Tiket Emas Partai Banteng
Siapa pun pasangan calon yang nantinya memenangi kontestasi lokal di Kota Bandar Lampung ini menghadapi persoalan daerah yang tidak mudah. Terutama di bidang kesejahteraan sosial.
Pilkada serentak 2020 di Kota Bandar Lampung menjadi semacam ujian dan ajang pembuktian bagi soliditas Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Dalam tiga kali penyelenggaraan pilkada sebelumnya di ibu kota Provinsi Lampung ini, pasangan calon yang diusung partai ini selalu menjadi pemenang. Pasangan calon kepala daerah yang diusung PDI-P seperti menggenggam tiket emas.
Pada pilkada 9 Desember nanti terdapat tiga pasangan calon yang maju memperebutkan kursi orang nomor satu di Kota Bandar Lampung. Pasangan nomor urut satu ialah Rycko Menoza-Johan Sulaiman yang diusung koalisi Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Di nomor urut dua, pasangan Muhammad Yusuf Kohar-Tulus Purnomo Wibowo diusung koalisi Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Perindo, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Sementara nomor urut tiga ialah pasangan Eva Dwiana-Deddy Amarullah yang diusung PDI-P, Partai Gerindra, dan Partai Nasdem.
Dilihat dari penguasaan kursi di DPRD, kekuatan parpol yang mengusung pasangan Eva Dwiana-Deddy Amarullah menjadi yang terbesar dengan 21 kursi (42 persen). Adapun Muhammad Yusuf Kohar-Tulus Purnomo Wibowo yang diusung oleh lima parpol menguasai 17 kursi (34 persen). Muhammad Yusuf Kohar merupakan petahana Wakil Wali Kota Bandar Lampung, sedangkan pasangan Rycko Menoza-Johan Sulaiman diusung dua parpol dengan penguasaan 12 kursi atau 24 persen.
Koalisi PDI-P dalam mengusung calon wali kota dan calon wakil wali kota Bandar Lampung cenderung berbeda-beda dari pilkada ke pilkada. Meski demikian, PDI-P menjadi poros kekuatan yang berpengaruh signifikan terhadap kemenangan pasangan calon karena mesin partai bekerja dalam menguasai semua wilayah.
Dinamika PDI-P
Pada Pilkada 2005, PDI-P mengusung pasangan yang akhirnya terpilih, yaitu Eddy Sutrisno-Kherlani dengan berkoalisi bersama lima partai lain, yaitu PBB, PDS, PKPI, PDK, dan PBR. Pasangan ini harus melalui dua putaran pilkada karena pada putaran pertama tidak ada pasangan calon yang memperoleh suara 25 persen plus satu. Pilkada putaran kedua di Kota Bandar Lampung ini menjadi yang pertama kali terjadi di Indonesia.
Pada pilkada berikutnya tahun 2010, Wali Kota Eddy Sutrisno dan Wakil Wali Kota Kherlani kembali maju untuk bertarung, tetapi pecah kongsi. Namun, tidak satu pun dari keduanya didukung oleh PDI-P. PDI-P justru mengusung pasangan baru, yaitu Herman Hasanusi (HN)-Tobroni Harun, dan berkoalisi dengan 20 partai kecil.
Pasangan calon yang diusung PDI-P ini pun berhasil mengalahkan lima pasangan calon lain dengan perolehan 122.883 suara atau 34,25 persen. Pada pilkada kali ini, tiga pasangan calon maju dari jalur perseorangan untuk menguji peruntungan.
Pada Pilkada 2015, PDI-P kembali mengusung Herman HN sebagai calon wali kota untuk periode yang kedua, tetapi berganti pasangan. Adalah Muhammad Yusuf Kohar yang berlatar belakang sebagai pengusaha terpilih sebagai calon wakil wali kota pendamping Herman. Wakil Wali Kota Tobroni Harun maju sebagai calon wali Kota menantang Herman, berduet dengan Komarunizar.
Pasangan Herman HN-M Yusuf Kohar diusung PDI-P, berkoalisi bersama lima partai lain, yaitu Partai Gerindra, Partai Nasdem, PKS, Partai Demokrat, dan PKB. Pasangan ini meraih kemenangan dengan perolehan 358.249 suara atau 86,66 persen. Mereka mengalahkan pasangan Tobroni Harun-Komarunizar yang diusung PAN, PKPI, dan Hanura dan pasangan Muhammad Yunus-Ahmad Muslimin dari jalur perseorangan. Pada Pilkada 2015 ini, Golkar tidak ikut mengajukan atau mengusung pasangan calon tertentu meski saat itu memiliki lima kursi di DPRD.
