Antusiasme Bertanam Hidroponik
Pertanian hidroponik dilirik pada masa pandemi. Hidroponik menjadi gerakan ketahanan pangan yang dihasilkan dari halaman rumah.
Pertanian hidroponik kian dilirik, terlebih pada masa pandemi. Selain mendorong ketahanan pangan sayur-mayur dan beragam obat, hidroponik efektif untuk menghijaukan dan menyediakan oksigen bagi lingkungan serta mengurangi polusi dan pemanasan global.
Warga ataupun sejumlah pihak berinisiatif mendorong melakukan pertanian hidroponik karena dinilai tidak saja mampu meningkatkan kondisi ekonomi sendiri, tetapi juga komunitas di sekitarnya, terlebih pada masa pandemi ini.
Semakin banyaknya waktu yang dihabiskan di rumah saat pandemi Covid-19 membuat aktivitas bertanam hidroponik kian naik daun. Budidaya tanaman hidroponik semakin banyak dilakukan karena caranya mudah.
Selain itu, budidaya ini tidak memakan tempat yang luas, apalagi di kawasan perumahan atau perkotaan. Tanaman bisa ditanam sendiri di sisi ruang kosong di pekarangan rumah.
Kegiatan bertanam hidroponik yang awalnya dilakukan karena hobi ataupun memanfaatkan waktu luang ternyata sejalan dengan upaya Kementerian Pertanian menginisiasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep rumah pangan lestari (RPL).
RPL merupakan permukiman penduduk yang mengusahakan pekarangan secara intensif untuk dimanfaatkan dengan berbagai sumber daya lokal secara bijaksana. Hal itu bertujuan menjamin kesinambungan penyediaan bahan pangan rumah tangga yang berkualitas dan beragam.
Kesinambungan penyediaan bahan pangan rumah tangga, salah satunya sayur-mayur dan tanaman bumbu serta obat, mendorong ketahanan pangan terjaga di tingkat rumah tangga. Berdasarkan World Food Summit tahun 1996, setidaknya ada empat indikator ketahanan pangan, yakni ketersediaan pangan secara fisik, akses secara ekonomi dan fisik untuk mendapatkan bahan pangan, pemanfaatan bahan pangan, dan stabilitas dari ketiga indikator.
Bahkan, Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2009 tentang Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal sudah lama dikeluarkan untuk mendorong percepatan penganekaragaman konsumsi pangan melalui kerja sama sinergis antara pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat. Salah satu wujudnya adalah optimalisasi pemanfaatan pekarangan rumah.
Pemanfaatan pekarangan rumah untuk pertanian hidroponik kini menjadi tren di masyarakat. Bahkan, tutorial untuk melakukannya dapat ditemui dengan mudah di beragam media, baik media cetak, elektronik, maupun media sosial.
Pekarangan kemudian dapat memenuhi sebagian kebutuhan sayuran pada tingkat rumah tangga sehingga memungkinkan peningkatan ketahanan pangan keluarga.
Antusiasme
Antusiasme bertanam hidroponik kian meluas. Bertanam hidroponik tidak hanya menjadi sumber pangan rumah tangga, tetapi bagi sebagian pelakunya telah menjadi sumber penghasilan. Bahkan, mereka dapat menularkan semangat bertanam hidroponik kepada masyarakat di sekitarnya.
Henrye Aan, pemuda asal Kelurahan Rejomulyo, Kecamatan Kartoharjo, Kota Madiun, Jawa Timur, membuat semacam rumah kaca (green house) dengan ukuran sekitar 10 x 10 meter. Di rumah kaca tersebut aneka sayuran berwarna hijau dan segar ditanam dengan metode hidroponik.
Saat ini, ia bisa memanen hingga 50 kilogram. Keberhasilan Aan mengembangkan sayuran dengan teknik hidroponik bersama warga menjadikan Kelurahan Rejomulyo dipilih sebagai kampung tangguh karena dinilai dapat menjadi lumbung pangan di tengah pandemi Covid-19.
Sementara di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep), Sulawesi Selatan, ada Komunitas Magello Mentong. Komunitas Magello Mentong di Kecamatan Segeri, Pangkep, mengembangkan budidaya tanaman hidroponik yang diberi nama Hidroponik Magello Mentong (MM ). Mereka berhasil menarik minat petugas penyuluh lapangan (PPL) dan kelompok wanita tani (KWT) untuk datang melihat dan belajar tentang budidaya tanaman tanpa tanah tersebut.
