Sinyal Redup Pemulihan Ekonomi Covid-19
Kebijakan penanganan pandemi antara pemerintah pusat dan daerah diharapkan memperoleh hasil semakin baik sebelum pertengahan kuartal IV-2020. Jika tidak, sinyal pemulihan ekonomi meredup sepanjang 2020.
Penerapan kembali pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di Jakarta berimbas pada reaksi pasar. Pemberlakuan aturan ini memunculkan ekspektasi bahwa pemulihan kembali meredup seiring dengan tingginya angka kasus Covid-19 di Indonesia.
Kasus harian Covid-19 di Indonesia menunjukkan tren yang cenderung meningkat. Belum ada tanda penurunan kasus secara nasional sejak 2 Maret 2020. Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat jumlah kasus harian sudah beberapa kali menembus rekor.
Secara global, menurut data Johns Hopkins, pada 15 September, Indonesia menempati posisi ke-23 dari 188 negara di dunia yang terdata masih memiliki kasus Covid-19. Di Asia, Indonesia menempati posisi ke-9, sedangkan di Asia Tenggara, Indonesia berada di urutan ke-2.
Selain berdampak pada bidang kesehatan, pandemi Covid-19 juga menekan perekonomian nasional. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 turun menjadi minus 5,32 persen. Kekhawatiran terjadinya penurunan perekonomian lebih lanjut membuat pemerintah mempersiapkan strategi pemulihan ekonomi di tengah pandemi. Sebanyak Rp 695,2 triliun dialokasikan untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional.
Menurut data Kementerian Keuangan hingga 31 Agustus 2020, capaian realisasi anggaran tersebut Rp 211,6 triliun atau 30,4 persen. Capaian ini lebih baik dibandingkan dengan realisasi pada semester I, yakni meningkat Rp 87 triliun dari akhir Juni 2020.
Saat realisasi anggaran membaik, tingkat penularan Covid-19 tidak memperlihatkan perbaikan. Karena itu, beberapa daerah kembali menerapkan PSBB. Salah satunya DKI Jakarta yang memutuskan memberlakukan kembali PSBB melalui Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 88 Tahun 2020.
Keberadaan Jakarta sebagai ibu kota negara membuat kebijakan pembatasan sosial itu dapat memberikan pengaruh pada perputaran ekonomi nasional. DKI Jakarta berperan strategis bagi perekonomian nasional. Dapat dikatakan, kondisi perekonomian Ibu Kota merupakan gambaran kondisi perekonomian nasional.
Menurut data BPS, produk domestik regional bruto Jakarta pada 2015 hingga 2019 berkontribusi hingga 16,65 persen terhadap PDB Indonesia. Adapun kontribusi ekonomi pada kuartal II-2020 sebesar 17,17 persen terhadap PDB dengan laju pertumbuhan ekonomi minus 8,22 persen (year on year).
Bersiap
Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kuartal III- 2020 berada pada kisaran minus 2,1 persen hingga 0 persen. Pemberlakuan kembali PSBB memengaruhi besaran proyeksi. Pembatasan aktivitas fisik dan sosial akan membuat tingkat pendapatan dan konsumsi rumah tangga terkontraksi.
Kelesuan ini seharusnya mulai membaik secara bertahap pada kuartal III sejalan dengan hadirnya bantuan program pemerintah dan pelonggaran kebijakan beraktivitas. Namun, keputusan PSBB sebagai urgensi menarik rem pandemi memunculkan ekspektasi pemulihan ekonomi meredup.
Urgensi ini menuai reaksi pasar. Paparan Gubernur DKI Jakarta pada 9 September mengenai perkembangan situasi Covid-19 di Jakarta dan rencana PSBB kedua membuat nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dollar AS dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah.
Data Bank Indonesia menunjukkan, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) rupiah terhadap dollar AS melemah 0,12 persen menjadi Rp 14.871 per dollar AS pada 10 September. Pelemahan berlanjut hingga 11 September sebesar 0,73 persen menjadi Rp 14.979 per dollar AS.
Pelemahan rupiah pada 10 September ini terjadi di tengah penguatan mayoritas mata uang Asia. Hal ini terlihat pada data Bloomberg, yakni won Korea Selatan menguat 0,36 persen, ringgit Malaysia (0,16 persen), peso Filipina (0,15 persen), rupee India (0,12), dan yen Jepang (0,1 persen).
