Kontestasi Lama di Panggung Baru Pilkada Kalimantan Tengah
Persaingan lama dalam pilkada kabupaten/kota akan menjadi memori yang mewarnai persaingan di kontestasi pemilihan gubernur-wakil gubernur Kalimantan Tengah di Pilkada 2020.
Persaingan lama dalam pilkada kabupaten/kota akan menjadi memori yang mewarnai persaingan di kontestasi pemilihan Gubernur-Wakil Gubernur Kalimantan Tengah tahun ini. Selain dihadapkan pada persaingan yang sengit, petahana juga dihadapkan pada tantangan penyelesaian dampak pandemi di wilayah ini.
Kembalinya Gubernur Kalteng Sugianto Sabran ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan menguatkan kembali hubungan legislatif dan eksekutif di provinsi ini. Sebelumnya, di Pilkada 2015, partai ini adalah lawan dari petahana.
Menariknya, di pilkada tahun ini Sugianto harus berhadapan kembali dengan Ujang Iskandar, pesaing lamanya ketika berhadapan di Pilkada Kotawaringin Barat (Kobar) tahun 2011.
Tidak mengherankan jika Pilkada Kalteng 2020 ini mengulang kembali persaingan antara Sugianto Sabran dan Ujang Iskandar. Kedua nama tersebut tidak lepas dari Pilkada Kobar tahun 2011 yang harus diselesaikan di Mahkamah Konstitusi.
Ketika itu pilkada dimenangi oleh Ujang Iskandar sekaligus menganulir kemenangan Sugianto Sabran. Kejadian tersebut sempat membuat konflik di Kobar, bahkan pelantikan Ujang Iskandar sebagai bupati dilaksanakan di Jakarta karena kondisi yang kurang kondusif di Kobar.
Pada 2015, Ujang Iskandar dan Sugianto Sabran kembali dalam kontestasi pilkada. Namun, langkah Ujang untuk kembali berkompetisi terhenti sebelum bertanding.
Pilkada Kalteng bahkan sempat diundur karena legalitas pasangan Ujang-Jawawi sebagai pasangan calon dengan nomor urut 3 digugat pasangan nomor urut 1, yakni Sugianto Sabran-Said Ismail.
Gugatan dipicu adanya dua rekomendasi yang dikeluarkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yakni kepada pasangan Ujang-Jawawi dan PPP kubu Djan Faridz ke pasangan Sugianto-Said.
Akhirnya, Ujang Iskandar-Jawawi dicoret dari daftar paslon pascaputusan MA yang menetapkan DPP PPP kubu Djan Farid sebagai partai politik yang diakui. Pencoretan pasangan Ujang Iskandar-Jawawi terjadi hanya 18 hari sebelum pelaksanaan Pilkada Kalteng pada 9 Desember 2015.
Tahun ini, Sugianto dan Ujang kembali berkompetisi, tetapi posisi Ujang bukan lagi calon gubernur melainkan calon wakil gubernur. Ujang mendampingi Ben Brahim S Bahat.
Figur dominan
Pola interaksi dan strategi politik lokal di Kalteng terlihat sama seperti yang dilakukan pada periode sebelumnya, di mana setiap paslon kembali menggaet banyak partai untuk mendukungnya.
Pada Pemilihan Gubernur Kalteng tahun 2015, Sugianto Sabran saat itu disiapkan sebagai bakal calon wakil gubernur mendampingi balon gubernur Riban Satia yang sudah mendapat rekomendasi dari sejumlah parpol, seperti Gerindra, PAN, PKS, dan lainnya.
Namun, Sugianto bisa membalik peta politik. Pada akhir masa pendaftaran calgub di KPU Kalteng, Sugianto Sabran justru mengantongi rekomendasi mayoritas partai pengusung hingga resmi sebagai pasangan calon bersama Habib Ismail.
Koalisi besar parpol pengusung Sugianto-Habib Ismail tahun 2015 berhadapan dengan paslon PDI-P sebagai pemenang pemilu legislatif. Namun, PDI-P harus menerima kekalahan karena pasangan calonnya, Willy M Yosef-Wahyudi K Anwar terpaut 3,02 persen dari Sugianto-Habib Ismail.
Hasil pilkada 2015 ini membuat kepemimpinan PDI-P di eksekutif Kalteng harus berpindah setelah 10 tahun dipegang Agustin Teras Narang, yang merupakan kadernya. Eksistensi PDI-P sempat goyang karena kalah dalam Pemilihan Gubernur Kalteng.
