Indonesia harus berusaha secara mandiri memenuhi kebutuhan vaksin Covid-19. Upaya ini akan mampu menekan biaya pada masa mendatang dan mengurangi ketergantungan terhadap negara lain untuk pemenuhan vaksin.
Oleh
Susanti Agustina S
·5 menit baca
Kehadiran vaksin Covid-19 dinantikan seluruh penduduk dunia. Indonesia diharapkan mampu secara mandiri memproduksi vaksin dan tidak bergantung pada vaksin produk negara lain. Kemandirian terkait vaksin ini juga tidak lepas dari kekhawatiran publik terhadap produk vaksin dari negara lain.
Vaksin Covid-19 menjadi harapan agar kehidupan kembali normal setelah setengah tahun kita hidup bersama pandemi. Upaya dan strategi cepat Indonesia berkolaborasi dengan produsen vaksin, Sinovac dari China dan G42 dari Uni Emirat Arab, guna mendapatkan vaksin serta akses teknologi agar vaksin itu bisa diuji dan diproduksi di dalam negeri dinilai publik sudah tepat. Namun, resistensi publik terhadap upaya vaksinasi masih tinggi.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setidaknya ada 200 calon vaksin Covid-19 yang sedang diupayakan oleh para ilmuwan di sejumlah negara. Hingga awal Agustus 2020, sudah ada 139 calon vaksin masuk tahap preklinis. Sebanyak 25 calon vaksin lainnya dalam proses diuji klinis tahap pertama, 17 calon vaksin sedang uji klinis tahap kedua, dan ada tujuh yang memasuki uji klinis tahap ketiga.
Uji klinis tahap ketiga diberikan kepada ribuan orang untuk memastikan keamanan dan efek samping dari calon vaksin tersebut. Calon vaksin yang telah masuk uji klinis tahap ketiga diharapkan lulus uji sehingga dapat diproduksi massal. Kehadiran calon vaksin yang telah lulus uji klinis tahap akhir ini menjadi harapan bagi pasien di seluruh dunia yang terinfeksi Covid-19.
Setidaknya 60,9 persen publik telah mengetahui bahwa Indonesia bekerja sama dengan China dan Uni Emirat Arab (UEA) untuk pengadaan vaksin Covid-19. Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN) telah merampungkan draf peraturan presiden (perpes) tentang pengadaan vaksin Covid-19.
Kementerian Kesehatan telah mengajukan anggaran Rp 3,8 triliun untuk pengadaan vaksin Covid-19. Anggaran itu diajukan sebagai uang muka untuk mendapatkan vaksin Covid-19 dari Global Alliance for Vaccines and Immunization (GAVI).
Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional menyatakan, sebanyak 15 juta orang bisa mendapat 30 juta vaksin pada akhir 2020 jika uji klinis vaksin Covid-19 hasil kerja sama dari China dan UEA berjalan sesuai rencana. Vaksinasi vaksin Sinovac dari China dan G42 dari UEA berkonsep pemakaian dua dosis dalam sekali penyuntikan dengan jeda waktu dua pekan.
Calon vaksin yang telah masuk uji klinis tahap ketiga diharapkan lulus uji sehingga dapat diproduksi massal.
Vaksinasi harus diulang setelah dua tahun. Sinovac telah berkomitmen menyediakan bahan baku vaksin Covid-19 sebanyak 20 juta dosis pada akhir 2020 dan 250 juta dosis dengan kelebihan 10 persen pada 2021. G42 berkomitmen untuk menyediakan 10 juta vaksin pada Desember 2020 dan 50 juta dosis pada kuartal I-2021.
Sebanyak 72,2 persen responden sepakat, langkah Indonesia menjalin kerja sama dalam pengadaan vaksin Covid-19 dari China sudah tepat meski ada 17 persen yang menilai tidak tepat.
Keraguan
Separuh lebih responden (52,6 persen) bersedia disuntik vaksin ini dengan berbagai syarat. Sebanyak 27,6 persen responden bersedia disuntik vaksin Covid-19 jika dijamin aman dari Covid, sedangkan 12,6 persen responden bersedia disuntik vaksin Covid-19 yang berasal dari China jika telah dinyatakan halal secara agama. Selain itu, 12,4 persen responden bersedia disuntik vaksin jika sudah diputuskan oleh pemerintah.
