Ketertinggalan Kebumen harus menjadi prioritas utama, bukan justru sebaliknya sebagai obyek penyelewengan. Inilah tugas berat yang menanti paslon tunggal di Kebumen jika terpilih dalam pilkada.
Oleh
Albertus Krisna
·5 menit baca
Kabupaten Kebumen dibayangi kasus korupsi oleh para pejabat daerah. Kemunculan pemimpin baru di pilkada pada tahun ini diharapkan membawa perubahan positif berupa daerah yang lebih bersih dari korupsi.
Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, Pilkada Kebumen 2020 hanya diikuti satu pasangan calon bupati dan wakil bupati. Paslon itu adalah Arif Sugiyanto dan Ristawati Purwaningsih yang mendaftar di Komisi Pemilihan Umum Kebumen dengan mendapat dukungan dari total 50 anggota DPRD dari sembilan partai. Tidak ada celah bagi paslon lain untuk mendaftar melalui jalur partai karena semua dukungan sudah diborong Arif-Ristawati.
Bagi warga Kebumen, Jawa Tengah, Arif bukanlah sosok asing. Ia merupakan Wakil Bupati Kebumen 2019-2021.
Ia terpilih melalui Rapat Paripurna DPRD menggantikan posisi Yazid Mahfudz yang naik menjadi Bupati Kebumen. Adapun Ristawati merupakan Wakil Ketua Bidang Perempuan dan Anak DPC PDI-P, serta istri mantan Ketua DPRD Kebumen Cipto Waluyo.
Jauh sebelum KPU membuka pendaftaran, Arif dan Ristawati sudah mendapat rekomendasi dari DPP PDI-P pada 19 Februari 2020. Rekomendasi tahap pertama ini juga diberikan kepada 49 paslon lain untuk maju Pilkada 2020. Pengusungan mereka tidak lepas dari pertimbangan kekuatan PDI-P di setiap daerah, salah satunya Kebumen yang termasuk basis partai tersebut di Jawa Tengah.
Tanpa dukungan partai lain pun, sebenarnya Arif dan Ristawati sudah dapat mendaftarkan diri sebagai paslon di Pilkada Kebumen 2020. Sebanyak 12 kursi DPRD milik Fraksi PDI-P sudah melebihi 20 persen total kursi syarat pencalonan kepala daerah. Hal ini juga yang biasa dilakukan PDI-P di Pilkada Kebumen sebelumnya, kecuali pada Pilkada 2015 yang berkoalisi dengan Partai Hanura.
Namun, pada pilkada kali ini, semua partai di Kebumen merapat ke PDI-P. Partai Golkar mengawalinya dengan mendeklarasikan dukungan pada 12 Juli 2020, kemudian disusul PAN pada 22 Juli. Setelah itu ada Nasdem, PPP, PKB, PKS, Demokrat, dan terakhir Gerindra.
Tandingan
Rekomendasi PDI-P kepada Arif dan Ristawati sebenarnya tidak terlalu dini jika menengok jadwal Pilkada 2020 sebelum diundur menjadi 9 Desember 2020. Hal serupa dapat dilakukan lima partai lain yang telah tergabung dalam Sekretariat Bersama, yaitu PKB, Gerindra, Golkar, PPP, dan PAN. Namun, hingga awal Maret 2020 atau berakhirnya masa pendaftaran, belum ada paslon yang diperkenalkan.
Sejak saat itu, makin santer wacana calon tunggal di Pilkada Kebumen dan membuat sejumlah kelompok masyarakat tak tinggal diam. Salah satunya gerakan Mario Broes, singkatan dari Mari Bersatu Bersama Relawan Eno Syafrudien. Eno ialah anggota DPRD Kebumen periode 2004-2009 dari Fraksi PAN dan putra mantu sulung Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin.
Gerakan deklarasi 23 Maret 2020 itu diinisasi pengusaha muda asal Gombong, Herwin Kunadi. Sebagai inisiator, Herwin berharap dengan hadirnya Eno, masyarakat memiliki alternatif yang dinilai lebih bersih sebagai calon bupati Kebumen. Latar belakang Eno di bidang pendidikan dan sebagai putra kelahiran Jatijajar diharapkan akan lebih mengerti kondisi Kebumen.
Gerakan tersebut berlanjut dengan kunjungan Eno ke sejumlah DPC di Kebumen. Salah satunya ke partai berbasis nahdliyin, yaitu PKB dan PAN, yang saat itu belum mendeklarasikan paslon. Harapannya, dengan total 13 kursi DPRD dari dua partai itu, Eno dapat membongkar bayang-bayang kotak kosong berkat simpati warga Nahdlatul Ulama (NU) di Kebumen.