Bahkan, Lailatul dari Kelompok Tani Mawar Hidro di Desa Tegalrejo, Kalimantan Selatan, yang awalnya hanya mencoba kemudian berhasil mendapatkan penghasilan dari bertanam hidroponik. Lailatul sudah memiliki 120 paralon sehingga bisa menghasilkan lebih dari Rp 1 juta sekali panen dalam rentang waktu 40 hari
Ada pula Kampung Hidroponik Surabaya di RW 012 Kelurahan Medokan Ayu, Surabaya, Jawa Timur, yang berhasil membawa kesejahteraan bagi komunitas tersebut. Hingga kini, warga RW 012 telah memiliki empat spot lahan tanam sayuran hidroponik yang terletak di RT 004, RT 005, RT 006, dan RT 007.
Di setiap lokasi ada tiga meja tanam yang dikelola warga. Sekali panen, per meja tanam menghasilkan Rp 350.000 hingga Rp 400.000. Dalam sebulan bisa dihasilkan Rp 950.000-Rp 1 juta per spot lahan tanam. Sementara biaya produksi hanya berkisar Rp 150.000-Rp 200.000.
Semakin hari semakin banyak orang yang mulai sadar pentingnya konsumsi buah dan sayur segar setiap hari. Setelah mengetahui bagaimana urban farming menggunakan sistem hidroponik, semakin banyak yang menjadikannya sebagai usaha yang menguntungkan pada tahun 2020.
Prinsip hidroponik
Hidroponik adalah sistem pertanian yang dilakukan menggunakan media tanam air. Awalnya, konsep berkebun di lahan yang terbatas dengan model hidroponik dibentuk oleh sekelompok pencinta lingkungan yang bergerak secara mandiri. Konsep ini dikenal sebagai sebuah gaya hidup yang cocok dan mudah dilakukan oleh siapa pun.
Bertanam hidroponik adalah budidaya menanam dengan memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah serta menekankan pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman. Hidroponik menggunakan air agar lebih efisien sehingga cocok diterapkan pada daerah yang memiliki pasokan air terbatas.
Hidroponik berasal dari dua kata, yaitu hydro yang berarti air dan phonic yang berarti pengerjaan. Dari dua kata tersebut dapat diartikan, hidroponik adalah sistem penanaman atau budidaya tanaman tanpa menggunakan media tanah, tetapi menggunakan media air yang berisi larutan nutrisi. Cara melakukan pertanian hidroponik beragam, antara lain dengan aeroponic system, drip system, nutrien film technique (NFT), EBB dan flow system, water culture system, serta wick system.
Kelebihan sistem hidroponik setidaknya ada pada penggunaan lahan yang lebih efisien, lingkungan dan pemberian nutrisi pupuk dapat diatur, tanpa media tanah, tidak ada gulma, tidak ada risiko penanaman terus-menerus sepanjang tahun, kuantitas dan kualitas produksi lebih tinggi, lebih bersih, bebas dari racun pestisida, penggunaan pupuk dan air lebih efisien, dan periode tanam lebih pendek. Sementara kekurangannya adalah membutuhkan modal besar pada awal pelaksanaan.
Melalui sistem hidroponik, tanaman lebih cepat tumbuh kembang karena unsur hara dalam larutan dapat secara optimal dimanfaatkan oleh tanaman sehingga daun lebih lebar, daging buah lebih besar, dan kokoh dengan masa panen yang singkat, sekitar tiga minggu.
Bertanam hidroponik terbukti dapat meningkatkan ketahanan pangan, khususnya sayur dan buah-buahan. Namun, menjaga ketahanan pangan tidak cukup jika hanya menitikberatkan pada masyarakat atau pemerintah. Perlu ada sinergi dan usaha, mulai dari tingkat individu, rumah tangga, masyarakat, sektor privat, hingga pemerintah.
Pemerintah dapat memberikan insentif untuk meningkatkan produksi pangan lewat cara yang tidak lagi mengandalkan tanah semata. Petani juga harus diedukasi dalam pengaturan keuangan dan bisa masuk dalam bentuk-bentuk pemasaran yang lebih efektif. (LITBANG KOMPAS)