Persaingan Popularitas dan Jaringan di Kota Pasuruan
Pilkada Kota Pasuruan akan menjadi ujian bagi kedua pasangan dan parpol yang selama ini mendominasi di wilayah Kota Pasuruan. Pilkada juga menguji pengaruh dan mesin politik PKB, PDI-P, serta Partai Golkar.
Oleh
Yohan Wahyu
·6 menit baca
KOMPAS/EDDY HASBY
Dalam foto yang diambil pada 16 Maret 2019, tampak Kali Gembong yang membelah Kota Pasuruan, Jawa Timur. Kali Gombong merupakan urat nadi transportasi pada abad ke-17 hingga abad ke-19.
Pemilihan wali kota dan wakil wali kota Pasuruan tahun ini tak ubahnya sebagai pertarungan antara modal popularitas dan modal jaringan dari kedua pasangan calon. Pilkada ini juga menjadi kelanjutan adu pamor antara Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Partai Golkar. Dari rekam jejak pilkada di wilayah ini, ketiga partai politik itu memainkan peran yang lebih dominan.
Pertarungan antara modal popularitas dan modal jaringan tampak dari kedua pasangan calon yang bertarung tahun ini di Pilkada Kota Pasuruan, Jawa Timur. Untuk modal popularitas banyak ditujukan pada pasangan Saifullah Yusuf-Adi Wibowo yang diusung koalisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Pasangan ini akan banyak bertumpu pada sosok Saifullah Yusuf atau Gus Ipul yang menjadi Wakil Gubernur Jawa Timur selama dua periode (2008-2018). Pada Pilkada Jawa Timur 2018, Gus Ipul gagal merebut kursi gubernur setelah dikalahkan Khofifah Indar Parawansa yang kini menjabat Gubernur Jawa Timur 2018-2023.
Gus Ipul, yang dalam sejarah karier politiknya pernah menjadi Sekjen PKB dan politisi PDI-P, tentu bukan nama asing bagi warga Pasuruan yang notabene salah satu basis dari pemilih nahdliyin. Sebagai kader Nahdlatul Ulama (NU), pengalaman Gus Ipul dalam pemerintahan di Jawa Timur tentu menjadi modal untuk memimpin wilayah ini. Dengan didampingi Adi Wibowo, sosok muda yang juga kader Partai Golkar, pasangan ini yakin akan mampu memenangi kontestasi.
KOMPAS/IWAN SANTOSA
Hotel Darussalam di Pasuruan, Jawa Timur, merupakan bekas milik Keluarga Kapiten China bermarga Kwee yang dibeli Keluarga Thalib tahun 1938.
Keyakinan yang sama dimiliki pasangan Raharto Teno Prasetyo-Mochammad Hasjim Asjari. Sementara Gus Ipul-Adi Wibowo banyak bertumpu pada popularitas Gus Ipul sebagai tokoh NU dan mantan Wakil Gubernur Jawa Timur, pasangan Teno-Hasjim akan bertumpu pada jaringan Teno sebagai wali kota petahana.
Teno dilantik sebagai Wali Kota Pasuruan pada 21 September 2020 untuk melanjutkan sisa jabatan 2016-2021. Mantan Wakil Wali Kota Pasuruan itu menggantikan posisi Setiyono yang dinonaktifkan menjadi Wali Kota Pasuruan seusai ditetapkan sebagai tersangka suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Selain jaringan petahana, Teno-Hasjim didukung jaringan partai politik dan tokoh-tokoh penting di Kota Pasuruan. Sebut saja Aminurokhman. Mantan Wali Kota Pasuruan dua periode ini akan berada dalam barisan pendukung pasangan tersebut. Amin dikenal sebagai tokoh Partai Nasdem di wilayah itu. Hasjim, yang menjadi calon wakil wali kota pendamping Teno, merupakan adik kandung Amin.
Mesin parpol
Kedua pasangan calon juga akan mengandalkan mesin politik parpol pendukung. Menariknya, sejauh ini jaringan mesin parpol di Kota Pasuruan dalam pilkada merekam ada dikotomi antara PDI-P dan PKB. Kedua parpol selama ini cenderung berseberangan di pilkada. Adapun Partai Golkar cenderung lebih dinamis, baik bersama PDI-P maupun PKB.
Saat pilkada langsung pertama pada 2005, PKB dan PDI-P masih berada dalam satu koalisi. Saat itu PKB dan PDI-P bersama Partai Golkar, PNIM, dan PDS mengusung pasangan Aminurokhman-Pudjo Basuki. Pasangan ini adalah petahana yang sudah memimpin Kota Pasuruan di periode pertamanya sebelum era pilkada langsung.
Amin saat itu dikenal sebagai politisi PKB Kota Pasuruan dan Pudjo merupakan Ketua DPC PDI-P Kota Pasuruan. Ibarat kata, kedua sosok ini bagaikan personifikasi dari kedua parpol. Hasilnya, dengan jaringan partai yang dominan (PKB, PDI-P, dan Partai Golkar), pasangan ini memenangi pilkada dengan hampir 60 persen suara.
Di Pilkada Kota Pasuruan 2010, PKB dan PDI-P tak lagi bersama. PKB mengajukan Hasani, Ketua PKB Kota Pasuruan yang sebelumnya menjabat Ketua DPRD Kota Pasuruan di era Aminurrohman menjadi wali kota. PKB kemudian menggandeng Setiyono yang notabene mantan Sekretaris Daerah Kota Pasuruan yang kemudian menjadi ketua Partai Golkar di daerah ini.
