Dinamika Konfigurasi Koalisi di Pilkada 2020
Kelenturan koalisi partai di daerah tak terlepas dari dinamika politik yang berbeda di setiap daerah. Namun, koalisi yang dibangun semestinya berpegang pada pilihan sikap partai secara konsisten.
Pola koalisi pada Pilkada 2020 semakin berwarna. Koalisi yang ditunjukkan PDI-P, Gerindra, ataupun PKS untuk mendukung pasangan calon di pilkada begitu dinamis di banyak daerah pemilihan. Kondisi tersebut tak lepas dari pergeseran konfigurasi koalisi partai di tingkat nasional.
Dinamika politik seusai Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 cukup menggeser pola koalisi kekuatan partai politik. Bergabungnya Gerindra dalam pemerintahan yang dipimpin kader partai pemenang PDI-P membelokkan arah peta politik.
Koalisi Indonesia Adil Makmur di Pemilu Presiden 2019 telah bubar. Keputusan pembubaran tersebut diambil melalui rapat internal bersama lima sekretaris jenderal partai koalisi, yaitu Gerindra, PKS, PAN, Demokrat, dan Berkarya.
Pasca-pembubaran, Gerindra secara terang-terangan memilih melebur dalam pemerintahan. Prabowo Subianto, sosok calon presiden yang sebelumnya didukung Koalisi Indonesia Adil Makmur, akhirnya resmi dilantik sebagai Menteri Pertahanan dalam kabinet Indonesia Maju. Sementara itu, PKS mantap mendeklarasikan diri menjadi oposisi.
Kehadiran Prabowo dan Gerinda dalam kubu pemerintahan melembutkan polarisasi pilpres yang sebelumnya begitu kentara. Hal tersebut berefek besar pada peta politik di tingkat daerah.
Hasil analisis yang dilakukan Litbang Kompas menunjukkan, pada Pilkada 2020 yang digelar di 9 provinsi dan 261 kabupaten/kota, partai-partai bersaing ketat mengusung calon kepala daerah mereka.
Golkar, misalnya, menjadi partai pengusung pasangan calon terbanyak. Partai beringin itu mengusung sembilan pasangan calon di pemilihan gubernur dan 255 paslon untuk pemilihan bupati serta pemilihan wali kota.
PDI-P mengusung delapan paslon gubernur dan 248 calon pilbup dan pilwakot. Adapun Gerindra mendukung 237 paslon untuk pilbup dan pilwalkot. PKS mengusung delapan paslon gubernur serta 201 paslon bupati dan wali kota kota.
Inkonsistensi koalisi
Peta pola koalisi partai tampaknya tak lagi terpolarisasi besar seperti yang terjadi di pilpres. Koalisi di antara PDI-P, PKS, dan Gerindra bergerak dinamis. Bahkan, koalisi antara PDI-P dan PKS tampak lebih mudah dibandingkan antara PKS dan Gerindra yang cenderung kian berjarak.
Hal tersebut terlihat dengan ketiadaan gerbong koalisi antara Gerindra dan PKS yang mengusung paslon dalam pilgub. Dalam pilkada kabupaten dan kota, keberadaan dua partai ini dalam kelompok koalisi yang sama hanya terdapat di 86 paslon.
Jumlah tersebut lebih sedikit dibandingkan dengan gabungan dukungan antara PDI-P dan PKS. Di pilkada provinsi, ada tiga paslon yang didukung partai pemerintahan dan oposannya itu. Tiga paslon itu maju dalam Pilkada Provinsi Bengkulu, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan. Dalam pemilihan bupati dan wali kota, 65 paslon mendapatkan dukungan dari gerbong koalisi yang di dalamnya tergabung PDI-P serta PKS.
Paslon kepala daerah yang didukung koalisi PDI-P dan Gerindra juga terhitung banyak. Empat dari sembilan daerah yang akan menggelar pilgub, yaitu Provinsi Kepulauan Riau, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tengah, menghadirkan paslon yang didukung dua partai tersebut. Di pilkada kabupaten dan kota, PDI-P dan Gerindra tergabung dalam blok dukungan untuk 106 paslon.
Polarisasi dukungan pilgub
Terbatasnya dukungan PKS dan Gerindra lebih terlihat dari pola dukungan di pilkada provinsi. Dari sembilan provinsi yang menggelarnya, tak satu pun blok dukungan paslon mendapatkan dukungan secara bersamaan dari PKS ataupun Gerindra. Di Pemilihan Gubernur Bengkulu, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan, yang menjadi daerah koalisi antara PDI-P dan PKS, Gerindra memilih masuk dalam koalisi partai yang mendukung paslon lainnya.