Keraguan yang lebih jelas menerima suntikan vaksin dari China ditunjukkan oleh 42,5 persen responden. Keraguan menerima vaksin yang berembel-embel produk China ini bisa jadi menunjukkan kehati-hatian publik terhadap keandalan vaksin tersebut.
Di sisi lain, perlu diantisipasi dimensi konservatisme di masyarakat yang menjadi dasar penolakan. Hal semacam ini bisa merugikan upaya pemulihan kesehatan di masa pandemi. Jaminan dari pemerintah dan upaya sertifikasi halal yang diikuti sosialisasi massal harus dilakukan untuk mengatasi ketidakyakinan sebagian publik terhadap vaksin Covid-19. Alasan klinis, pragmatis, ataupun agama, semua bisa berdiri sendiri atau berakumulasi menjadi penyebab orang enggan menerima vaksinasi.
Keraguan akan pemerataan dalam distribusi vaksin menjadi masalah lain yang juga harus diantisipasi pemerintah. Mulai dari pihak yang paling diprioritaskan mendapatkan vaksin, siapa yang berhak mendapatkan vaksin dengan subsidi pemerintah, model distribusi ke sejumlah wilayah, hingga alur untuk mendapatkan vaksinasi.
Jumlah penduduk Indonesia yang ratusan juta jiwa dan setiap orang harus mendapat dua kali suntikan, serta variasi vaksin dari sejumlah negara berbeda, menimbulkan risiko tambahan lain. Karena itu, perlu menciptakan vaksin Covid-19 ”versi lokal” yang murni diciptakan orang Indonesia sendiri.
Produksi mandiri
Keterbatasan volume produksi global tahap awal pada 2021 akan menyebabkan vaksin Covid-19 menjadi produk yang diperebutkan. Volume produksi awal diperkirakan mencapai 3 miliar dosis. Sementara kebutuhan dunia pada saat yang sama diperkirakan tiga sampai empat kali lipat karena diasumsikan per orang butuh dua kali vaksinasi untuk mencapai level kekebalan kelompok (herd immunity).
Tingginya kebutuhan vaksin Covid-19 di seluruh dunia mengindikasikan, Indonesia tidak bisa hanya mengandalkan vaksin produksi negara lain. Lebih dari tiga perempat responden (81 persen) menilai, Indonesia selayaknya mampu memproduksi vaksin Covid-19 secara mandiri. Hanya 12,2 persen yang meragukan kemampuan Indonesia melakukannya.
Publik bahkan menaruh keyakinan tinggi (85,7 persen) bahwa Indonesia akan mampu menguasai teknologi pembuatan vaksin anti-Covid-19 di masa mendatang. Tidak saja karena akses teknologi dan bahan baku pembuatan vaksin dari negara lain sudah dimiliki, tetapi juga karena Indonesia punya ilmuwan di berbagai lembaga penelitian yang berkomitmen untuk mengembangkan vaksin lokal untuk Covid-19.
Indonesia harus berusaha secara mandiri memenuhi kebutuhan vaksin Covid-19. Upaya ini akan mampu menekan biaya pada masa mendatang dan mengurangi ketergantungan terhadap negara lain untuk pemenuhan vaksin tersebut. Apalagi, WHO dan sejumlah ahli sudah memperingatkan bahwa pandemi virus Covid-19 kemungkinan masih akan bertahan lama.
Selain menjalin kerja sama dengan sejumlah negara dalam pengadaan vaksin, Indonesia juga harus mendorong percepatan kehadiran vaksin lokal. Salah satunya adalah vaksin yang disebut dengan vaksin Merah Putih yang dikembangkan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman. Komunikasi dan koordinasi dengan para peneliti dan akademi harus dilakukan untuk dapat memperoleh gambaran, mendeteksi perkembangan penelitian vaksin Covid-19, serta mengurai tantangan dan masalah yang dihadapi.
Peran pemerintah dalam mengawal, mendampingi, dan mendorong penelitian untuk menemukan vaksin lokal dinilai mendesak supaya vaksin itu benar-benar dapat ditemukan dan ampuh digunakan memerangi Covid-19. Publik menunggu vaksin ini menjadi solusi nyata berakhirnya pandemi Covid-19 di Tanah Air.