Pergeseran Kebebasan Finansial Akibat Pandemi
Situasi pandemi saat ini mendorong kemungkinan menyusutnya populasi pebisnis, investor, dan pekerja formal di sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Sejak terjadi pandemi Covid-19, tantangan di sektor ketenagakerjaan semakin kompleks. Pandemi tidak hanya menambah jumlah pengangguran, tetapi juga mengubah kondisi finansial individu.
Salah satu rujukan untuk membicarakan situasi finansial seseorang dibahas Robert Toru Kiyosaki dalam bukunya, Rich Dad’s Cashflow Quadrant, tahun 2000. Dalam buku tersebut, Kiyosaki membagi sumber penghasilan ke dalam empat kuadran. Keempatnya meliputi employee (buruh/karyawan), self-employed (pekerja mandiri/pekerja lepas), business owner (pemilik bisnis), dan investor.
Kuadran buruh/karyawan merupakan kelompok orang-orang dengan situasi finansial yang pasti. Mereka memiliki pekerjaan atau berpenghasilan tetap setiap bulan.
Adapun kelompok pekerja mandiri atau pekerja lepas diisi orang-orang yang mendapatkan komisi dari pekerjaannya. Mereka bisa juga memiliki usaha kecil dengan kegiatan operasi perusahaan yang dijalankan mandiri.
Sementara itu, pemilik bisnis termasuk kategori pemilik usaha seperti halnya pekerja mandiri, tetapi mendapatkan penghasilan tanpa terlibat langsung dalam kegiatan operasi perusahaan. Mereka termasuk pekerja mandiri yang menjalankan usaha dengan sistem dan orang yang bekerja untuk mereka. Hal ini membedakan mereka dengan kelompok self-employed.
Kelompok keempat disebut investor. Sesuai namanya, mereka mendapatkan penghasilan dari menanam modal di suatu perusahaan. Mereka merupakan kelompok orang yang ”mempekerjakan” uang dan tak terlibat langsung dalam operasi perusahaan seperti halnya pemilik bisnis.
Keamanan dan kebebasan
Kelompok pertama dan kedua, yakni buruh/karyawan serta pekerja mandiri/pekerja lepas, lebih memenuhi syarat mendapatkan keamanan finansial. Sebaliknya, pemilik bisnis dan investor termasuk kelompok orang yang lebih memenuhi syarat mendapatkan kebebasan finansial.
Apa yang membedakan antara keamanan dan kebebasan finansial? Marshal Silver dalam Passion, Profit, and Power tahun 1997 mengungkap penelitian yang menarik. Sebanyak 50 persen uang di dunia, merujuk buku tersebut, dikuasai hanya oleh 1 persen orang di dunia.
Jika proporsi tersebut dinaikkan menjadi 5 persen orang di dunia, orang-orang tersebut menguasai 90 persen uang beredar di seluruh dunia. Hal ini menunjukkan bahwa hanya tersisa 10 persen uang beredar yang diperebutkan oleh 95 persen manusia di seluruh dunia.
Besaran 10 persen uang beredar tersebut, masih merujuk pada Kiyosaki, cenderung dimiliki oleh kelompok buruh/karyawan dan pekerja mandiri/pekerja lepas. Hal ini terjadi karena kelompok buruh/karyawan cenderung khawatir dengan sejumlah hal di masa depan, antara lain kondisi keuangan, sehingga mengedepankan kepastian penghasilan.
Sebaliknya, para pekerja mandiri/pekerja lepas cenderung mengedepankan cara untuk mendapatkan penghasilan yang paling sesuai dengan idealisme atau cara mereka. Namun, kelompok ini juga memiliki sejumlah kekhawatiran masa depan, termasuk finansial, karena besar dan kecilnya penghasilan ditentukan oleh kemampuan pribadi mereka.
Para investor dan pemilik bisnis berada di kelompok 1 persen atau 5 persen karena perbedaan cara pandang. Alih-alih mengedepankan kepastian penghasilan atau cara yang ideal, mereka cenderung menciptakan sistem agar orang lain dan sumber keuangan lain bekerja untuk mereka.
Para pebisnis dan investor dikategorikan dalam kelompok pemilik kebebasan finansial. Mereka, walaupun tidak lepas juga dari kekhawatiran di masa depan, mampu menekan kecenderungan tersebut.