Demikian halnya dengan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI). Posisi IHSG ikut tertekan karena adanya sentimen negatif pasar. IHSG pada 10 September 2020 bergerak ke zona merah. Bahkan, sempat ditutup sementara (trading halt) pada pukul 10.36 WIB setelah terjun 257,5 poin atau 5 persen menjadi level 4.891,8.
Baca juga: PSBB di Jakarta Perlu Ketegasan dan Pemantauan Terus-menerus
PSBB juga menahan konsumsi masyarakat sehingga Indeks Harga Konsumen (IHK) berpotensi mengalami deflasi kembali. Berdasarkan Survei Pemantauan Harga BI, perkembangan harga pada September 2020 diperkirakan akan deflasi 0,01 persen secara bulanan.
Perkiraan ini akan membuat Indonesia mengalami penurunan harga selama tiga bulan berturut-turut. Pada Agustus 2020, deflasi 0,05 persen dengan IHK 104,90. Adapun pada Juli 2020 deflasi 0,10 persen dengan IHK 104,95.
Berbeda
Skala penerapan PSBB Jakarta kali ini tidak seketat PSBB sebelumnya. PSBB pada Maret dan April memaksa seluruh kegiatan masyarakat terhenti. Adapun saat ini aktivitas perkantoran diperbolehkan dengan batas kapasitas 25 persen.
Pada PSBB kedua, masih ada ruang kompromi menjaga ekonomi. Pemerintah telah menyiapkan aksi penanganan dampak Covid-19 dan beberapa perusahaan juga telah melakukan penyesuaian terhadap pandemi.
Karena itu, respons psikologis pasar terhadap penerapan PSBB pertama dan kedua berbeda. Koreksi IHSG dan kurs rupiah terhadap dollar tak sedalam PSBB pertama. Penerapan PSBB pertama membuat IHSG menyentuh level hingga 3.911,72 pada 24 Maret.
Pada PSBB kedua, masih ada ruang kompromi menjaga ekonomi.
Kurs referensi Jisdor menyentuh Rp 14.815 per dollar AS pada 13 Maret akibat sentimen PSBB Jakarta dan terus melemah hingga 23 Maret menjadi Rp 16.608 per dollar AS. Kurs rupiah jatuh paling dalam pada posisi Rp 16.741 per dollar AS pada 2 April.
Jika dilihat berdasarkan level provinsi, laporan BPS menunjukkan beberapa sektor mengalami kontraksi paling dalam pada kuartal II PDRB Jakarta (year on year). Sektor tersebut, antara lain, akomodasi dan makanan-minuman, transportasi dan pergudangan, pengolahan, serta perdagangan.
Penurunan kinerja perekonomian sejalan dengan penurunan pengeluaran konsumsi rumah tangga (PKRT). Angka minus 5,23 persen membuat indikator ini tidak bisa lagi menjadi penggerak perekonomian Jakarta. Selanjutnya, pelaku usaha menunda investasi karena rendahnya agregat permintaan.
Pertaruhan
Keefektifan PSBB kedua tengah dipantau dan menjadi pertaruhan. Investor semakin konservatif karena dipicu oleh angka kasus Covid-19. Sentimen pasar akan menguat jika pemerintah mampu mengelola dan mencegah terjadinya kenaikan kasus.
Sebaliknya, ketidakefektifan PSBB Jakarta dapat semakin menekan pelaku usaha riil nasional dan pasar akan bereaksi negatif. Hal itu terjadi jika kebijakan PSBB diberlakukan dalam waktu yang lama tanpa hasil berupa pengendalian kasus yang memuaskan.
Baca juga: Berpacu Melawan Resesi
Pertumbuhan ekonomi pada 2020 diproyeksikan pada kisaran minus 1,1 persen hingga 0,2 persen. Apabila pemulihan ekonomi tak kunjung terwujud pada kuartal IV-2020, Indonesia akan masuk dalam fase berikutnya, yakni depresi ekonomi.
Maka, diharapkan kebijakan penanganan Covid-19 antara pemerintah pusat dan daerah memperoleh hasil yang semakin baik sebelum pertengahan kuartal IV-2020. Jika tidak, sinyal pemulihan ekonomi meredup sepanjang 2020.
(LITBANG KOMPAS)