Enam Negara Bagian yang Menentukan
Hasil sementara penghitungan suara Pilpres 2020 menunjukkan kecenderungan penurunan dukungan elektoral di negara bagian yang mendukung Trump di Pilpres 2016.

Petugas pemilu menghitung surat suara Pilpres AS 2020 di State Farm Arena, Atlanta, Georgia, Rabu (4/11/2020).
Pemilihan Presiden Amerika Serikat diwarnai persaingan ketat antara Donald Trump dan Joe Biden. Penghitungan sementara Pilpres AS yang ditampilkan Reuters, BBC, dan The New York Times hingga 7 November 2020 pukul 09.00 WIB memperlihatkan dukungan elektoral yang diperoleh Biden mencapai 253, sedangkan Trump mendapatkan 214 suara elektoral.
Publik masih menunggu hasil penghitungan Pilpres AS di enam negara bagian lagi, yaitu Arizona, Alaska, Nevada, Georgia, Carolina Utara, dan Pennsylvania. Seperti apa peta penguasaan capres-capres Republik dan Demokrat di sana selama ini?
Salah satu cara untuk melihat kecenderungan dukungan elektoral tersebut adalah menelusuri rekam jejak pemilihan yang dipublikasikan Komisi Pemilihan AS. Hasil pemilihan presiden sepanjang 1972-2016 memperlihatkan kecenderungan dukungan di enam negara bagian tersebut terhadap kandidat presiden. Dari data itu pula, pasang surutnya suara elektoral parpol dapat terlihat.
Melihat hasil pilpres yang pernah berlangsung, empat negara bagian, yaitu Arizona, Alaska, Georgia, dan Carolina Utara, memiliki kecenderungan dukungan ke calon-calon presiden dari Partai Republik. Dari 12 kali pilpres, kandidat Republikan selalu unggul telak dibandingkan capres Demokrat.
Alaska menjadi basis kuat Republik. Dari 12 pilpres sepanjang 1972-2016 kandidat Republikan selalu menang. Artinya, belum ada capres Demokrat yang mendapatkan suara elektoral dari Alaska.

Petugas pemilihan daerah memindai surat suara di wilayah tabulasi di Departemen Pemilihan Clark County, Las Vegas, AS, Rabu (4/11/2020).
Demikian pula wilayah Arizona yang suara elektoralnya lebih banyak diberikan untuk kandidat Republikan. Sebanyak 11 pilpres dimenangkan Republik. Hanya saja berbeda dengan Alaksa yang belum pernah dimenangi Demokrat, di Arizona capres Demokrat pernah sekali menang di sana. Pada Pilpres 1996 Bill Clinton berhasil mengalahkan Bob Dole.
Dua wilayah lain, yaitu Carolina Utara dan Georgia, juga cenderung mendukung kandidat Republik. Sepuluh dari 12 pilpres dimenangkan capres Republik di Carolina Utara. Sementara di Georgia, sembilan pilpres juga dimenangkan Republikan. Melihat peta kemenangan ini, rata-rata frekuensi kemenangan calon Partai Republik di empat negara bagian tersebut minimal mendapatkan 75 persen.
Jejak kemenangan capres Republik di empat wilayah tersebut juga terlihat di Pilpres 2016 saat Donald Trump mengalahkan Hillary Clinton empat tahun lalu. Pada Pilpres 2016, Federal Election Commission mencatat Donald Trump yang berpasangan dengan Mike Pence mampu meraih 62.984.828 suara dan mendapatkan 304 suara elektoral.
Melihat sebarannya, saat itu Trump mendapatkan dukungan di 30 negara bagian. Daerah yang menyumbang kemenangan Trump terbentang dari Alabama, Alaska, Arizona, Arkansas, Florida, Georgia, Idaho, Indiana, Iowa, Kansas, Kentucky, Louisiana, Michigan, Mississippi, Missouri, Montana, hingga Nebraska.
Selain itu, dukungan juga didapat dari wilayah Carolina Utara, Dakota Utara, Ohio, Oklahoma, Pennsylvania, Carolina Selatan, Dakota Selatan, Tennessee, Texas, Utah, Virginia Barat, Wisconsin, dan Wyoming. Dari 30 states yang dimenangkan Trump di Pilpres 2016 tersebut, Pennsylvania juga merupakan negara bagian yang berhasil dimenangkan capres Republikan.

