”Perpecahan” dua klan besar yang berpengaruh di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, akan membuat pilkada kota tersebut lebih dinamis dan membuka peluang kemunculan kekuatan politik baru.
Oleh
Gianie
·5 menit baca
Bangunan politik kekerabatan di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, dimulai sejak pilkada serentak pertama kali digelar pada 2005. Namun, pada pilkada keempat tahun 2020, dua klan keluarga yang semula bersatu kini saling berhadapan.
Saat pilkada serentak pertama digelar pada 2005, petahana Wali Kota Moh Roslan (1999-2004) berhasil melenggang ke periode jabatan yang kedua. Pada periode kedua, Moh Roslan berpasangan dengan Ahyar Abduh yang diusung Partai Golkar. Keduanya menang pada Pilkada 2005 dengan meraih 53,3 persen suara. Mereka mengalahkan Ridwan Hidayat-Willgo Zainar, Lalu Bakri-Arie Wiryawan, dan Joko Prayitno-Gusti Gede Prajendra.
Sejak saat itu, keduanya membangun politik kekerabatan yang bernuansa ”oligarki” di Kota Mataram. Pada Pilkada 2010, oleh karena Moh Roslan tidak bisa masuk ke bursa pencalonan lagi, representasinya dilanjutkan anaknya, Mohan Roliskana, politisi Partai Golkar. Dia maju sebagai calon wakil wali kota mendampingi petahana Wakil Wali Kota Ahyar Abduh.
Pasangan Ahyar Abduh-Mohan Roliskana yang diusung oleh koalisi Partai Golkar bersama PKS, PKPB, dan PPI kemudian memenangi Pilkada 2010 dengan 52,28 persen suara. Pada pilkada 2015, mereka kembali maju untuk mempertahankan kekuasaan meski tak lagi diusung Partai Golkar. Pasangan Ahyar Abduh-Mohan Roliskana selanjutnya diusung koalisi enam partai yang terdiri dari PAN, PKS, PKB, Partai Nasdem, Partai Hanura, dan PKPI yang menguasai 11 kursi di legislatif (27,5 persen).
Pilkada 2015 di Kota Mataram nyaris ditunda ke 2017 karena hanya satu pasangan calon, yaitu Ahyar Abduh-Mohan Roliskana, yang dinyatakan sah oleh Komisi Pemilihan Umum Kota Mataram. Hal ini terjadi karena ada dualisme dukungan Partai Golkar yang diklaim oleh dua pasangan calon.
Namun, dalam perkembangannya, pilkada Kota Mataram tetap diselenggarakan pada 2015. Ahyar Abduh-Mohan Roliskana mendapatkan lawan untuk melanjutkan kompetisi.
Meski tanpa dukungan Partai Golkar, dengan perolehan 123.122 suara atau 77,25 persen, pasangan petahana memenangi pilkada. Ahyar Abduh-Mohan Roliskana kembali melenggang menjadi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Mataram periode kedua 2015-2020.
Pecah kongsi
Setelah dua kali menjabat sebagai Wali Kota Mataram, peluang Ahyar Abduh untuk mengikuti lagi pilkada sudah tertutup. Sementara wakil wali kota dua periode, Mohan Roliskana, memiliki peluang untuk maju, memperebutkan kursi orang nomor satu di Kota Mataram.
Ahyar Abduh menyerahkan tongkat estafet politik kepada anaknya, Badruttaman Ahda. Namun, dalam pilkada 2020, ”dinasti” Moh Roslan (ayah Mohan Roliskana) tidak lagi bersatu dengan dinasti Ahyar Anduh (ayah Badruttamam Ahda). Keduanya pecah kongsi dengan memilih pasangan masing-masing untuk maju pada Pilkada 2020. Hanya saja, Badruttamam Ahda maju sebagai calon wakil wali kota.
