Dampak wabah Covid-19 pada dunia pendidikan menyebabkan banyak kendala dan hambatan, tetapi sekaligus memunculkan nilai-nilai positif baru terobosan metode pendidikan.
Oleh
MB Dewi Pancawati
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 mengguncang dunia di berbagai lini dan membawa dampak luar biasa, tak terkecuali di sektor pendidikan. Penyebaran virus korona yang masif menyebabkan proses belajar-mengajar dengan tatap muka di sekolah dan kampus dihentikan. Sampai dengan akhir Maret 2020, lebih kurang 1,4 miliar siswa di dunia harus melakukan pembelajaran dari rumah.
Di Indonesia, sejak 16 Maret 2020, hampir semua daerah meliburkan sekolah dan perguruan tinggi. Menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), 68,8 juta peserta didik mulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga perguruan tinggi; 4,2 juta guru dan dosen; serta 646.000 satuan pendidikan terdampak pandemi Covid-19. Mereka harus menjalankan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dari rumah via dalam jaringan (daring).
Keadaan yang luar biasa ini tidak pernah diduga dan tak ada persiapan untuk menghadapinya sehingga banyak keluhan muncul. Keluhan itu berupa siswa capek mengerjakan tugas, guru bingung cara memberikan materi, orangtua stres mendampingi anak belajar, pengeluaran yang melonjak, dan kendala teknologi.
Di sisi lain, pandemi menjadi suatu blessing in disguise, berkat yang terselubung.
Melalui pembelajaran daring, pendidikan kita membuktikan teori disrupsi, yaitu terjadinya digitalisasi pendidikan. Apa yang diperkirakan berlangsung beberapa tahun yang akan datang, oleh Covid-19 dipaksa terjadi hari ini. Disrupsi pendidikan yang dahulu dicemaskan kini semakin bisa diterima dan dijalankan secara sistematis.
Reformasi pendidikan
Pandemi yang diperkirakan masih berlangsung lama ini mendorong perubahan dalam dunia pendidikan. Era Covid-19 membutuhkan reformasi dalam cara pembelajaran lama dengan metode tatap muka yang sudah tak bisa dijalankan. Metode belajar perlu diperbarui dengan Blended Learning, yakni memadukan pembelajaran tatap muka dengan tatap maya atau daring.
Pandemi membawa dunia pendidikan menjalani transformasi secara cepat. Pandemi mengajarkan fleksibilitas bahwa pembelajaran tidak hanya didapat dalam ruang kelas, perpustakaan, atau laboratorium, tetapi bisa juga didapatkan di mana pun, kapan pun, dan dengan cara apa pun. Hal ini selaras dengan esensi ”merdeka belajar” yang digaungkan pemerintah.
Hikmah positif yang bisa diambil dari pandemi ini ialah adaptasi penggunaan teknologi dalam pembelajaran yang sangat cepat. Berdasarkan data Kemendikbud, sebagian besar siswa SMA dan hampir separuh siswa SMK telah belajar dari sumber digital yang bisa diakses bebas, seperti e-book, video, dan Youtube. Pandemi juga mendorong tumbuhnya energi kreatif dan inovatif yang sangat besar.
Eko Indrajit, akademisi dan pakar teknologi informasi, dalam webinar bertajuk ”Menyusun Strategi Pendidikan Masa Depan Pasca Pandemik” memaparkan, pembelajaran daring selama pandemi telah menumbuhkan nilai-nilai positif terhadap siswa, guru, orangtua, dan masyarakat.
Siswa, menurut dia, selain makin menguasai teknologi, juga kian mandiri mengelola waktu, lebih bebas berkreasi dan berimajinasi menyelesaikan tugas meski pendampingan guru minim. Temuan menggembirakan dalam survei yang dilakukan Tanoto Foundation pada Mei lalu menunjukkan, 77 persen siswa mengaku mengalami kegiatan belajar yang menarik, bervariasi, dan hal-hal baru. Adapun 56 persen siswa senang dapat berdiskusi dengan orangtua.
Hikmah positif yang bisa diambil dari pandemi ini ialah adaptasi penggunaan teknologi dalam pembelajaran yang sangat cepat.
Di sisi lain, pikiran guru semakin terbuka terhadap kemudahan dari teknologi. Guru terus mengembangkan diri dengan aktif mencari sumber belajar dan berusaha keras beradaptasi dengan teknologi agar dapat memberikan materi ajar menarik serta tak membosankan.
Bagi orangtua, pandemi Covid-19 membuka mata bahwa sebenarnya orangtua merupakan guru yang utama bagi anak. Kini ada komunikasi intensif antara anak dan orangtua. Komunikasi untuk tidak sekadar membimbing dalam menyelesaikan tugas, tetapi juga memberikan nilai tambah kepada anak dalam bentuk pendidikan karakter, pola pikir, dan perilaku. Orangtua kian intens mengklarifikasi tugas. Dari sisi masyarakat, tumbuh aksi sosial menyediakan platform belajar yang leluasa diakses siapa saja tanpa biaya dengan konten edukasi berkualitas.
Daerah terluar
Nilai-nilai positif yang muncul dalam pembelajaran daring berimplikasi pada pendidikan saat ini. Dunia sekarang membutuhkan metode pendidikan 4.0 yang mempersiapkan siswa menghadapi tantangan digital. Metode pendidikan 4.0 menempatkan siswa sebagai pusat dalam ekosistem pendidikan, dengan siswa memiliki fleksibilitas untuk mencapai hasil akhir.
Paparan teknologi dan informasi (IT) selama pandemi membuat pandangan terhadap peran IT di dunia pendidikan menjadi berubah. Siswa telah memiliki pandangan rasional mengenai bagaimana sebaiknya proses pembelajaran dilakukan. Karena itu, pembelajaran daring perlu didorong untuk diteruskan sebagai pelengkap pembelajaran tatap muka setelah pandemi nanti berakhir.
Meski demikian, penyelenggaraan pendidikan pascapandemi memerlukan sinergi dan kolaborasi berbagai pihak untuk mempercepat perbaikan kualitas pendidikan nasional. Semua pemangku kepentingan dalam ekosistem pendidikan harus menjadi agen perubahan atau agen penggerak.
Diperlukan sikap saling mengisi dan berbagi guna menjembatani kesenjangan antara kebutuhan dan ketersediaan sumber daya di satuan pendidikan ataupun pada skala lebih luas. Sebagai contoh, dibandingkan dengan peserta didik di daerah perkotaan, siswa di daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal) tidak bisa menjalankan pembelajaran daring.
Ketiadaan jaringan internet perlu menjadi prioritas kebijakan pemerintah dalam menyusun strategi pendidikan pascapandemi. Dengan demikian, akselerasi pendidikan berlangsung merata di semua wilayah.