Pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Indramayu ialah masalah korupsi. Dua bupati Indramayu terjerat kasus korupsi.
Oleh
Wirdatul Aini
·5 menit baca
Perebutan kekuasaan pada pemilihan kepala daerah di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, akan dihadapkan pada kekuatan politik kekerabatan di wilayah ini. Dominasi Partai Golkar juga akan menambah tantangan bagi pasangan calon yang menjadi lawan kekuatan politik kekerabatan yang disokong partai politik ini.
Sudah bukan rahasia lagi jika praktik politik lokal di Kabupaten Indramayu mengental pada sosok dari keluarga mantan Bupati Indramayu Irianto MS Syafiuddin atau biasa dikenal dengan nama sapaan Yance (almarhum). Di pilkada tahun ini, Partai Golkar, yang menjadi penyokong utamanya, mengusung putra Yance, yakni Daniel Mutaqien Syafiuddin. Daniel maju sebagai calon bupati berpasangan dengan Ketua Harian Partai Golkar yang kini menjabat Pelaksana Tugas Bupati Indramayu, Taufik Hidayat.
Jika Partai Golkar mengusung sendiri calonnya, di Pilkada Indramayu kali ini PDI Perjuangan berkoalisi dengan Gerindra dan Nasdem mengusung Nina Agustina, putri mantan Kepala Polri Da’i Bachtiar, sebagai calon bupati. Nina didampingi oleh selebritas Lucky Hakim.
Sementara itu, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Hanura mengusung Muhammad Sholihin sebagai calon bupati. Sholihin merupakan Wakil Ketua DPRD Indramayu sekaligus Ketua DPC PKB Kabupaten Indramayu. Sholihin didampingi oleh Ratnawati.
Di jalur perseorangan, Toto Sucartono kembali mencalonkan diri sebagai bupati, didampingi oleh Deis Handika. Toto juga pernah maju pada pilkada tahun 2010 dan 2015. Pencalonan Toto kali ini patut diperhitungkan karena ia pernah meraih 44,05 persen suara pada Pilkada 2015 saat berhadapan dengan Anna Sophanah, istri Yance.
Dominasi Partai Golkar
Selama ini, Indramayu identik dengan lumbung suara Partai Golkar. Sejak Pemilu 2004, Partai Golkar memperoleh kursi mayoritas di daerah ini. Tidak heran jika pada pilkada kali ini Partai Golkar mengusung calon bupati dan wakil bupati tanpa koalisi.
Kejayaan Partai Golkar itu tidak dapat dilepaskan dari sosok Yance yang menjabat Bupati Indramayu periode 2000-2005 dan 2005-2010. Pada Pilkada 2005, Yance berhasil memperoleh 67,52 persen suara. Yance juga pernah menjabat Ketua DPD Partai Golkar Provinsi Jawa Barat.
Setelah Yance mengakhiri jabatannya pada 2010, sang istri melanjutkan tradisi kepemimpinannya di Indramayu. Istri Yance, Anna Sophanah, maju dalam Pilkada 2010 dan memperoleh suara terbanyak. Mengikuti jejak Yance, Anna juga menjabat Bupati Indramayu dalam dua periode, yakni 2010-2015 dan 2015-2020.
Namun, Anna mengundurkan diri di tengah masa pemerintahan periode keduanya. Ia mundur pada November 2018 karena ingin fokus mengurus keluarga. Kursi bupati kemudian digantikan oleh wakilnya, Supendi. Sementara jabatan wakil bupati diisi Taufik Hidayat yang sebelumnya menjabat Ketua DPRD Kabupaten Indramayu. Namun, perjalanan pemerintahan Supendi-Taufik tak berjalan dengan mulus.
Pada Oktober 2019, Supendi ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi karena diduga terlibat suap pengaturan proyek. Ini membuat Taufik lalu ditunjuk sebagai pelaksana tugas bupati dan menjabat hingga sekarang. Pada Pilkada 2020, Taufik dicalonkan sebagai wakil bupati dipaketkan dengan Daniel, anak mantan bupati Yance dan Anna.
