Hasil jajak pendapat ”Kompas” menunjukkan, 9 dari 10 responden setuju jika birokrasi lebih ringkas dan ramping. Gemuknya birokrasi dikhawatirkan menyebabkan tumpang tindih kewenangan dan program
Oleh
Arita Nugraheni/ Litbang Kompas
·3 menit baca
Upaya pemerintah merampingkan birokrasi direspons baik oleh masyarakat. Birokrasi yang ringkas dinilai akan meningkatkan kualitas pelayanan dan menghemat anggaran. Perbaikan tata laksana pemerintahan ini tidak bisa lagi ditunda.
Hasil jajak pendapat Kompas menunjukkan, 9 dari 10 responden setuju jika birokrasi lebih ringkas dan ramping. Upaya pembubaran lembaga negara yang tidak lagi efektif juga dinilai akan menghemat anggaran dan peningkatan kualitas pelayanan.
Sebanyak 37,4 persen responden menilai pembubaran lembaga sebagai cara penghematan anggaran sekaligus perbaikan kinerja birokrasi. Gemuknya birokrasi dikhawatirkan menyebabkan tumpang tindih wewenang yang akhirnya berdampak pada tumpang tindih program. Sebanyak 51,4 persen responden menyatakan, tumpang tindih program yang memboroskan anggaran adalah persoalan paling menonjol.
Pada 2016, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) menghitung potensi inefisiensi akibat tumpang tindih program kerja tanpa manfaat (outcome) dapat mencapai Rp 397 triliun per tahun. Angka ini belum termasuk inefisiensi akibat gemuknya struktur organisasi yang membuat biaya tinggi, baik untuk membiayai pejabat ataupun jalannya organisasi (Kompas, 28/7/2020).
Pada Juli 2020, sebanyak 18 lembaga berbentuk badan, komite, dan tim koordinasi secara bertahap dibubarkan. Langkah ini dikomandoi Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2020. Tujuannya untuk efisiensi anggaran di tengah pandemi Covid-19. Selain itu, Kemenpan dan RB juga sedang mengkaji pembubaran sejumlah lembaga nonstruktural lain (Kompas, 22/7/2020).
Arsip Kompas mencatat, sejak 2014 hingga 2020, terdapat 41 lembaga nonstruktural yang telah dibubarkan. Rinciannya, 10 lembaga dibubarkan pada 2014, 2 lembaga tahun 2015, 10 lembaga pada 2016, 1 lembaga tahun 2017, dan terakhir 18 lembaga pada Juli 2020.
Terkait kebijakan itu, 78 persen responden menyatakan, pemerintah perlu membubarkan lembaga negara dengan kinerja rendah, minimal yang sudah dibentuk lima tahun. Sebanyak 32,1 persen dari kelompok yang setuju ini mengatakan pembubaran sudah sangat mendesak dilakukan.
Pengalaman publik
Dukungan program debirokratisasi ini didasari pada pengalaman publik yang masih menghadapi pelayanan birokrasi yang tak profesional. Separuh lebih responden pernah berurusan dengan lembaga negara yang pelayanannya kurang baik. Hal itu dapat dilihat dari tiga aspek, yakni dari ketatalaksanaan, aparatur, dan kelembagaan.
Pada aspek ketatalaksanaan, 69 persen responden menyatakan pernah berurusan dengan alur birokrasi rumit. Sebanyak 22,5 persen di antaranya mengaku mengalaminya dalam frekuensi sering. Dari sisi aparatur sipil negara (ASN), 63,7 persen responden mengaku pernah berurusan dengan ASN berkinerja buruk. Sebanyak 21,8 persen di antaranya mengalaminya dalam frekuensi sering.
Bank Dunia mencatat, Indeks Efektivitas Pemerintahan (IEP) Indonesia tahun 2018 berada di posisi ke-95 dengan skor 54,8. Dalam skala 0-100, makin tinggi skor, makin baik efektivitas pemerintah. Meski masih rendah, IEP Indonesia naik 26 tingkat dari posisi ke-121 pada 2016.
Dari sisi kuantitas, Kemenpan dan RB juga telah melakukan penyederhanaan struktur jabatan. Tercatat 41 kementerian/lembaga (K/L) menyederhanakan struktur jabatan dan 35 K/L di antaranya memangkas lebih dari 70 persen jabatan eselon III-V. Total ada 24.644 jabatan yang dihapus (Kompas, 12/8/2020).
Sementara itu, dari sisi lembaga, 53 persen responden jajak pendapat Kompas menyatakan pernah berurusan dengan lembaga negara yang tidak profesional. Sebanyak 16,3 persen di antaranya bahkan mengaku sering mengalaminya. Lembaga yang tidak kompeten dalam melayani publik makin mendesak dirampingkan.
Apalagi, alur birokrasi dan organisasi yang gemuk juga berpotensi menjadi celah korupsi. Kolaborasi Kementerian Dalam Negeri, Bappenas, Kemenpan dan RB, Kantor Staf Presiden, serta KPK dalam Strategi Nasional Pencegahan Korupsi menyebut perizinan dan tata niaga serta reformasi birokrasi sebagai dua sektor yang paling banyak indikasi korupsinya.
Adapun 41,4 persen responden jajak pendapat menilai, birokrasi yang panjang dan rumit adalah persoalan paling menonjol di pemerintahan. Sementara 22 persen menyatakan lembaga dengan fungsi tak jelas juga menurunkan kualitas birokrasi.
Dukungan masyarakat pada perampingan lembaga dan debirokratisasi diharapkan menjadi energi penyulut agar pemerintah terus berbenah.