Di Bengkulu, koalisi murni antara PDI-P dan PKS mengusung paslon Rohidin Mersyah serta Rosjonsyah. Adapun Gerindra membangun poros dukungan untuk paslon Agusrin Maryono dan M Imron Rosyadi bersama PKB serta Gerindra. Sayangnya, pasangan ini gagal lolos menjadi pasangan calon karena tak memenuhi syarat.
Baca juga : Peserta Pilgub Sulut Diapresiasi karena Cegah Kerumunan
Serupa dengan hal itu, PKS tampaknya juga menarik diri dalam gerbong koalisi partai untuk paslon gubernur yang sudah diisi Gerindra. Di Pilkada Kepulauan Riau, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Tengah, PKS serta Gerindra menunjukkan pola koalisi yang berseberangan.
Di tiga wilayah kontestasi pemilihan gubernur lainnya, yaitu Sumatera Barat, Jambi, dan Sulawesi Utara, konfigurasi koalisi ketiga partai ini berbeda akibat dominasi kekuatan yang ditunjukkan salah satu partai. Di Pilgub Sumatera Barat, Gerindra memiliki modal kuat elektoral sehingga secara tunggal mantap mengusung maju paslon gubernur Nasrul Abit dan Indra Catri. Adapun PKS bersama PPP membentuk poros yang mendukung paslon gubernur Mahyeldi serta Audy Joinaldy.
Di Pilkada Kepulauan Riau, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Tengah, PKS serta Gerindra menunjukkan pola koalisi yang berseberangan.
Hal itu tak jauh berbeda dengan Pilkada Sulawesi Utara, tempat perolehan suara PKS sangat kecil dan absen dalam kontestasi pemilihan gubernur di provinsi ini. Di Pilkada Sulut, PDI-P, Gerindra, PKB, dan PSI bergabung untuk mendukung paslon Olly Dondokambey dan Steven OE Kandouw.
Pola dukungan partai yang sedikit berbeda terdapat dalam Pilkada Jambi. Di provinsi ini, peta koalisi PDI-P, Gerindra, dan PKS lebih dinamis. Ketiganya membangun koalisi yang berbeda. Tiga kelompok koalisi yang terbentuk itu adalah PDI-P bersama Golkar, PKS bersatu dengan PKB dan PAN, sementara Gerindra membangun gerbong dukungan paslon bersama PPP, Hanura, serta Demokrat.
Koalisi dua partai
Meskipun demikian, di pilkada tingkat kabupaten dan kota, polarisasi koalisi antara PKS dan Gerindra jauh lebih cair. Dari 86 paslon pilkada kabupaten/kota yang didukung PKS dan Gerindra dalam satu gerbong koalisi, paslon di Pilkada Kota Binjai dan Kabupaten Padang Pariaman diusung koalisi murni PKS-Gerindra tanpa partai lainnya.
Di Pilkada Kota Binjai, duet Gerindra dan PKS menyokong paslon wali kota Rahmat Sorialam Harahap dan Usman Jakfar. Untuk Pilkada Kabupaten Padang Pariaman, koalisi dua partai ini mengusung Refrizal yang berpasangan dengan Happy Neldy.
Baca juga : Siap Berkampanye untuk Putranya, Wali Kota Magelang Segera Ajukan Cuti
Pola koalisi yang dilakukan hanya dua partai juga ditunjukkan PDI-P dan Gerindra. Blok dukungan yang dibangun dari duet partai berlogo kepala banteng dan garuda ini bahkan mengusung paslon di enam daerah pemilihan, yaitu Pilkada Kota Dumai, Bengkulu Selatan, Lampung Tengah, Way Kanan, Kota Manado, dan Kota Tomohon.
Sementara itu, koalisi yang dibangun antara dua partai, yaitu PDI-P dan PKS, hanya terdapat di Kota Mataram. Duet koalisi partai yang ”berseberangan” di pentas nasional tersebut mengusung paslon Putu Selly Andayani dan Abdul Manan yang akan berhadapan dengan tiga paslon lainnya.
Kelenturan koalisi partai di daerah tentu tak terlepas dari dinamika politik yang berbeda di setiap daerah. Namun, koalisi yang dibangun semestinya tetap berpegang pada pilihan sikap partai secara konsisten, sehingga tak mengusik kepercayaan publik.
(Litbang Kompas)