Pasangan Hasani-Setiyono akhirnya melaju dengan dukungan koalisi PKB, Partai Golkar, PAN, dan PPP. Dominasi PKB kembali teruji dalam pilkada ini. Pasangan Hasani-Setiyono memenangi pilkada dengan raihan suara mencapai 36 persen.
Sebaliknya, pasangan Wakil Wali Kota Pasuruan petahana yang diusung PDI-P tanpa berkoalisi berada di urutan kedua dengan 30,5 persen suara. Dua pasangan lain, yakni Achmad Anshori-Achmad Sufiyaji, yang diusung PKS dan Hanura, berada di urutan ketiga dengan 25,6 persen suara. Pasangan Riza Eko Prasisty-Teguh Heru Pribadi meraih 7,9 persen suara. Kekalahan pasangan terakhir ini merupakan yang kedua kali setelah juga kalah dalam Pilkada 2005.
Perubahan arah politik terjadi di Pilkada 2015. Pasangan Hasani-Setiyono pecah kongsi. PKB tetap mengajukan Hasani yang berpasangan dengan Mukhamad Yasin yang berkoalisi dengan Hanura, PKS, dan Nasdem.
Adapun Partai Golkar percaya diri untuk berkoalisi dengan PDI-P dan mengajukan ketuanya yang juga Wakil Wali Kota Pasuruan, Setiyono, yang dipasangkan dengan kader muda PDI-P, Raharto Teno Prasetyo. Selain dua pasangan calon ini, ada satu pasangan calon dari jalur perseorangan, yakni Yus Syamsul Hadi Subakir-Agus Wibowo.
Hasilnya, di Pilkada 2015, PKB gagal memenangkan calonnya. Pasangan Setiyono-Teno sukses memenangi pilkada dengan 55,5 persen suara. Pasangan Hasani-Yasin berada di urutan kedua dengan 43,4 persen, sedangkan Yus-Agus mampu meraih 1,1 persen suara.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Warga melihat atap kelas yang ambruk di SDN Gentong, Gadingrejo, Kota Pasuruan, Jawa Timur, 6 November 2019. Insiden itu menyebabkan dua orang meninggal dan sebelas siswa luka-luka.
Pilkada tahun ini akan menjadi pertarungan gengsi, khususnya bagi PKB, PDI-P, dan Partai Golkar. Mereka kembali bertarung untuk menjadi parpol yang layak mendudukkan kader di pemerintahan Kota Pasuruan periode 2021-2026.
Isu kesejahteraan
Pertarungan mesin parpol tak akan bermakna jika program untuk memajukan Kota Pasuruan gagal disampaikan ke pemilih. Untuk itu, kedua pasangan dihadapkan pada isu kesejahteraan yang selama ini menjadi pekerjaan rumah di Kota Pasuruan.
Selama ini potensi Kota Pasuruan belum maksimal didayagunakan. Padahal, Kota Pasuruan memiliki potensi sebagai wilayah transit dari jalur Surabaya ke arah Banyuwangi dan Bali. Kota Pasuruan juga menyimpan potensi perdagangan, khususnya di sektor industri mebel dan kerajinan kayu yang selama ini melekat dengan kota tersebut.
Sayang, potensi itu belum tergali optimal dan belum mampu meningkatkan kesejahteraan bagi warganya. Tidak heran jika kemudian saat debat publik akhir Oktober lalu, kedua pasangan beradu pandangan tentang strategi meningkatkan kesejahteraan melalui peningkatan pelayanan masyarakat.
Pasangan Gus Ipul-Adi Wibowo menyebut pelayanan kesehatan di kota banyak dikeluhkan dan kurang memuaskan. Sebagai calon petahana, Teno menepisnya karena seluruh fasilitas kesehatan, mulai dari puskesmas hingga RSUD, sudah terakreditasi.
Di sisi lain, Teno mendebat Gus Ipul terkait programnya soal Balapan, akronim dari pembukaan lapangan pekerjaan. Teno mempertanyakan sektor yang akan digagas Gus Ipul dalam merealisasikan program itu. Gus Ipul menjawab, salah satunya di sektor pariwisata yang belum dioptimalkan, khususnya wisata religi yang selama ini melekat dengan Pasuruan yang juga dikenal sebagai ”Kota Santri”.
Terlepas perdebatan program dari kedua pasangan, Pilkada Kota Pasuruan tahun ini akan menjadi ujian bagi kedua pasangan dan parpol yang selama ini mendominasi di wilayah Kota Pasuruan. Bagi Gus Ipul, Pilkada 2020 menjadi ujian, apakah popularitasnya mampu mendulang elektoral karena dalam Pilkada Jatim 2018 suaranya hanya terpaut tipis dengan Khofifah. Bagi Teno, tentu ini menjadi uji pengaruh, apakah sebagai petahana, dia juga sudah diterima oleh masyarakat Kota Pasuruan.
Pada akhirnya Pilkada 2020 juga menguji pengaruh dan mesin politik PKB ataupun PDI-P dan juga Partai Golkar. Apakah pilihan kader partai itu di pilkada masih bergantung kepada calon yang diusung partai atau sudah pada kualitas calon? Hasil pilkada mendatang akan menjawabnya.