Pilkada Kota Mataram 2020 diikuti empat pasangan calon dengan kekuatan partai politik pendukung yang cukup berimbang. ”Perpecahan” dua klan besar yang berpengaruh di Kota Mataram membuat kompetisi lebih dinamis dan membuka peluang kemunculan kekuatan politik baru.
Mohan Roliskana berpasangan dengan Mujiburrahman yang mendapat dukungan dari koalisi Partai Golkar, Partai Nasdem, dan PPP. Kekuatan dari duet politisi Golkar ini menguasai 13 kursi DPRD atau 32,5 persen. Pada Pemilu 2019, Partai Golkar kembali menjadi pemenang di Kota Mataram.
Kekuatan koalisi partai politik yang juga besar ialah PDI-P dan PKS (10 kursi atau 25 persen) yang mengusung pasangan Putu Selly Andayani-Abdul Manan. Putu Selly Andayani merupakan penjabat Wali Kota Mataram pada Agustus 2015 hingga Februari 2016. Ia maju dengan menggandeng calon wakil dari kalangan swasta.
Pasangan ketiga ialah Lalu Makmur Said-Badruttamam Ahda yang diusung koalisi empat parpol, yaitu Partai Gerindra, Partai Berkarya, PKPI, dan PKB. Keempat partai menguasai 9 kursi di DPRD atau 22,5 persen. Lalu Makmur Said dan Badruttamam Ahda berasal dari kalangan swasta.
Pasangan calon terakhir, Baihaqi–Baiq Diyah Ratu Gafeni, diusung koalisi Partai Demokrat, PAN, dan Partai Hanura yang menguasai 8 kursi di DPRD. Jumlah kursi ini setara 20 persen, ambang batas syarat dukungan parpol untuk mengajukan diri sebagai calon kepala daerah. Baik Baihaqi maupun Baiq Diyah Ratu Gafeni juga berasal dari kalangan swasta.
Dilihat dari sisi dukungan partai sebagai modal politik dan pengalaman pelayanan publik sebagai modal sosial, Mohan Roliskana-Mujiburrahman lebih unggul dibandingkan dengan pasangan lainnya. Status petahana dan dukungan partai Golkar merupakan kombinasi yang sangat kuat. Namun, pasangan lain bisa menjadi kuda hitam dalam kompetisi lokal yang cukup ketat ini.
Bangkitkan ekonomi
Sebelum pandemi melanda, terutama sejak 2018, kegiatan perekonomian Kota Mataram cenderung menurun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Mataram, pertumbuhan ekonomi Kota Mataram pada 2018 menurun cukup tajam menjadi 4,98 persen dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya yang mencapai angka 8 persen. Pada 2019, pertumbuhan sedikit membaik menjadi 5,58 persen.
Melihat dampak pandemi yang melambatkan perekonomian pada banyak sektor di hampir semua wilayah Indonesia, bisa diprediksi pertumbuhan ekonomi Kota Mataram cukup sulit untuk ditingkatkan.
Dengan pelemahan ekonomi sejak 2018, dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat langsung terlihat. Kemiskinan di Kota Mataram pada 2019 meningkat dibandingkan dengan tahun 2018.
Pada 2018 terdapat 42.600 orang miskin. Jumlahnya naik pada 2019 menjadi 43.190 orang (bertambah 590 orang atau 1,4 persen). Dari sisi persentase, angka kemiskinan di Kota Mataram tahun 2019 tercatat 8,92 persen, sedangkan tahun 2018 ialah 8,96 persen.
Di situlah tantangan yang dihadapi pemimpin baru di Kota Mataram, baik petahana maupun penantangnya. Dibutuhkan program kerja nyata agar perekonomian dan kesejahteraan masyarakat tidak semakin bergerak turun. Menawarkan program jitu yang langsung berdampak pada kesejahteraan masyarakat bisa menjadi kunci untuk memenangi hati dan suara rakyat.(LITBANG KOMPAS)