Kemudahan membuka rekening bank secara digital ini tentu saja akan meningkatkan inklusi keuangan sekaligus memperluas akses masyarakat ke layanan jasa keuangan.
Oleh
GIANIE
·5 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Nasabah mengantre untuk mendapat pelayanan di Bank Mandiri Cabang Supomo, Tebet, Jakarta, Jumat (30/10/2020).
Langkah paling sederhana untuk mewujudkan inklusi keuangan adalah memiliki rekening tabungan. Rekening tabungan tidak saja bermanfaat untuk keperluan bertransaksi sehari-hari, tetapi juga untuk kebutuhan kegiatan usaha. Di masa pandemi ini, manfaatnya bertambah sebagai media penyaluran bantuan pemerintah. Kini, kemudahan teknologi membuat rekening tabungan bisa dibuka secara daring.
Definisi inklusi keuangan, menurut Bank Dunia, adalah akses seseorang atau lembaga bisnis terhadap produk dan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhannya—bertransaksi, pembayaran, tabungan, kredit, asuransi—yang dilakukan secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Di Indonesia, indeks inklusi keuangan sudah tergolong baik. Dari survei yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan pada tahun 2019, indeks inklusi keuangan sudah mencapai angka 70,19 persen. Meningkat cukup banyak dibandingkan tiga tahun lalu yang sebesar 67,8 persen atau enam tahun lalu sebesar 59,7 persen. Artinya, saat ini sudah ada 7 orang dari 10 orang yang memiliki akses ke produk atau layanan jasa keuangan.
Memiliki rekening tabungan merupakan langkah pertama yang penting menuju inklusi keuangan. Membuka rekening tabungan di bank mudah dilakukan. Hal itu didukung oleh literasi masyarakat yang lebih tinggi terhadap produk dan layanan jasa perbankan, dibandingkan dengan literasi terhadap produk jasa keuangan lainnya seperti pasar modal atau lembaga pembiayaan.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Dengan mengenakan sarung tangan, masker, dan pelindung mata, petugas keamanan melayani nasabah yang hendak bertransaksi di Kantor Cabang Mandiri di Plaza Mandiri, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (25/6/2020).
Perkembangan kepemilikan rekening simpanan di Indonesia, menurut data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), cukup signifikan. Sampai Agustus 2020, jumlah kepemilikan rekening simpanan di Indonesia sudah mencapai 330,8 juta rekening. Jumlah ini meningkat cukup signifikan dibandingkan satu dekade yang lalu, yaitu naik 240 persen atau 2,5 kali lipat. Mayoritas dari jumlah tersebut atau sebanyak 97,3 persen adalah pemilik rekening tabungan.
Jumlah total nominal simpanan di perbankan pada Agustus 2020 mencapai Rp 6.563,2 triliun, naik 176 persen dibandingkan satu dekade lalu yang baru Rp 2.371,0 triliun. Khusus untuk simpanan berbentuk tabungan jumlahnya Rp 2.016 triliun (30,7 persen). Jumlah terbesar adalah dalam bentuk deposito, yaitu Rp 2.758 triliun (42 persen).
Dari total rekening simpanan yang tercatat di LPS, 330.519.351 rekening (99,9 persen) termasuk dalam cakupan rekening yang mendapat penjaminan penuh dari LPS karena batas simpanan kurang dari Rp 2 miliar per rekening. Sisanya, 292.131 rekening, hanya mendapat penjaminan sebagian, maksimal Rp 2 miliar.
Mayoritas nasabah, yaitu pemilik 325,1 juta rekening simpanan (98,3 persen), menaruh dananya di bank dengan nominal kurang dari 100 juta per rekening. Jumlah nominal simpanan rekening mayoritas tersebut adalah sekitar Rp 895 triliun atau 13,6 persen dari total simpanan.
Kompas/Priyombodo
Warga menunjukkan buku tabungan BNI pandai yang diperoleh saat penyaluran kartu keluarga sejahtera (KKS) di SD Negeri Gondrong 1, Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang, Banten, Selasa (5/5/2020). Penyaluran KKS bagi para penerima manfaat yang terdampak Covid-19 ini berlangsung di 13 Kecamatan di Kota Tangerang dan akan berlangsung hingga 11 Mei.
Sementara nasabah yang memiliki dana simpanan di atas Rp 2 miliar per rekening adalah sebanyak 292.131 rekening dengan porsi nominal Rp 3.664 triliun atau 57,3 persen dari total simpanan.
