ramlan. Saat pendaftaran, ia menyerahkan 21.975 dukungan dan 11.958 di antaranya dinyatakan memenuhi persyaratan. Dukungan ini setara dengan 15,4 persen dari total daftar pemilih di Bukittinggi yang telah ditetapkan oleh KPU.
Kali ini Ramlan berpasangan dengan Syahrizal yang berpengalaman sebagai birokrat. Ia pernah menjabat kepala urusan pemerintahan di kantor camat Baso, Kabupaten Agam. Kariernya terus menanjak hingga menduduki jabatan kepala dinas pertanian dan pangan di Bukittinggi pada 2019.
Loyalitas pendukung
Meski telah memiliki modal kemenangan dan mengantongi sebagian dukungan dari masyarakat, pasangan Ramlan-Syahrizal masih harus berhadapan dengan poros koalisi lainnya.
Poros koalisi pertama dibentuk Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Golkar yang mengusung pasangan Erman Safar-Marfendi. Erman merupakan Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Gerindra di Bukittinggi. Adapun Marfendi pernah menjabat wakil ketua dewan pengurus wilayah PKS Sumatera Barat. Dalam Pilkada 2015, ia juga turut dalam kontestasi sebagai calon wakil wali kota.
Baca juga: Langkah Berat Jalur Perseorangan
Koalisi ini memiliki modal yang cukup kuat berdasarkan basis pemilih parpol. Gerindra, PKS, dan Golkar merupakan partai yang cukup konsisten dalam meraih kursi di DPRD Bukittinggi di tiga pemilu terakhir.
Sebagai partai peraih kursi terbanyak di DPRD Bukittinggi, Gerindra dan PKS bahkan mencatatkan kenaikan raihan suara yang signifikan pada Pemilu 2019. PKS memperoleh kenaikan suara hingga 118 persen, sementara raihan suara Gerindra meningkat hingga 37 persen dibandingkan pemilu lima tahun sebelumnya.
Ketiga parpol pengusung pasangan Erman Safar-Marfendi ini mampu meraup 24.830 suara pada Pemilu 2019. Raihan suara ini setara dengan 32 persen dari total daftar pemilih tetap dalam Pilkada 2020. Artinya, jika koalisi ini mampu mempertahankan loyalitas pemilih, hal itu akan menjadi modal kekuatan dalam Pilkada Bukittinggi.
Poros koalisi selanjutnya terdiri dari Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Amanat Nasional (PAN) yang mengusung pasangan Irwandi-David. Irwandi adalah Wakil Wali Kota Bukittinggi 2016-2021. Sebelum aktif di Bukittinggi saat menjabat ketua dewan pengawas PDAM pada 2013, ia memegang beberapa jabatan strategis di Pemerintah Kota Payakumbuh. Beberapa jabatan pernah ia sandang, seperti kepala dinas pendapatan daerah dan pengelolaan pasar hingga direktur utama PDAM.
Baca juga: Jalur Perseorangan Sekadar Alternatif
Adapun David merupakan aktor dan presenter yang telah lama malang melintang di dunia pertelevisian Tanah Air. Popularitas yang dimiliki Irwandi ataupun David merupakan modal dalam menggaet suara masyarakat Bukittinggi.
Dari sisi penguasaan kursi di DPRD ataupun raihan suara partai dalam Pemilu 2019, koalisi ini memang kalah dari pengusung pasangan Erman Safar-Marfendi. Namun, harapan dukungan masih dapat disandarkan pada basis pemilih PAN.
Dari seluruh parpol yang pernah menduduki DPRD Bukittinggi, PAN adalah satu-satunya parpol yang mampu mempertahankan 12 persen penguasaan kursi di tiga pemilu terakhir. Artinya, PAN mempunyai basis pemilih loyal yang dapat menjadi modal meraup suara dalam pilkada.
Kesempatan
Menilik modal yang dimiliki oleh setiap pasangan, peluang kemenangan masih sangat terbuka bagi semua pasangan. Jejak loyalitas pemilih parpol maupun modal raihan suara yang dimiliki oleh calon perseorangan akan menambah sengit persaingan di Bukittinggi.
Pada sisi lain, kesempatan untuk menggali ceruk suara masih sangat terbuka. KPU mencatat angka partisipasi pemilih di Pilkada Bukittinggi 2015 hanya 58,86 persen. Artinya, terdapat 41,14 persen suara masyarakat yang belum terjaring.
Jika para pemilih yang tidak menggunakan hak mereka pada lima tahun sebelumnya mampu direbut, hal ini menjadi modal sangat besar bagi setiap pasangan untuk memenangi kontestasi. Artinya, mesin politik setiap pasangan perlu bergerak secara masif guna memastikan setiap pemilih menggunakan hak pilihnya pada 9 Desember 2020.
(Litbang Kompas)