Modernisasi alutsista menjadi upaya penting dalam menghadapi perang modern. Belanja pertahanan didorong agar selaras dengan rencana strategis dalam memenuhi kekuatan pokok minimum atau minimum essential force/MEF
Oleh
Arita Nugraheni/ Litbang "Kompas"
·5 menit baca
Merujuk Peraturan Presiden Nomor 41 Tahun 2010 tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara Tahun 2010-2014, kekuatan pokok minimum (minimum essential force/MEF) adalah suatu standar kekuatan pokok dan minimum Tentara Nasional Indonesia yang mutlak disiapkan demi terlaksananya tugas dan fungsi TNI. MEF diprioritaskan untuk meningkatkan kemampuan mobilitas TNI, kemampuan tempur, kemampuan pasukan siaga, pemeliharaan alutsista, kualitas sumber daya, dan kesejahteraan.
Tidak optimalnya pencapaian MEF menjadi alarm bagi pemerintah dalam kerja-kerja untuk pertahanan. Apalagi, dalam pemenuhan alutsista, Indonesia tertinggal dari sisi kuantitas dan kualitas.
MEF ditargetkan terpenuhi 100 persen pada 2024. Pemenuhan MEF dibagi ke dalam tiga tahap yang dilaksanakan pada kurun waktu 2010-2014 (tahap I), 2015-2019 (tahap II), dan 2020-2024 (tahap III). MEF tahap pertama dikhususkan untuk revitalisasi industri pertahanan. Kala itu, MEF dibentuk salah satunya sebagai respons atas ancaman pertahanan di Laut China Selatan dan Ambalat. Postur dan struktur pertahanan diharapkan terwujud 25-27,5 persen.
MEF tahap kedua menyasar industri pertahanan mandiri. Dalam Rapat Koordinasi Teknis Direktorat Jenderal Kekuatan Pertahanan pada 14 Februari 2020 disebutkan, MEF tahap kedua rampung 63,19 persen. Capaian ini meleset dari target yang ditentukan, yakni 75,54 persen atau ada selisih 12,35 persen.
Tidak optimalnya pencapaian MEF menjadi alarm bagi pemerintah dalam kerja-kerja untuk pertahanan. Apalagi, dalam pemenuhan alutsista, Indonesia tertinggal dari sisi kuantitas dan kualitas.
Mengutip Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pada 2008 tercatat sebagian besar alutsista TNI berusia lebih dari 20 tahun, sebagian memiliki sisa usia pakai 7 hingga 15 tahun. Berdasarkan penelitian Center for Strategic and International Studies (CSIS) pada 2015, 52 persen sistem persenjataan TNI berusia lebih dari 30 tahun.
Dosen Paramadina Graduate School of Diplomacy, Anton Aliabbas, menyebutkan, untuk meningkatkan kesiapan operasional TNI, perlu ada alokasi anggaran perawatan alutsista yang proporsional. Anggaran untuk pemeliharaan dan perawatan alutsista ini seharusnya meningkat seiring dengan jumlah kepemilikan alutsista (Kompas, 30/1/2020). Artinya, pemenuhan kuantitas dan peningkatan kualitas alutsista jadi dua hal yang harus dipenuhi beriringan. Manajemen belanja alutsista menjadi kunci di tengah penganggaran untuk pertahanan yang masih kecil.
Anggaran pertahanan di Indonesia masih terbilang kecil. Selama 20 tahun terakhir, anggaran untuk pertahanan tidak lebih dari 1 persen produk domestik bruto (PDB).
Mengkaji anggaran
Anggaran pertahanan di Indonesia masih terbilang kecil. Selama 20 tahun terakhir, anggaran untuk pertahanan tidak lebih dari 1 persen produk domestik bruto (PDB). Merangkum data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), rata-rata anggaran untuk pertahanan pada 2000-2009 sekitar 0,71 persen dari total PDB. Sementara pada periode 2010-2019, persentase anggaran untuk pertahanan sekitar 0,76 persen.
Meski ada kecenderungan naik, angka tersebut masih jauh dari target. Dalam RPJMN 2015-2019, anggaran pertahanan ditargetkan 1,5 persen dari PDB. Alokasi anggaran pertahanan di Indonesia juga lebih rendah daripada rata-rata anggaran pertahanan negara-negara Asia Tenggara yang mencapai 2,0 persen. Sebut saja Singapura yang sudah mencapai 3,3 persen PDB dan Malaysia 1,5 persen PDB.
