Joe Biden dan Bayang-bayang Republikan di Senat AS
Joe Biden dan Partai Demokrat boleh berjaya di pemilu presiden AS. Namun, Partai Repubik masih mendominasi di Senat AS.

Presiden terpilih AS Joe Biden dan Wakil Presiden terpilih Kamala Harris menyampaikan pidato di Wilmington, Delaware, Sabtu (7/11/2020), setelah dinyatakan memenangi pemilu.
Pemilu Amerika Serikat, 3 November 2020 lalu, tidak hanya mempertemukan persaingan Joe Biden dan Donald Trump di ajang pemilihan presiden. Partai Republik yang diperkirakan kalah di pilpres masih akan berjaya di Senat AS.
Selain posisi Presiden AS, terdapat 35 kursi Senat dan 435 kursi DPR yang diperebutkan dalam pemilu AS, 3 November 2020 lalu. Hasil pemilihan hingga 13 November 2020 yang dicatat Reuters, BBC, dan The Guardian memperlihatkan, Partai Republik diperkirakan masih akan menguasai mayoritas kursi Senat AS. Sementara kursi DPR didominasi Partai Demokrat.
Dengan hasil sementara ini, pemerintahan Joe Biden diperkirakan akan mudah mendapatkan dukungan dari DPR AS. Namun, sejumlah kebijakan yang membutuhkan persetujuan Kongres akan menemui tantangan di Senat AS.
Pemilu legislatif merupakan momentum penting meraup dukungan publik bagi parpol di AS. Ini mengingat posisi Kongres dalam sistem ketatanegaraan AS berada di tempat yang sangat strategis. Konstitusi AS memuat kewenangan penuh Kongres, yaitu memberlakukan undang-undang hingga menyatakan perang.
Kewenangan yang strategis mencerminkan kekuasaan di bidang legislatif. Seluruh kekuasaan legislatif dalam pemerintahan dipegang oleh Kongres. Artinya, Kongres adalah satu-satunya bagian dari pemerintahan yang dapat membuat dan mengubah undang-undang. Wewenang lainnya adalah mampu melakukan impeachment atau pemecatan pejabat pemerintah, termasuk presiden.
Kekuatan lain dari Kongres adalah menyetujui pengangkatan presiden, mengumpulkan dan menyediakan uang publik beserta fungsi pengawasan terhadap pengeluaran negara, serta menyetujui perjanjian-perjanjian yang dibuat oleh negara terhadap pihak lain.

Foto yang diambil 31 Desember 2019 ini memperlihatkan Gedung Capitol di Washington DC, Amerika Serikat. Kongres menutup Capitol dan semua gedung kantor DPR dan Senat AS dari publik menyusul pandemi Covid-19.
Dalam kasus kewenangan membuat dan mengubah undang-undang, presiden dapat menggunakan hak veto terhadap RUU tertentu. Akan tetapi, Kongres juga dalam membatalkan hak veto tersebut dengan dua pertiga suara di Senat dan DPR.
Konstitusi AS menyebutkan, komposisi Kongres terdiri atas dua bagian, yaitu Senat dan DPR. Dalam proses keterwakilan negara bagian di dalam pemerintahan, Senat terdiri atas 100 senator—dua orang untuk setiap negara bagian.
Hingga ratifikasi amendemen ke-17 tahun 1913, senator dipilih untuk masa jabatan enam tahun. Batas usia minimalnya adalah 30 tahun dengan status kewarganegaraan setidaknya sembilan tahun dan merupakan penduduk negara bagian yang diwakili. Secara aturan, total sepertiga senator akan diganti tiap dua tahun.
Sementara setiap orang yang bisa diterima sebagai anggota DPR adalah mereka yang berumur 25 tahun ke atas, menjadi penduduk negeri selama tujuh tahun, dan berasal dari begara bagian bersangkutan. Total anggota mencapai 435 orang, terbagi menurut proporsi total penduduk setiap negara bagian.
Melihat posisi strategis Kongres, tidak heran, kontestasi pemilihan umum menjadi pertaruhan bagi partai politik di AS untuk merebut kursi di Kongres. Pemilu Presiden yang bersamaan dengan pemilihan umum anggota Kongres pada 3 November 2020 lalu juga tidak luput dari persaingan tersebut. Kedua parpol besar, Republik dan Demokrat, memperebutkan 435 kursi DPR dan 35 dari 100 kursi Senat AS.

