Masyarakat Kabupaten Ponorogo mengamati berbagai program dan janji para kandidat peserta pilkada di wilayah itu. Semua berharap terjadi peningkatan kesejahteraan warga Kabupaten Ponorogo.
Oleh
Krishna P Panolih
·5 menit baca
Pilkada di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, pada tahun ini, ibarat tanding ulang antara petahana dan penantang lama yang sebelumnya berlaga di pilkada lima tahun silam. Kedua pasangan harus berjuang dengan dukungan partai politik yang semakin cair dibandingkan pilkada sebelumnya.
Pilkada di Kabupaten Ponorogo tahun ini diwarnai kehadiran dua calon bupati yang juga peserta Pilkada 2015 di daerah tersebut, yaitu Sugiri Sancoko dan Ipong Muchlissoni. Dalam Pilkada 2015, Ipong Muchlissoni tampil sebagai calon bupati berpasangan dengan Sujarno.
Saat itu, pasangan Ipong Muchlissoni- Sujarno menang dengan perolehan suara 219.958 (39,37 persen). Adapun Sugiri yang berpasangan dengan Sukirno meraih 205.587 suara (36,80 persen). Ada dua pasangan lain yang perolehan suaranya relatif jauh di bawah kedua pasangan itu.
Saat itu, pilkada di Ponorogo diwarnai penundaan rekapitulasi penghitungan suara karena dugaan praktik politik uang. Akibatnya baru pada awal Januari 2016, KPU menetapkan Ipong Muchlissoni-Sudjarno sebagai pasangan bupati dan wakil terpilih.
Ipong Muchlissoni bisa dibilang kenyang dengan pengalaman politik. Sebelum berkiprah di Ponorogo, ia mengawali kariernya melalui Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Kalimantan Timur sejak tahun 2006. Anggota DPRD Kalimantan Timur (1999-2009) ini lalu bergabung dengan Partai Gerindra. Sempat menjadi calon wali kota Samarinda, Kalimantan Timur, di Pilkada 2010, ia juga mengikuti Pemilihan Gubernur Kalimantan Timur 2013 melalui jalur perseorangan bersama Imdaad Hamid.
Sementara Sugiri Sancoko pernah menjadi anggota DPRD Provinsi Jawa Timur (Jatim). Tahun 2009-2014, ia menjabat Ketua Komisi E DPRD Provinsi Jatim. Setahun berikutnya, ia juga masih menjadi anggota DPRD Provinsi Jatim.
Ketatnya perolehan suara antara Ipong Muchlissoni dan Sugiri di Pilkada 2015 agaknya turut membuat keduanya kembali maju di ajang pilkada kali ini.
Bedanya, kali ini, Sugiri menggandeng Lisdyarita, sosok baru dari kalangan pengusaha. Sementara, Ipong Muchlissoni akan didampingi Bambang Tri Wahono yang berlatar belakang birokrat pemda.
Selama ini, Lisdyarita lebih banyak disibukkan dengan aktivitas bisnis. Namun, sejak tahun lalu, ia menjabat Wakil Kepala Bidang Ekonomi Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDI-P Kabupaten Ponorogo. Sementara Bambang Tri Wahono terakhir menjabat Kepala Badan Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kabupaten Ponorogo.
Pilkada Kabupaten Ponorogo yang kali ini hanya diikuti dua pasangan akan menjadi ajang pembuktian sesungguhnya bagi Ipong Muchlissoni dan Sugiri.
Dukungan parpol
Dari segi dukungan parpol, pilkada di Kabupaten Ponorogo kali ini menunjukkan adanya peralihan dukungan. PKB yang identik dengan Jatim dan pernah berjaya di sejumlah pilkada di provinsi itu mendapat penantang baru, yaitu Nasdem, yang perolehan suaranya di DPRD Kabupaten Ponorogo melonjak dari 1 kursi di Pemilu 2014 menjadi 10 kursi di 2019.
