Kemajuan teknologi tidak hanya mengubah cara kerja, tapi juga jenis pekerjaan. Covid-19 telah mengakselerasi masa depan pekerjaan.
Oleh
Susanti Agustina S
·5 menit baca
Pandemi yang membawa Indonesia masuk ke dalam resesi mengakibatkan pemutusan hubungan kerja besar-besaran. Kecemasan akan kehilangan pekerjaan di waktu mendatang kian tinggi, apalagi berbagai perubahan besar akan terjadi di dalam ragam jenis pekerjaan akibat akselerasi teknologi yang lebih cepat daripada perkiraan. Kemampuan sumber daya manusia harus ditingkatkan agar mampu masuk dalam berbagai jenis pekerjaan baru.
Indonesia resmi memasuki resesi di kuartal III-2020. Kinerja perekonomian yang membaik, yakni dari kuartal II-2020 yang terkontraksi minus 5,32 persen menjadi minus 3,49 persen di kuartal III, belum mampu mendongkrak situasi untuk berbalik. Resesi pun kian berdampak pada ketenagakerjaan Indonesia.
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyebutkan, sudah lebih dari 6,4 juta tenaga kerja yang dirumahkan dan/atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga Oktober 2020. Adapun tingkat pengangguran terbuka menurut BPS pada Agustus 2020 mencapai 7,07 persen, meningkat 1,84 persen poin dibandingkan dengan Agustus 2019. Penduduk yang bekerja turun sebanyak 0,31 juta orang dibandingkan Agustus 2019 menjadi 128,45 juta orang.
Setidaknya terdapat 29,12 juta orang (14,28 persen) penduduk usia kerja yang terdampak Covid-19 di Indonesia. Pada saat bersamaan, angkatan kerja terus bertambah. Data BPS menunjukkan, jumlah angkatan kerja pada Agustus 2020 mencapai 138,22 juta orang, bertambah 2,36 juta orang dibandingkan Agustus 2019.
Di tengah kondisi tersebut muncul Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang menambah kecemasan pekerja di Indonesia. Sejumlah pasal dalam undang-undang ini dianggap serikat buruh merugikan posisi tawar pekerja.
Salah satu yang menjadi sorotan ialah soal penghapusan skema upah minimum kota/kabupaten (UMK) yang diganti dengan upah minimum provinsi (UMP). Hal ini dinilai dapat bisa membuat upah pekerja lebih rendah. Beberapa ketentuan dalam UU Cipta Kerja ini juga dianggap kontroversial, antara lain, poin pekerja kontrak (perjanjian kerja waktu tertentu/PKWT) dan mekanisme PHK.
Terkait pandemi, kondisi yang penuh ketidakpastian membawa kecemasan tidak saja bagi pekerja di dalam negeri, tetapi juga di seluruh dunia. Survei Ipsos dan World Economic Forum (Forum Ekonomi Dunia) 2020 menunjukkan, lebih dari separuh pekerja dunia takut kehilangan sumber penghidupan mereka dalam setahun ke depan. Survei ini mencatat, ada 54 persen responden khawatir soal potensi kehilangan pekerjaan dalam 12 bulan ke depan.
Pekerja juga dihadapkan pada kecemasan di tengah perubahan besar yang harus dihadapi di dunia kerja. Kondisi pasar tenaga kerja global menuju keseimbangan baru, yang ditandai dengan kehadiran robot dan algoritma. Beragam pekerjaan akan berubah, bahkan hilang dan diganti dengan jenis pekerjaan baru.
Tantangan
Pandemi Covid-19 yang diikuti resesi ekonomi ini memaksa peralihan teknologi lebih cepat daripada yang dibayangkan sebelumnya. Perusahaan-perusahaan dipaksa melakukan beragam strategi demi merespons kondisi mutakhir.