Namun, lepasnya kekuasaan eksekutif dari tangan kader tidak terlalu lama. Pada 2017, Gubernur Sugianto Sabran kembali masuk PDI-P. Interaksi politik menjelang pilkada Kalteng menjadi lebih mudah lagi karena kuatnya pengaruh gubernur petahana.
Citra kandidat dalam Pilkada Kalteng sangat menentukan tingkat keterpilihan. Kepala daerah yang memenangi pertarungan politik di Kalteng merupakan figur yang sudah dikenal di masyarakat.
Paling jelas terlihat dari hasil Pilkada 2005. Agustin Teras Narang yang menang dalam pemilihan Gubernur Kalimantan Tengah pada 2005 bahkan berhasil mengukuhkan kekuasaannya hingga 2 periode.
Figur dominan petahana saat ini menjadi modal besar untuk mendapatkan dukungan dari partai politik.
Figur dominan petahana saat ini menjadi modal besar untuk mendapatkan dukungan dari partai politik. Bedanya, Agustin Teras Narang hanya mengandalkan PDI-P, sedangkan Sugianto mampu menggaet partai selain PDI-P untuk turut mendukungnya. Bahkan, untuk kali ini PDI-P bersedia membuka diri untuk berkoalisi dengan partai lain.
Pasangan Sugianto-Edy diusung delapan partai politik, yakni PDI-P, Golkar, Nasdem, PPP, PKB, Perindo, PKS dan PAN dengan perolehan kursi di DPRD Kalteng sebanyak 33 kursi.
Wakil Gubernur Kalimantan Tengah, Habib Ismail Bin Yahya bahkan bersedia mengundurkan diri dari pertarungan bursa pencalonan wakil gubernur demi mendukung Sugianto untuk memilih calon wakil gubernur yang sesuai.
Petahana juga memiliki basis massa yang kuat di daerah barat, seperti Sukamara, Lamandau, Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, dan Seruyan. Pasangannya, Edy Pratowo memiliki basis massa dari kalangan NU dan warga dari Jawa.
Pesaingnya, pasangan calon Ben-Ujang diusung tiga partai politik, yakni Demokrat, Gerindra dan Hanura dengan perolehan kursi di DPRD Kalteng sebanyak 12 kursi. Pesaing patut diwaspadai karena memiliki kekuatan yang tidak bisa diremehkan.
Pasangan calon Ben Brahim-Ujang Iskandar memiliki memiliki kekuatan dari masyarakat yang dipimpin Ben, yakni Kabupaten Kapuas. Ujang juga memiliki kemampuan mengganggu suara petahana di daerah barat Kalteng karena pernah menjabat sebagai Bupati Kotawaringin Barat.
Isu Covid-19
Namun, sebagai gubernur petahana, konsentrasi Sugianto tentu tidak mudah, antara berkontestasi di pilkada dan upaya penanganan pandemi Covid-19, terutama terkait dampak ekonominya di Kalteng ini.
Selain itu, kasus Covid-19 menjadi ganjalan besar bagi partisipasi pemilih di Kalteng. Di wilayah ini, hingga akhir September, jumlahnya mencapai 3.645 kasus. Kematian akibat Covid-19 mencapai 133 kasus, dengan tidak ada zona hijau di wilayah Kalteng hingga akhir September ini.
Kemampuan petahana dalam mengatasi dampak pandemi Covid-19 di Kalteng menjadi ujian dalam pertarungan di Pilkada 2020.
Kemampuan petahana dalam mengatasi dampak pandemi Covid-19 di Kalteng menjadi ujian dalam pertarungan di Pilkada 2020. Apalagi pandemi ini telah menggoyahkan perekonomian. Kebijakan dalam mengatasi pengangguran akibat pandemi dari petahana ataupun pesaingnya akan menarik perhatian pemilih di Kalteng.
Pada akhirnya, kepercayaan publik terhadap figur petahana bisa jadi akan diuji dengan isu pandemi Covid-19 ini. Selain publik Kalteng, kontestan pesaing petahana juga akan menjadikan isu pandemi ini sebagai strategi kampanye.
Tidak mengherankan jika pilkada Kalteng tahun ini, selain menjadi arena bertemunya kembali persaingan dari lawan politik lamanya di pilkada, juga akan menjadi ajang bertarungnya gagasan dan isu, terutama terkait wabah Covid-19 ini. (LITBANG KOMPAS)