Presiden Amerika Serikat Donald Trump saat menyampaikan pidato kenegaraan tahunan di hadapan Kongres AS, Selasa (6/2/2019).
Jejak perebutan
Kajian data pemilu di AS sejak 1932 hingga 2016 yang dilakukan The American Presidency Project menemukan dua hal menarik. Pertama, tren penambahan kursi partai yang sedang berkuasa di DPR dan Senat. Temuan kedua adalah frekuensi parpol dominan yang kehilangan kursinya di Kongres.
Menggunakan data fluktuasi penambahan dan pengurangan kursi di pemilu presidensial, hasil penelitian menunjukkan, potensi partai yang sedang berkuasa di pemerintahan AS cenderung mampu mempertahankan posisinya meskipun pada beberapa periode mengalami kekalahan telak.
Selama periode 1932 hingga 2016, sudah 12 kali partai Demokrat memimpin. Dalam periode yang sama, saat diadakan pemilihan umum DPR dan Senat, tercatat hanya dua kali Demokrat mengalami penurunan kursi DPR dan nihil di Senat, yaitu tahun 1992 dan 1996, saat Bill Clinton menjabat presiden.
Sementara Partai Republik yang telah memimpin sebanyak 10 kali tercatat mengalami penurunan kursi paling banyak di era Presiden Donald Trump pada 2016. Jumlah DPR turun sebanyak 6 kursi dan Senat berjumlah 2 kursi.
Hasil sementara pemilu tanggal 11 November 2020 lalu menunjukkan fenomena tersebut. Partai pemenang yang memenangi kursi presiden dan wakil presiden, yaitu Partai Demokrat, berhasil merebut kekuasaan di DPR dengan jumlah sementara 218 kursi. Sementara Senat masih dikuasai Republik dengan jumlah 50 kursi. Akan tetapi, di saat yang sama, Republik kehilangan satu kursi di Senat.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat AS, Nancy Pelosi (berdiri di podium), menyampaikan keterangan pers soal pasal dakwaan pemakzulan terhadap Presiden Donald Trump di Capitol Hill, Washington, Selasa (10/12/2019).
Batas kemenangan di DPR adalah parpol mampu memperolah minimal 218 kursi, sementara Senat memiliki jumlah minimal 51 kursi untuk dinyatakan menang. Situasi hingga 13 November 2020 adalah DPR dikuasai Partai Demokrat, sedangkan Senat dikuasai Partai Republik.
Temuan lain juga muncul dari penelusuran data pemilu tersebut. Sepanjang delapan dekade, Partai Republik adalah kubu yang paling sering kehilangan kursi di DPR dan Senat AS. Hilangnya kursi Republik di DPR AS antara lain sebanyak 2 kursi masing-masing di tahun 1956 dan 1988, kemudian 3 kursi tahun 2000, dan 6 kursi pada tahun 2016.
Hal serupa terjadi di Senat. Partai Republik tetap menjadi kubu yang paling sering kehilangan kursi, tercatat lima kali. Pertama kali terjadi tahun 1956 saat Dwight D Eisenhower menjabat, saat itu partai kehilangan satu kursi. Kemudian lanjut tahun 1972 sebanyak 2 kursi, tahun 1984 ada 2 kursi,tahun 2000 mencapai 4 kursi hilang, dan terakhir tahun 2016 sebanyak 2 kursi.
Lain Republik, lain Demokrat. Partai Demokrat mencatat jumlah kehilangan kursi paling sedikit dibandingkan Republik. Beberapa momentum Demokrat memperoleh kemenangan besar adalah pemilu 1932, 1948, dan 2008. Saat pemilu 1932, presiden terpilihnya adalah FD Roosevelt. Saat itu, Demokrat mampu memperoleh tambahan hingga 90 kursi DPR dan 9 kursi Senat AS.
Kemenangan besar selanjutnya terjadi tahun 1948 dengan jumlah kursi bertambah hingga 75 kursi DPR dan 9 kursi Senat. Saat itu, presiden terpilihnya adalah Harry S Truman. Dominasi kuat Demokrat kembali muncul tahun 2008 saat Barack Obama terpilih. Saat itu, kursi Demokrat bertambah 23 kursi di DPR dan 8 kursi di Senat AS.

Meskipun Demokrat mencatat beberapa kemenangan besar, Republik juga memiliki masa kejayaan dengan kemenangan mutlak, yaitu tahun 1980, saat Presiden Ronald Reagan memimpin. Saat itu, Republik mampu memperoleh tambahan 32 kursi di DPR dan 12 kursi di Senat AS.
Pemilu tahun ini, yang bersamaan dengan pemilihan presiden, menunjukkan kontestasi besar di AS. Partai Demokrat mampu membawa Joe Biden sebagai pemenang pemilihan presiden. Dominasi di kursi DPR juga ditunjukkan Demokrat. Namun, untuk kursi Senat, Demokrat masih harus mengakui keunggulan Republik.
Kemenangan Biden di pilpres dan dominasi Demokrat di DPR akan membuat visi dan misi Partai Demokrat akan semakin mendominasi di periode empat tahun mendatang. Setelah pemilihan, saatnya pemerintahan Joe Biden-Kamala Harris menjawab berbagai permasalahan dari belum kondusifnya kasus Covid-19, naiknya angka pengangguran sebagai dampak pandemi, hingga masa depan perang dagang dengan China.
Di sisi lain, keberadaan Republikan di Senat AS menjadi bentuk keseimbangan dalam pemerintahan Joe Biden pada periode empat tahun mendatang. Prinsip checks and balances dalam penyelenggaraan negara sangat penting karena pembatasan wewenang pemerintah adalah jalan buntu terhadap penyalahgunaan kekuasaan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Gaya Komunikasi Presiden AS, dari Telegram hingga Twitter