Sebagaimana orangtuanya, Daniel adalah kader Partai Golkar. Ia pernah menjadi anggota DPRD Provinsi Jabar 2009-2014 dan menjadi anggota DPR periode 2014-2019. Daniel juga aktif di Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) dan menjadi komisaris utama di PT Cimanuk Cemerlang dan PT Fajar Primaswara.
Di atas kertas, pasangan Daniel-Taufik diuntungkan dengan dukungan Partai Golkar yang memiliki 22 kursi DPRD. Dibandingkan dengan koalisi PDI-P, Gerindra, dan Nasdem ataupun kolaborasi PKB, Demokrat, PKS, dan Hanura, kekuatan mesin politik Partai Golkar masih lebih unggul.
Problem daerah
Selama ini, Indramayu masih terjebak dalam sejumlah permasalahan, baik ekonomi maupun sosial. Daerah dengan luas 2.088,42 kilometer persegi ini merupakan lumbung pertanian padi. Namun, laju pertumbuhan ekonominya berjalan lambat jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Jawa Barat.
Pekerjaan rumah lain yang harus diselesaikan Indramayu adalah masalah korupsi. Korupsi telah menjerat dua bupati Indramayu sebelumnya, yaitu Yance dan Supendi. Saat menjabat Bupati Indramayu, pada 2004, Yance terjerat kasus korupsi pembebasan lahan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) I Sumur Adem.
Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman empat tahun penjara pada 28 April 2016. Yance dinyatakan bebas bersyarat pada September 2018 setelah menjalani hukuman di Lapas II B Indramayu. Sementara itu, Supendi ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 15 Oktober 2019. Supendi diduga terlibat suap pengaturan sejumlah proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Indramayu. Supendi divonis hukuman 4 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp 250 juta subsider 4 bulan kurungan pada Juli 2020.
Korupsi ditengarai jadi salah satu penyebab belum optimalnya pembangunan di Indramayu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, hanya 63,25 persen jalan raya milik pemerintah kabupaten yang berkondisi baik. Sementara 10,28 persen berkondisi rusak dan 7,68 persen berkondisi rusak berat.
Korupsi ditengarai jadi salah satu penyebab belum optimalnya pembangunan di Indramayu.
Selain itu, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indramayu pada 2017 hingga 2019 juga tidak beranjak dari posisi kelima terendah dari seluruh kabupaten/kota di Jabar. IPM di Indramayu pada 2019 adalah 66,97, jauh tertinggal dibandingkan dengan IPM Jabar 72,03.
Laju pertumbuhan ekonomi di Indramayu juga relatif rendah, yaitu sebesar 1,26 persen dan 3,2 persen pada 2018 dan 2019. Sementara laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat pada 2018 dan 2019 sebesar 5,64 persen dan 5,07 persen.
Berbagai kondisi di atas turut memengaruhi jumlah penduduk miskin di Indramayu. Pada 2019, penduduk miskin di kabupaten itu menempati posisi tertinggi kedua di Jawa Barat setelah Kuningan, yakni 11,11 persen.
Program kampanye
Pilkada menjadi momentum bagi masyarakat dalam memilih pemimpinnya. Suara 1,3 juta pemilih di Indramayu yang tersebar di 317 desa akan menentukan arah pembangunan daerah itu ke depan.
Pasangan nomor urut satu, Sholihin-Ratnawati, akan fokus terhadap kesejahteraan masyarakat kelas bawah. Salah satunya, program unggulannya disalurkan melalui tiga kartu. Selain itu, akan mereformasi birokrasi pemerintahan demi melayani kepentingan masyarakat. Sementara itu, pasangan Toto-Deis menyoroti sejumlah masalah seperti pertumbuhan ekonomi, IPM, dan ketersediaan lapangan kerja.
Pasangan Daniel-Taufik akan meneruskan program yang sudah ada dengan penyempurnaan dan perbaikan. Adapun pasangan Nina-Lucky memaparkan visi misi Indramayu dengan jargon bermartabat (bersih, religius, maju, adil, makmur, dan hebat).
Pada akhirnya, pilkada kali ini akan memberi jawab, sampai sejauh mana kandidat yang kelak terpilih sanggup memberikan jawaban atas kualitas kesejahteraan warga daerah itu? Pilkada kali ini juga akan menguji kekuatan politik kekerabatan di kabupaten itu.