Namun, harapan tinggal harapan, PPP justru menjadi partai kelima yang mendeklarasikan dukungannya kepada Arif dan Ristawati pada 4 Agustus 2020. Tidak lama berselang disusul PKB sebagai partai pendukung keenam pada 13 Agustus. Sejak saat itu, tersisa 12 kursi DPRD dari PKS, Demokrat, dan Gerindra yang belum menyatakan dukungan.
Kotak kosong di Pilkada Kebumen 2020 menjadi kenyataan ketika Partai Demokrat ikut mendukung Arif dan Ristawati pada 23 Agustus. Hingga tinggal tersisa Gerindra dengan tujuh kursi DPRD yang juga merapat ke paslon itu pada 30 Agustus. Meskipun masih ada peluang paslon perseorangan, kondisi ini belum pernah terjadi di Kebumen, setidaknya dalam tiga pilkada terakhir.
Menyikapi hal itu, gerakan di tengah masyarakat kembali muncul. Salah satunya sukarelawan Kebumen yang membentuk ”Presidium Mas Koko” pada awal Agustus. Melalui gerakan ini, korlap di tingkat kecamatan dan desa menyosialisasikan kotak kosong yang dapat dipilih warga jika tidak cocok dengan visi- misi paslon tunggal.
Munculnya gerakan melawan paslon tunggal bukan tanpa alasan. Kemenangan calon tunggal dapat membuka potensi akomodasi kepentingan politik partai-partai pengusung, seperti pengisian jabatan di dinas hingga proyek-proyek lokal. Dukungan semua fraksi di DPRD juga akan melemahkan kontrol pada setiap kebijakan kepala daerah.
Korupsi pejabat
Korupsi pejabat Kebumen terekam jelas. Dalam operasi tangkap tangan (OTT) Satgas Komisi Pemberantasan Korupsi pada 15 Oktober 2016, sebanyak enam orang diringkus. Mereka, antara lain, tiga anggota DPRD Kebumen serta Sekretaris Daerah Kabupaten Kebumen Adi Pandoyo. Kasus itu berupa dugaan korupsi proyek di Dinas Pendidikan Kebumen.
Dua tahun berselang, Bupati Kebumen 2016-2021 Mohammad Yahya Fuad ditahan KPK pada 19 Februari 2018. Yahya Fuad bersama anggota tim suksesnya, Hojin Anshori, terbukti menerima uang Rp 2,3 miliar dari Komisaris PT Karya Adi Kencana Khayub Mohammad Lutfi. Lutfi juga calon bupati di Pilkada Kebumen 2015.
Tanggal 1 Februari 2019, Ketua DPRD periode 2014- 2019 Kebumen Cipto Waluyo ditahan pula oleh KPK. Bersama Wakil Ketua DPRD Taufik Kurniawan, Cipto dijerat kasus suap dari Yahya Fuad. Cipto mendapat suap Rp 50 juta terkait pengesahan dan pembahasan APBD dan APBD Perubahan Kebumen.
Di tengah kasus korupsi yang melibatkan para pejabat daerah, kondisi kemiskinan di Kebumen memprihatinkan. Hingga 2019, Badan Pusat Statistik mencatat, jumlah penduduk miskin di Kebumen mencapai 16,82 persen. Angka ini berada di posisi paling buncit dari 35 kabupaten dan kota di Provinsi Jawa Tengah yang umumnya memiliki angka kemiskinan sekitar 10 persen.
Kondisi ini, antara lain, disebabkan belum membaiknya kualitas sumber daya manusia (SDM) di Kebumen. Mayoritas angkatan kerja di kabupaten ini (48,5 persen) merupakan lulusan SD ke bawah. Hal ini ironis karena bidang pendidikan justru menjadi sumber lahan korupsi sekda beserta lima tersangka lainnya pada 2016.
Kemunculan satu paslon di pilkada pada tahun ini mau tidak mau menjadi tumpuan warga Kebumen. Di tengah pilihan satu-satunya, harapan besar diletakkan di pundak Arif dan Ristawati.
Ketertinggalan Kebumen harus menjadi prioritas utama, bukan justru sebaliknya sebagai obyek penyelewengan. Inilah tugas berat yang menanti paslon tunggal ini jika terpilih di pilkada.