Di sisi lain, pilkada di Kabupaten Ponorogo 2005 hingga 2015 menunjukkan, PKB menang satu kali dan koalisi yang dibangun Golkar menang dua kali. Pada Pilkada 2015 Nasdem dan Gerindra mendukung Sugiri. Namun, kini, kedua parpol itu beralih mendukung Ipong Muchlissoni. Kini, total ada 6 parpol yang mendukung Ipong Muchlissoni dengan penguasaan kursi DPRD mencapai 80 persen.
Sebaliknya, pasangan Sugiri-Lisdyarita diusung koalisi PDI-P, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Hanura, yang total memiliki 20 persen kekuatan politik di DPRD Kabupaten Ponorogo. Namun, dinamisnya peta parpol di daerah itu yang tecermin dari pemenang pemilu membuat pemenang Pilkada 2020 masih sulit dipastikan.
Pemerhati politik dari Universitas Negeri Surabaya, Agus Machfud Fauzi, menyebutkan, peluang petahana bergantung pada sejauhmana dia mampu mengapitalisasi keberhasilan program pemerintah daerah yang selama ini dijalankannya. Sementara bagi penantang akan ditentukan sejauh mana dia mampu menyatukan kekuatan masyarakat yang tidak puas dengan kinerja petahana. ”Peta politik di Ponorogo masih dinamis, suara masyarakat masih berpeluang berubah,” ujar Agus.
Kesejahteraan
Namun di luar persoalan pilkada, isu kesejahteraan menjadi persoalan nyata masyarakat di Kabupaten Ponorogo. Pemimpin di daerah berjuluk ”Bumi Reyog” ini masih dihadapkan pada tantangan perbaikan mutu manusia. Tahun lalu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Ponorogo tercatat 70,56, di bawah Provinsi Jawa Timur (71,50) dan IPM nasional yang tercatat 71,92 tahun lalu.
Sampai saat ini, Kabupaten Ponorogo masuk dalam peringkat ke-4 dalam penempatan pekerja migran Indonesia (PMI) periode 2018-2020. Setiap tahun, rata-rata lebih dari 5.000 lebih warga kabupaten itu berangkat ke luar negeri untuk bekerja dengan menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI). Adapun remitansi (uang transfer dari TKI ke daerah asal) yang sekitar Rp 2 triliun diduga lebih banyak dihabiskan untuk konsumsi daripada peningkatan kapasitas pendidikan atau keterampilan.
Perjuangan TKI dari Ponorogo itu turut membantu menurunkan angka kemiskinan daerah itu. Angka kemiskinan di Ponorogo turun dari 13,6 persen (2015) menjadi 9,38 (2019). Namun besarnya TKI dari Ponorogo tentu bukan kabar yang selalu menggembirakan dari sisi kemanusiaan. Pasalnya, setiap tahun ada TKI dari daerah itu yang meninggal di tempat kerjanya d luar negeri.
Selain meningkatkan kesejahteraan warga, pemimpin Kabupaten Ponorogo juga diharapkan tegas dalam masalah korupsi. Data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) per Maret 2019, sejumlah pejabat pemerintahan di Jatim yang dinilai kurang patuh menyerahkan laporan harta kekayaan (Kompas, 1/3/2019).
Ada delapan kabupaten/kota di Jatim dengan tingkat kepatuhan melaporkan harta kekayaan di bawah 40 persen. Ponorogo menjadi salah satu dari delapan daerah tersebut.
Masyarakat Ponorogo kini mengamati berbagai program dan janji para kandidat peserta pilkada daerah itu. Selain meningkatkan kualitas pendidikan anak usia sekolah, bupati terpilih juga diharapkan meningkatkan kualitas tenaga kerja dan pemerintahan yang lebih bersih. Ujung dari semua harapan itu adalah peningkatan kesejahteraan warga Ponorogo.