Para pemilih mengisi dan memberikan suara mereka dalam Pemilu AS di tempat pemungutan suara di Bangor, Maine, AS, Rabu (4/11/2020). Setelah jumlah pemilih awal yang memecahkan rekor, warga AS memberikan suara pada hari terakhir untuk memilih presiden petahana Donald Trump atau calon presiden Partai Demokrat, Joe Biden.
Namun, jika melihat peta persaingan sepanjang 1972-2016, Pennsylvania cenderung merupakan wilayah yang cukup dinamis. Dari 12 pemilu, 7 kali dimenangkan kandidat Demokat. Sedangkan capres Republik menang sebanyak 5 kali termasuk Trump pada 2016. Artinya, negara bagian ini dari sisi kuantitas elektoral memiliki kencenderungan mendukung kandidat Demokrat, namun di pilpres terakhir beralih mendukung capres Republikan.
Kondisi sebaliknya terjadi di Nevada. Pada 2016, Hillary Clinton berhasil mencuri kemenangan di negara bagian yang selama ini cenderung mendukung capres Republik. Dari 12 pilpres, kandidat Demokrat baru memenangkan 5 pemilihan, kalah jika dibandingkan capres Republik yang sudah memenangkan 7 kali pemilu di Nevada.
Peta penguasaan wilayah yang diperoleh Trump pada Pilpres 2016 bukan hanya memberikan gambaran pola penguasaan di enam negara bagian di atas, melainkan juga menunjukkan pola dukungan yang sama sejak 1972 kepada capres Republik. Sepanjang 1972-2016, suara elektoral di 30 negara bagian yang didapat Trump juga memiliki kesamaan dengan dukungan kepada kandidat Republikan.
Jika melihat capaian kemenangan Trump di Pilpres 2016, dapat dikatakan bahwa kali ini merupakan capaian elektoral yang terbanyak bagi kandidat Republik. Dibandingkan dengan kemenangan George W Bush di Pilpres 2000 dan Pilpres 2004, suara elektoral yang diperoleh Trump masih lebih besar. Pilpres 2000 yang mempertemukan persaingan ketat antara Bush dan Al Gore dimenangkan Bush dengan 271 suara elektoral di 30 states.
Demikian pula dengan capaian elektoral capres Republik di Pilpres 2004 yang mencapai 298. Di pemilihan lainnya, dukungan elektoral ini semakin menurun seiring kalahnya capres Republikan di Pilpres 2012 (206 elektoral), Pilpres 2008 (173 elektoral), Pilpres 1996 (159 elektoral), dan Pilpres 1992 (168 elektoral).

Fenomena kekalahan kandidat-kandidat tersebut membawa pengaruh pada penurunan wilayah penguasaan Republikan. Peta dukungan Republik tersebut kian menyempit sejak Pilpres 2004. Kecenderungan kuat basis massa yang memilih capres dari Partai Republik tersisa di 21 negara bagian di empat pilpres sepanjang 2004-2016.
Pada pilpres 2004, 2008, 2012, 2016, Republikan menyapu kemenangan di Alabama, Alaska, Arkansas, Georgia, Idaho, Kansas, Kentucky, Louisiana, Mississippi, Missouri, Montana, Nebraska, Dakota Utara, Oklahoma, Carolina Selatan, Dakota Selatan, Tennessee, Texas, Utah, Virginia Barat, dan Wyoming.
Siapa pun capres yang berlaga entah itu George W Bush, John McCain, Mitt Romney, atau Donald Trump selalu unggul di negara-negara bagian tersebut. Di Pilpres 2000, hasil penghitungan sementara yang dilansir dari Reuters, BBC, dan The New York Times menunjukkan Trump masih berhasil mempertahankan dominasi Republikan di negara-negara bagian tersebut.
Selain states yang memiliki pendukung yang dapat dikategorikan sangat kuat tersebut, Republik juga masih memiliki basis kekuatan yang cukup kuat, dalam arti capres Republik mampu menang di tiga dari empat pemilu sejak 2004-2016.
Republikan memiliki dua negara bagian di kategori ini, yaitu Indiana dan Carolina Utara. Di Pilpres 2020, dari hasil penghitungan sementara negara bagian Arizona masuk kategori ini. Suara solid pemilih Republik di Indiana dan Carolina Utara sempat terlepas di dua negara bagian ini saat Barack Obama unggul atas McCain di Pilpres 2008. Adapun dukungan di Arizona berpindah ke Joe Biden pada pilpres tahun ini.
Di luar peta penguasaan Republik tersebut, terdapat lima negara bagian yang mengalami dukungan yang cukup dinamis. Wilayah tersebut adalah Colorado, Florida, Nevada, Ohio, dan Virginia. Namun, dalam periode 2000-2016, dinamika suara elektoral tersebut kurang menguntungkan bagi Republik. Tiga negara bagian, yaitu Colorado, Nevada, dan Virginia, cenderung mendukung capres Demokrat. Demikian pula pada Pilpres 2020 ini, ketiga states tersebut memilih Joe Biden.