Menyusut
Situasi pandemi saat ini memberikan gambaran kemungkinan menyusutnya kelompok pemilik kebebasan finansial. Populasi pebisnis, investor, dan pekerja formal cenderung menurun di sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Kecenderungan menyusutnya populasi investor tentu saja belum bisa diketahui pasti. Namun, berkurangnya besaran investasi paling tidak menunjukkan indikasi awal ke arah tersebut.
Berdasarkan catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal, realisasi investasi di triwulan II-2020 mengalami penurunan. Tercatat realisasi investasi di triwulan II-2020 senilai Rp 191,9 triliun, turun 4,3 persen dibandingkan dengan triwulan II-2019 senilai Rp 200,5 triliun. Jika dibanding triwulan I-2020, realisasi investasi turun 8,9 persen.
Populasi pebisnis, investor, dan pekerja formal cenderung menurun di sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Gejala menurunnya populasi investor dapat dilihat juga dari pola aktivitas perbankan. Data Bank Indonesia menunjukkan meningkatnya penghematan di masyarakat, yang dicerminkan dari lonjakan simpanan individu di bank umum dan bank perkreditan rakyat.
Adapun pada kelompok pebisnis dan buruh/karyawan, kecenderungan penyusutan populasi lebih riil terpetakan. Sebagai salah satu contoh dialami PT Fast Food Indonesia Tbk. Pemilik waralaba restoran cepat saji KFC itu menutup 115 gerai dalam dua bulan sejak Covid-19 masuk ke Indonesia.
Contoh lain dialami Airy Rooms. Start up hotel yang berafiliasi dengan Traveloka tersebut menutup permanen bisnisnya terhitung tanggal 31 Mei 2020 (Kompas.com, 8/5/2020). Dampak pandemi yang dialami PT Fast Food Indonesia Tbk dan Airy Rooms merupakan contoh yang mewakili tutupnya sekian banyak perusahaan, baik sementara maupun permanen, akibat pandemi Covid-19.
Hasil Kolaborasi Riset antara Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Pusat Penelitian & Pengembangan Ketenagakerjaan Kemenaker, dan Lembaga Demografi UI memberikan gambaran yang sama. Hasil survei sepanjang 24 April-2 Mei pada 2.160 responden tersebut menunjukkan, 15 persen buruh/karyawan mengalami pemutusan hubungan kerja.
Baca juga: Menyelamatkan UMKM dan Korporasi
Empat dari 10 responden buruh/karyawan dalam survei tersebut juga mengaku mengalami penurunan penghasilan karena perusahaannya terdampak pandemi. Hal serupa terjadi pada responden kelompok self-employed. Hampir empat dari 10 responden dari kelompok pekerja mandiri mengaku bahwa mereka menghentikan usaha. Adapun hampir 38 persen responden dari kelompok pekerja lepas juga mengalami ketiadaan permintaan pekerjaan.
Data lain yang ikut memperkuat kecenderungan penyusutan populasi pebisnis dan pekerja formal adalah dari kondisi pasar kerja. Badan Pusat Statistik mencatat lowongan pekerjaan sepanjang Januari-April 2020 di 10 sektor usaha mengalami penurunan.
Pergeseran kebebasan
Gambaran penyusutan populasi yang terjadi hampir serempak di empat kuadran kategori penghasilan yang digambarkan Kiyosaki sebelumnya berimplikasi pada pergeseran situasi finansial. Pada kelompok employee yang mengalami PHK, terbuka kemungkinan sebagian dari mereka beralih menjadi self-employed.
Kelompok self-employed mungkin juga diisi sebagian orang yang sebelumnya berada di kuadran pemilik bisnis, tetapi harus kembali merintis usaha. Adapun sebagian kuadran kelompok pemilik bisnis mungkin juga diisi kalangan investor yang melihat masa depan menjanjikan di kuadran tersebut.
Baca juga: Deflasi di Tengah Ancaman Resesi
Akan tetapi, tak tertutup kemungkinan bentuk pergeseran ke depan hanya terjadi pada besaran skala di masing-masing kuadran. Artinya, di masa depan, bisa jadi menjamur pebisnis dan investor skala lokal dengan modal lebih kecil. Sebagian orang di kelompok self-employed mungkin juga memfokuskan usaha pada pasar lokal.
Terbuka kemungkinan pula, kalangan employee akan tetap memilih kuadran yang sama sekalipun menerima penghasilan yang lebih rendah. Terlepas dari kemungkinan mana pun yang akan terjadi kelak, agaknya kebebasan finansial tetap akan mengalami pergeseran.
(LITBANG KOMPAS)