Ujian Kebijakan di Lantai Bursa
Anjloknya IHSG pasca pengetatan PSBB, dipengaruhi kekhawatiran investor bahwa kebijakan tersebut akan kembali menekan perekonomian dan dunia usaha.
Reaksi pasar terhadap suatu kebijakan atau program pemerintah banyak yang terefleksi di lantai bursa. Selama masa pandemi global ini, volatilitas indeks harga saham sedikit banyak dipengaruhi oleh kebijakan penanganan Covid-19.
Pergerakan saham di pasar bursa, selain dipengaruhi oleh faktor fundamental, juga oleh sentimen pasar. Pasca Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan pada hari Rabu (9/9/2020) malam mengumumkan rencana pemberlakuan kembali pembatasan sosial berskala besar atau PSBB secara ketat, bursa saham langsung bereaksi negatif.
Keesokan harinya, Kamis (10/9/2020) indeks harga saham gabungan anjlok cukup dalam. Perdagangan saham sempat dihentikan untuk menahan laju penurunan. Namun pada sore hari indeks ditutup pada angka 4.891,46, turun 257,92 poin atau 5,01 persen dibandingkan hari sebelumnya.
Kebijakan PSBB secara ketat diambil karena pertimbangan tiga hal. Pertama, angka kematian; kedua, angka keterisian tempat tidur di ruang isolasi; dan keterisian tempat tidur di ruang perawatan intensif atau ICU di rumah sakit.
Kasus harian Covid-19 DKI Jakarta bertambah signifikan setiap hari. Tingkat kematiannya sekitar 2,7 persen, masih di bawah angka nasional yang 4,1 persen.
Meski persentase kematian rendah, angka pemakaman dengan protap Covid-19 meningkat. Artinya, ada semakin banyak kasus kemungkinan meninggal yang harus dimakamkan dengan protap Covid-19 sebelum hasil tes usap keluar.
Baca juga: Merunut Pola Penyebaran Covid-19 di Jakarta
Angka keterisian tempat tidur isolasi rumah sakit di Jakarta sudah mencapai 77 persen dari 4.053 tempat tidur. Diproyeksikan, pada 17 September tempat tidur isolasi akan penuh alias pasien tidak tertampung jika tidak ada penambahan tempat tidur.
Meski tempat tidur isolasi bisa ditambah menjadi 4.807 unit, tetap pasien tidak akan tertampung jika laju kasus aktif selalu tinggi. Bahkan, dengan penambahan tempat tidur pun, rumah sakit di Jakarta diproyeksi pada 6 Oktober akan penuh.
Begitu juga dengan keterisian tempat tidur ICU yang sudah 83 persen dari kapasitas 528 tempat tidur. Melihat laju kasus aktif, tempat tidur ICU akan penuh per 15 September 2020. Meski diupayakan penambahan hingga 636 tempat tidur, bila laju kasus masih tinggi, tempat tidur ICU pun akan penuh pada 25 September.
Dengan keadaan seperti ini, pengulangan PSBB di ibukota diberlakukan per 14 September 2020 untuk meredam penularan wabah. Upaya memakai masker tidak akan memadai jika mobilitas penduduk tidak dibatasi. Kegiatan usaha diharapkan tidak berhenti, tetapi dilakukan dari rumah.
Saham rebound
Anjloknya IHSG pasca pengumuman PSBB diperketat disebabkan investor banyak yang merasa khawatir bahwa kebijakan tersebut akan kembali menekan perekonomian dan dunia usaha. Pemulihan ekonomi nasional akan semakin membutuhkan waktu yang lama karena pertumbuhan ekonomi pada triwulan ketiga akan kembali negatif.
Pemberlakuan PSBB secara ketat kali ini tepat dua minggu sebelum akhir masa triwulan ketiga. Meski kebijakan PSBB dilakukan hanya di DKI Jakarta, kontribusi perekonomian di ibu kota negara ini cukup besar terhadap Produk Domestik Bruto.
Sekurangnya, 60 persen perputaran uang ada di DKI Jakarta. Itulah sebabnya, kekhawatiran perlambatan ekonomi akan semakin berkepanjangan, menguat.
Hampir semua sektor akan terdampak PSBB. Namun, sektor ritel merupakan sektor yang paling terpukul jika berkaca pada pelaksanaan PSBB periode pertama yang dilakukan pada 10 April 2020 hingga 3 Juni 2020 lalu. Penutupan gerai maupun pusat perbelanjaan berdampak pada operasional ritel karena tempat-tempat ini biasanya menjadi pusat keramaian dan tempat berkumpul.
Walaupun IHSG pada perdagangan hari Kamis (10/9/2020) anjlok 5,01 persen, pada perdagangan hari Jumat (11/9/2020) ditutup dengan indeks yang menguat di angka 5.016,71 atau naik 2,56 persen. Bahkan pada perdagangan hari Senin (14/9/2020), saat PSBB secara ketat resmi diberlakukan, IHSG masih terus bangkit (rebound) dan ditutup pada angka 5.161,83 atau naik 2,89 persen.