Dalam lima tahun terakhir, belanja Kementerian Pertahanan (Kemenhan) berkisar Rp 98 triliun-Rp 118 triliun. Pada 2015, total belanja Kemenhan Rp 101,36 triliun. Jumlahnya mengalami pasang surut hingga 2019. Pada 2016, angkanya turun menjadi Rp 98,09 triliun, lalu naik menjadi Rp 117,30 triliun pada 2017. Pada 2018, angka kembali turun menjadi Rp 106,68 triliun, lalu naik lagi menjadi Rp 115,35 triliun pada 2019.
Pada 2020, anggaran Kemenhan Rp 127,36 triliun. Namun, anggaran pertahanan berdasarkan Outlook 2020 turun menjadi Rp 117,91 triliun. Tahun depan, pemerintah berencana menaikkan menjadi Rp 137 triliun untuk Kemenhan.
Anggaran untuk modernisasi alutsista terbukti masih di bawah 20 persen dari total anggaran Kemenhan. Selama lima tahun terakhir, anggaran yang terserap untuk modernisasi alutsista tidak pernah mencapai Rp 20 triliun.
Direktur Paramadina Graduate School of Diplomacy Shiskha Prabawaningtyas menyebut ada tren peningkatan anggaran pertahanan. Pada 2010, anggaran pertahanan hanya sekitar Rp 40 triliun dan terus naik hingga 2020. Namun, ia melihat kecenderungan pemerintah memprioritaskan anggaran untuk belanja pegawai dibandingkan dengan modernisasi alutsista (Kompas, 17/12/2019).
Berangkat dari analisis tersebut, anggaran untuk modernisasi alutsista terbukti masih di bawah 20 persen dari total anggaran Kemenhan. Selama lima tahun terakhir, anggaran yang terserap untuk modernisasi alutsista tidak pernah mencapai Rp 20 triliun.
Anggaran modernisasi alutsista setidaknya terbagi ke dalam empat bagian, yaitu modernisasi alutsista/non-alutsista/sarana dan prasarana untuk integratif, matra darat, matra laut, dan matra udara. Total belanja keempat bagian tersebut sejak 2015 hingga 2019 berada di kisaran Rp 10 hingga 18 triliun.
Pada 2019, misalnya, belanja untuk modernisasi alutsista tercatat Rp 12,24 triliun. Rinciannya, modernisasi alutsista/non-alutsista/sarpras bagian integratif (Rp 700 miliar), matra darat (Rp 5,24 triliun), matra laut (Rp 3,63 triliun), dan matra udara (Rp 2,67 triliun). Belanja besar untuk modernisasi alutsista tercatat pada 2015 dengan total Rp 18,52 triliun dan 2017 dengan total Rp 18,37 triliun.
Dalam hal persentase, pos anggaran untuk modernisasi alutsista cenderung menurun dari tahun ke tahun
Dalam hal persentase, pos anggaran untuk modernisasi alutsista cenderung menurun dari tahun ke tahun. Pada 2015, ditemukan bahwa belanja untuk modernisasi alutsista hanya 18,27 persen dari total anggaran Kemenhan. Persentasenya yang hampir sama juga tampak pada 2016, yaitu 18,20 persen.
Pada 2017, komposisinya menurun menjadi 15,66 persen, lalu menukik menjadi 9,33 persen pada 2018 dan 10,61 persen pada 2019. Pada penganggaran tahun ini, menurut Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (RAPBN), proporsinya tidak bergeser jauh, yakni di angka 9,25 persen.
Meski begitu, ada keseriusan yang tecermin dari penganggaran tahun depan. Pada RAPBN 2021, anggaran untuk program modernisasi alutsista, nonalutsista, dan sarana prasarana pertahanan dianggarkan 42,66 triliun. Jumlah tersebut hampir sepertiga dari total anggaran pertahanan dan terbesar kedua setelah anggaran untuk dukungan manajemen.
Meski menunjukkan tren kenaikan anggaran pada sektor pertahanan, persentase anggaran untuk pos modernisasi alutsista justru menunjukkan penurunan. Hal ini menjadi catatan bagi pemerintah di tengah penantian publik pada TNI yang sigap menghadapi perang modern. Modernisasi alutsista tetap menjadi sebuah keniscayaan di tengah harapan publik yang tinggi terhadap performa TNI masa depan. Hari ini, di hari jadinya yang ke-75, TNI tetap diharapkan sebagai institusi yang menjaga kesatuan dan persatuan bangsa. Dirgahayu TNI.