Langkah Herman HN terhenti dalam kontestasi tingkat kota karena sudah menjabat wali kota selama dua periode. Sementara petahana Wakil Wali Kota M Yusuf Kohar kembali maju bertarung berpasangan dengan Tulus Purnomo Wibowo pada Pilkada 2020, tetapi tidak dengan kendaraan PDI-P.
PDI-P meninggalkan petahana wakil wali kota dan memilih pasangan baru, yaitu Eva Dwiana-Deddy Amarullah. Eva ialah istri Wali Kota Herman HN yang juga anggota dewan di tingkat provinsi.
Peluang
Di atas kertas, pasangan Eva Dwiana-Deddy berpeluang mendulang suara terbanyak. Pasangan ini didukung tiga partai (PDI-P, Partai Gerindra, dan Partai Nasdem) yang menguasai mayoritas kursi di DPRD, yaitu 21 kursi (42 persen).
PDI-P dan Gerindra merupakan dua partai pemenang di Kota Bandar Lampung pada Pemilu 2019 lalu. Mesin kedua partai ini tentu akan berperan besar dalam mengumpulkan suara.
Modal sosial Eva Dwiana sebagai anggota dewan dan istri petahana tentu akan berkontribusi besar untuk kemenangan. Dari perspektif jender, calon perempuan wali kota pertama di Bandar Lampung tentu bisa menjadi ”merek” yang cukup persuasif.
Baca juga: Bupati Nonaktif Lampung Utara Dituntut 10 Tahun Penjara dan Dicabut Hak Politiknya
Meski demikian, persaingan ketat akan datang dari pasangan M Yusuf Kohar-Tulus Purnomo Wibowo yang diusung lima partai besar. Salah satunya adalah Partai Demokrat yang pernah menjadi pemenang pada Pemilu 2009. Posisi dan pengalaman M Yusuf Kohar sebagai Wakil Wali Kota Bandar Lampung sedikit banyak akan membantunya meraup suara menyingkirkan Eva Dwiana-Deddy Amarullah.
Pilkada 2020 ini bagi Yusuf Kohar menjadi suatu pembuktian pula, apakah wakil wali kota yang maju pilkada bisa naik posisi ke kursi wali kota. Sejarah pilkada sebelumnya di kota ini memperlihatkan belum ada satu pun wakil wali kota yang ikut pilkada berikutnya bisa memenangi pilkada.
Tantangan bersama
Siapa pun pasangan calon yang nantinya memenangi kontestasi lokal di Kota Bandar Lampung ini menghadapi persoalan daerah yang tidak mudah. Terutama di bidang kesejahteraan sosial.
Kota Bandar Lampung yang berpenduduk 1.051.500 jiwa ini cukup berhasil menurunkan angka kemiskinan dalam satu dekade terakhir. Jika pada 2009 tercatat angka kemiskinan 123.890 orang atau 14,39 persen (sedikit di atas rata-rata nasional), tahun 2019 turun menjadi 91.240 jiwa atau 8,71 persen (di bawah rata-rata nasional).
Akan tetapi, problem utama di daerah ini adalah angka pengangguran yang masih tinggi, yang pada 2019 mencapai 7,12 persen. Angka ini yang tertinggi di Provinsi Lampung, yang rata-rata di angka 4,03 persen.
Baca juga: Agrowisata Melon di Bandar Lampung
Selain itu, kualitas para pekerja di kota ini pun tergolong rendah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung, pendidikan terakhir para pekerja di Bandar Lampung mayoritas adalah setingkat SMA ke bawah (79 persen). Sebagian besar masyarakat bekerja di sektor jasa (77,75 persen). Hanya 1,41 persen yang bekerja di sektor pertanian. Selebihnya di sektor manufaktur.
Meski demikian, perekonomian Kota Bandar Lampung yang bertumpu pada sektor industri pengolahan (21,39 persen) dan perdagangan (14,5 persen) memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pertumbuhan ekonomi daerah. Angka pertumbuhan ekonomi Kota Bandar Lampung selama periode 2015-2019 tercatat di kisaran 6 persen, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Dengan persoalan mendasar daerah seperti ini, perlu bagi pemilih untuk mencermati visi-misi dan program para pasangan calon yang menaruh perhatian pada hal yang langsung terkait dengan kehidupan keseharian masyarakat. Sejauh mana mereka berkomitmen meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama dalam hal menciptakan lapangan pekerjaan.
Menciptakan lapangan pekerjaan memang menjadi tugas berat di tengah kondisi pandemi seperti sekarang. Namun, hal itu sangat perlu dilakukan. Termasuk juga meningkatkan kualitas tenaga kerja. Mengingat, meningkatkan kualitas tenaga kerja memiliki dampak berantai terhadap peningkatan produktivitas dan kesejahteraan masyarakat.
(LITBANG KOMPAS)