Berkurang
Persaingan kandidat Republik dan Demokrat tidak melulu memberikan gambaran dominasi satu partai terhadap partai lainnya. Perjalanan kontestasi juga memberi gambaran keseimbangan kekuatan bagi kedua pertai. Hal ini terlihat dari rekam jejak pilpres dua distrik lain yaitu Florida dan Ohio.
Sepanjang pemilu 2004-2016 dukungan elektoral di dua negara bagian tersebut cukup imbang dalam ke kubu Republik dan Demokrat. Wilayah yang juga dapat dikatakan imbang adalah Michigan, New Mexico, Iowa, dan New Hamshire.
Ini terlihat dari rekam jejak pemilihan dalam rentang 1972-2016 di mana capres Demokrat dan Republik selalu bergantian menang. Hanya saja, dalam empat pilpres terakhir (2000-2016), wilayah Michigan cenderung mendukung capres Demokrat.
Di luar wilayah imbang tersebut, Republik juga harus menemui tantangan berkurangnya basis elektoral di wilayah “ketat” perebutan suara elektoral, yaitu Pennsylvania dan Wisconsin. Ini terjadi karena di Pemilu 2016, dua states tersebut memiliki selisih suara yang sangat kecil, yaitu kurang dari 1 persen.

Warga menonton siaran televisi yang menayangkan proses penghitungan suara dalam pilpres AS di The Abbey Food & Bar, Thursday, Hollywood, California. AS, Kamis (5/11/2020). Biden untuk sementara unggu atas Trump dalam penghitungan suara elektoral.
Dari data ini menunjukkan, delapan wilayah yang selama ini mendukung capres Republik dapat berubah arah dukungan. Hasil penghitungan sementara di Pilpres 2020 hingga 7 November 2020 memperlihatkan hanya empat dari delapan negara bagian tersebut yang masih bisa dipertahankan Republik.
Hitungan sementara menunjukkan dukungan elektoral Negara Bagian Florida, Iowa, dan Ohio mengarah ke Donald Trump. Sementara wilayah Michigan, New Mexico, New Hamshire, dan Wisconsin cenderung memilih Joe Biden.
Jika menilik jejak perebutan tujuh pilpres terakhir, capres Demokrat unggul dibandingkan capres Republikan. Dari tujuh pilpres sejak 1992-2016 di Michigan, Pennsylvania, dan Wisconsin, kandidat Demokrat berhasil menang enam kali.
Adapun Negara Bagian Pennsylvania masih dalam proses dihitung. Dengan selisih suara yang sangat tipis, penghitungan suara menunjukkan Biden mendapatkan 49,5 persen dukungan suara dan Trump mendapat 49,2 persen. Selisih ketat perolehan suara juga terdapat di Negara Bagian Georgia yang selama ini juga menunjukkan kecenderungan memilih kandidat Republikan.

Petugas pemilu Chester County memproses surat suara masuk dan absen untuk pemilu 2020 di West Chester University di West Chester, Pennsylvania, AS, Rabu (4/11/2020).
Tahun ini, kedekatan pemilih di wilayah-wilayah mengambang dengan Biden tergambar dari hasil jajak pendapat yang dilakukan dalam rentang satu tahun menjelang pemilihan. Data berbagai jajak pendapat yang dikumpulkan 270towin dan Real Clear Politics memperlihatkan keunggulan Biden.
Di Michigan, rata-rata dukungan kepada Biden mencapai 49,9 persen, sedangkan Trump mencapai 44,4 persen. Demikian pula di Wisconsin, rata-rata dukungan untuk Biden sebesar 52 persen dan dukungan untuk Trump 42,8 persen. Di Arizona juga menunjukkan tren yang sama. Rata-rata dukungan juga menunjukkan keunggulan Biden dengan 48 persen dibandingkan Trump yang mendapat 45,8 persen.
Hasil sementara Pilpres 2020 menunjukkan kecenderungan penurunan dukungan elektoral dari tiga negara bagian yang mendukung Trump di Pilpres 2016. Penurunan ini mengingatkan akan fenomena tren makin menyempitnya wilayah penguasaan capres Partai Republik sejak 1972.
Padahal, Partai Republik pernah mendulang kejayaan saat pemilihan presiden 1984 dan 1988. Di dua pemilihan tersebut, capres Republikan berjaya mendominasi dukungan elektoral, yaitu Ronald Reagan yang meraih 525 elektoral dan George HW Bush yang mendapat 426 elektoral.
Dinamisnya suara elektoral ini memberikan pesan pentingnya merawat dukungan secara konsisten bukan hanya saat pemilu saja. Calon presiden dan partai politik harus senantiasa menjaga relasi politik dengan konstituen untuk membangun loyalitas yang makin kuat. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Gaya Komunikasi Presiden AS, dari Telegram hingga Twitter