Sentimen negatif yang cepat beralih menjadi positif ini agaknya didasari oleh tumbuhnya keyakinan bahwa situasi darurat kesehatan yang terjadi sekarang membutuhkan langkah yang tegas dan berani. Apalagi masyarakat sudah memiliki modal awal dan pengalaman sebelumnya dalam mempersiapkan situasi pembatasan.
Baca juga: Pelaku Pasar Modal Respons Positif Penerapan PSBB
Stimulus pemerintah untuk perekonomian dan dampak Covid-19 pun sudah banyak dan lebih siap dalam menopang perekonomian. Relatif tidak ada keterkejutan, kecuali kekhawatiran akan berputarnya roda perekonomian.
Pasar merespons positif pengumuman dari Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menyatakan PSBB kali ini bukanlah PSBB total, melainkan PSBB ketat. Ditambah lagi pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan koordinasi dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah di wilayah penyangga untuk menyinkronkan kebijakan.
Wilayah penyangga perlu mengurangi pergerakan warganya yang bepergian untuk bekerja ke ibu kota. Pengendalian Covid-19 di Jakarta dan sekitarnya hanya bisa berhasil jika ada kekompakan dan kesamaan visi dari kepala daerah terkait.
Ada pula harapan, jika kebijakan ini berhasil menurunkan laju penambahan kasus aktif Covid-19 di tanah air, citra Indonesia di mata internasional dalam mengatasi penyebaran wabah akan menjadi lebih baik.
Baca juga: Memaknai Rekor Kasus Covid-19 di Indonesia
Volatilitas saham
Volatilitas atau turun naiknya harga saham sejatinya adalah dinamika yang biasa di lantai bursa. Pasar bursa adalah tempat masuk dan keluarnya dana investasi secara cepat karena pemain mengedepankan margin keuntungan.
Di sinilah rencana kebijakan atau program pemerintah mendapatkan ujiannya. Sejauh mana kebijakan disambut sentimen positif atau negatif.
Dalam sebulan terakhir (17 Agustus – 14 September) setidaknya terdapat 10 hari perdagangan yang mencatat kenaikan IHSG dan 8 hari perdagangan yang menunjukkan penurunan IHSG. Volatilitas masih seimbang antara yang naik dan turun.
Jika dilihat sejak awal tahun hingga 14 September 2020, dari 171 hari perdagangan aktif terdapat 82 hari (48 persen) yang tercatat mengalami penurunan indeks. Penurunan IHSG yang cukup tajam bukanlah yang terjadi pada pekan lalu.
IHSG mencapai angka terendahnya terjadi di masa sebelum PSBB tahap pertama dilakukan, yaitu pada tanggal 24 Maret 2020, selang hampir dua minggu setelah seorang korban meninggal akibat Covid-19 di Indonesia dan penanganan virus korona baru yang belum terarah.
Baca juga: Menunggu Momentum Kebangkitan Pasar Modal di Paruh Kedua
Pada hari itu, IHSG yang tercatat pada angka 3.937,63 memang hanya turun sebanyak 51,89 poin atau minus 1,3 persen dibandingkan hari sebelumnya. Namun, jika dibandingkan dengan indeks di awal tahun, terjadi penurunan sebesar 2.345,95 poin atau merosot 37,3 persen.
Penurunan IHSG yang cukup dalam juga pernah terjadi sebelumnya, bahkan beberapa kali pada bulan Maret, seperti pada 9 Maret sebesar minus 6,58 persen dan pada 19 Maret sebesar minus 5,2 persen.
Setelah mencapai titik terendahnya, IHSG pada hari perdagangan berikutnya (26 Maret 2020) setelah diselingi hari libur nasional, mengalami rebound sebanyak 401,27 poin atau naik 10,19 persen ke posisi 4.338,90. Kenaikan ini merupakan yang tertinggi sepanjang 2020.
Setelah itu, IHSG cenderung membaik seiring dengan diberlakukannya PSBB tahap pertama yang dimulai pada 10 April 2020. Sejak April 2020, tren pergerakan indeks saham di Bursa Efek Indonesia ini cenderung naik, meski belum berhasil pulih ke posisi seperti tahun 2019 lalu yang berada di angka 6000-an. Akhir tahun lalu, IHSG ditutup pada angka 6.299,54.
Sejauh mana tren kenaikan IHSG akan berlanjut di hari-hari ke depan masih akan ditentukan oleh sejumlah faktor yang memunculkan sentimen pasar. Kebijakan-kebijakan penanganan kasus Covid-19 di tanah air pasti akan menjadi perhatian masyarakat juga investor.
Selain itu, sejumlah hal yang pastinya akan dicermati oleh para pelaku pasar dalam waktu dekat di antaranya adalah rilis data neraca perdagangan dan data ekspor-impor oleh Badan Pusat Statistik, juga hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia menyangkut suku bunga acuan.
Menyusul nanti laporan pertumbuhan ekonomi triwulan ketiga. Sementara sejumlah faktor dari luar negeri, seperti kebijakan suku bunga The Fed, tentunya juga akan memengaruhi pergerakan indeks harga saham.
(LITBANG KOMPAS)