Rekening digital
Penetrasi bank untuk meningkatkan jumlah pemilik rekening tabungan kini sangat tinggi dengan memanfaatkan layanan digital. Sekarang berkembang tren pembukaan rekening tabungan online atau digital dari fasilitas mobile banking sejumlah bank, tanpa harus datang ke kantor cabang.
Cukup dengan mengunduh layanan mobile banking bank yang diinginkan, menyiapkan identitas elektronik (e-KTP) dan nomor pokok wajib pajak (NPWP), serta menginput data diri, seseorang bisa mendapatkan nomor rekening dan nomor kartu debit virtual. Tabungan digital ini bisa dimiliki oleh baik orang yang belum memiliki rekening (calon nasabah) maupun nasabah yang ingin menambah rekening baru.
Kemudahan membuka rekening bank secara digital ini tentu saja akan meningkatkan inklusi keuangan sekaligus memperluas akses masyarakat ke layanan jasa keuangan. Animo masyarakat terhadap layanan digital saat ini cukup tinggi karena kemudahan yang ditawarkan dalam genggaman.
Kompas/Priyombodo
Petugas teller dengan mengenakan masker, sarung tangan, dan pembatas kaca melayani pembukaan rekening tabungan bagi pengemudi ojek daring Gojek di Bank BNI Syariah cabang Fatmawati, Jakarta Selatan, Jumat (3/4/2020).
Hasil jajak pendapat Kompas pada 20-22 Oktober 2020 memperlihatkan antusiasme responden yang cukup besar terhadap layanan jasa keuangan digital. Satu dari empat responden menyatakan lebih memilih menggunakan layanan digital ketimbang konvensional. Layanan digital ini dipilih oleh responden baik laki-laki (28,7 persen) maupun perempuan (23,3 persen), berpendidikan tinggi (64,2 persen), dan lebih banyak oleh responden milenial usia 18-30 tahun (43,4 persen).
Antusiasme milenial terhadap layanan digital terlihat dari lebih besarnya kelompok ini dalam pemakaian uang dan dompet elektronik serta fasilitas layanan internet banking dan mobile banking. Hal ini disebabkan kaum milenial lebih melek teknologi dan menyukai hal-hal yang praktis.
Kesenjangan
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan penetrasi pengguna internet di Indonesia, terdapat prinsip-prinsip pada lembaga keuangan yang menjadi pedoman untuk memacu pertumbuhan ekonomi dengan mendorong perkembangan layanan keuangan secara digital. Meski demikian, dengan masih rendahnya literasi keuangan masyarakat Indonesia, laju perkembangan layanan keuangan digital akan menimbulkan masalah kesenjangan akses.
Penetrasi pengguna internet belum merata di wilayah perkotaan dan perdesaan. Laporan survei dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia 2018 menyebutkan masih terdapat 25,9 persen warga perkotaan yang bukan pengguna internet. Sementara di wilayah perdesaan, jumlahnya lebih besar, yaitu 38,4 persen.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Nasabah BTN mengantre untuk melakukan aktivitas keuangan di gerai BTN Harmoni, Jakarta Pusat, Jumat (7/2/2020).
Selain itu, pengguna internet masih terkonsentrasi di Pulau Jawa (55,7 persen). Disusul oleh Sumatera (21,6 persen). Selanjutnya di Kalimantan 6,6, persen, Bali dan Nusa Tenggara 5,2 persen, serta Sulawesi-Maluku-Papua 10,9 persen.
Penetrasi pengguna internet di Indonesia berdasarkan laporan APJII pada tahun 2018 secara umum baru 64,8 persen atau 171,17 juta jiwa dari total populasi Indonesia sebanyak 264,16 juta jiwa. Alasan utama masih terdapatnya penduduk yang tidak menggunakan internet adalah ketidaktahuan dalam menggunakan teknologi (12,6 persen).
Dengan kondisi demikian, layanan jasa keuangan digital masih hanya akan berkutat pada orang yang sudah memiliki produk dan layanan jasa keuangan digital, golongan orang yang sudah memiliki rekening dan ingin menambah rekening baru. Penetrasi terhadap nasabah yang bukan pengguna internet tentu masih sulit.
Masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan untuk memuluskan jalan digital bagi inklusi keuangan. Di samping perlunya edukasi yang lebih intensif untuk meningkatkan literasi keuangan, juga memeratakan infrastruktur dan jaringan internet di seluruh wilayah Tanah Air. (GIANIE/LITBANG KOMPAS)