Survei yang dilakukan terhadap perusahaan-perusahaan di Indonesia oleh Forum Ekonomi Dunia menunjukkan beberapa strategi yang paling banyak dipilih, antara lain, menyediakan kesempatan lebih besar untuk bekerja dari jarak jauh (91,7 persen). Ada pula strategi akselerasi digitalisasi proses kerja dengan peralatan digital maupun konferensi video (75 persen), akselerasi automasi pekerjaan (58,3 persen), mengurangi area kerja untuk sementara waktu (41,7 persen), dan akselerasi implementasi peningkatan keterampilan/program mengulang keterampilan (41,7 persen).
Strategi-strategi tersebut menjadi tantangan besar bagi para pekerja. Tuntutan bekerja secara jarak jauh, misalnya, memaksa pekerja untuk berhubungan erat dengan teknologi. Keterampilan dalam menggunakan peralatan teknologi yang dibutuhkan untuk bekerja secara jarak jauh menjadi keharusan.
Kemajuan teknologi tidak hanya mengubah cara kerja, tapi juga jenis pekerjaan. Covid-19 telah mengakselerasi masa depan pekerjaan.
Berdasarkan laporan Forum Ekonomi Dunia (WEF) dalam ”Future of Jobs Report 2020”, otomatisasi dan divisi baru yang membagi tugas antara manusia dan robot akan menggantikan 85 juta jenis pekerjaan dalam lima tahun ke depan. Akibatnya, semakin banyak pekerjaan yang tergantikan oleh teknologi. Namun, banyak pula pekerjaan baru yang muncul akibat perkembangan teknologi.
Selain terjadi perubahan pekerjaan akibat teknologi, pekerjaan yang muncul di waktu mendatang memerlukan keterampilan lebih spesifik. Pekerjaan atau peran yang kian dibutuhkan yang terekam dalam survei WEF terhadap perusahaan-perusahaan di Indonesia, antara lain, analis data (data analyst and scientists), spesialis megadata (big data specialist), serta spesialis AI dan pembelajaran mesin (AI and machine learning specialist). Ada pula insinyur energi terbarukan (renewable energy engineers), spesialis internet of things (internet of things/IoT specialist), dan spesialis transformasi digital (digital transformation specialist).
Kian spesifiknya keterampilan yang dibutuhkan terkait transisi pekerjaan di masa mendatang menjadi tantangan bagi sumber daya manusia (SDM) yang tersedia. Kesiapan SDM menjadi sangat penting untuk memasuki persaingan dalam dunia pekerjaan dengan tantangan yang serba baru. Adaptasi terhadap perubahan dalam dunia yang kian mengandalkan teknologi harus didahului dengan peningkatan keterampilan.
Kesiapan SDM
Survei Future Jobs 2020 yang dilakukan WEF terhadap berbagai perusahaan di Indonesia menunjukkan kreativitas, originalitas, dan inisiatif merupakan aspek yang paling dibutuhkan dalam dunia kerja. Selain itu, pekerja kian dituntut untuk menguasai pemecahan masalah yang kompleks, pembelajaran aktif dan strategi pembelajaran, kecerdasan emosional, pemikiran analitik dan inovasi, serta kepemimpinan dan pengaruh sosial.
Pemilik usaha, pemerintah, dan pembuat kebijakan publik harus fokus pada upaya peningkatan akses dan keterampilan serta memotivasi tenaga kerja untuk adaptif. Dukungan kuat berupa peningkatan keterampilan maupun program pembelajaran ulang bagi tenaga kerja yang sangat berisiko kehilangan peran dalam dunia pekerjaan harus diberikan.
Pendekatan menyeluruh dari pemerintah sangat dibutuhkan untuk menciptakan keterkaitan yang aktif antara penyedia pendidikan, pekerja, dan pengusaha. Kolaborasi di antara sejumlah pihak untuk mendukung tenaga kerja yang ada harus direalisasikan dengan segera, mengingat korban PHK akibat resesi saat pandemi serta angkatan kerja baru terus bertambah. (Litbang Kompas)