Meneropong Masa Depan Transformasi Ekonomi
Transformasi ekonomi merupakan strategi yang harus ditempuh untuk mempertahankan eksistensi bisnis di tengah pandemi Covid-19. Pemanfaatan teknologi menjadi syarat untuk mewujudkan hal itu.
Model bisnis berbasis teknologi dan digital masih tumbuh selama pandemi Covid-19. Akselerasi teknologi dapat dimaksimalkan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional.
Eksistensi bisnis berbasis informasi dan teknologi terlihat dari data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020. Hampir semua sektor di Indonesia mengalami pertumbuhan negatif. Akan tetapi, sektor informasi dan komunikasi atau infokom merupakan satu-satunya sektor yang mengalami peningkatan pertumbuhan dibandingkan dengan kuartal II-2019. Pertumbuhannya meningkat dari 9,60 persen menjadi 10,88 persen (year on year).
Salah satu pendorong tumbuhnya sektor infokom adalah peningkatan penggunaan internet selama pandemi. Kementerian Komunikasi dan Informatika mencatat, selama penerapan pembatasan sosial, penggunaan internet meningkat 30 40 persen. Kebutuhan akses internet meningkat dari tempat hunian masyarakat.
Survei yang dilakukan Ericson pada Juni 2020 menyebutkan, lebih dari 8 dari 10 pengguna ponsel mengatakan, teknologi yang terhubung ke internet membantu mengatasi pandemi. Kontribusi paling besar internet adalah mendukung pendidikan anak-anak saat belajar dari rumah serta membantu komunikasi dengan relasi dan keluarga.
Faktor lain yang menopang pertumbuhan sektor infokom ialah transformasi model bisnis berbasis teknologi di Indonesia. Transformasi terlihat di beberapa sektor, di antaranya perdagangan, kesehatan, keuangan, dan pendidikan. Wajah baru yang dilakukan serba digital ini meningkatkan kemudahan. Hal itu dapat menjadi titik balik perubahan dalam skala besar.
Perkembangan bisnis digital terekam pada ”Laporan Digital 2020: Indonesia”. Total belanja yang dihabiskan dari e-dagang (e-commerce) selama 2019 pada bisnis perjalanan 13,06 miliar dollar AS, sementara di industri mode dan kecantikan 4,79 miliar dollar AS.
Belanja di sektor lain, seperti elektronik dan media fisik, 4,73 miliar dollar AS. Adapun makanan dan perawatan pribadi 2,91 miliar dollar AS, mainan dan hobi 3,16 miliar dollar AS, musik digital 119 juta dollar AS, dan gim video 937 juta dollar AS.
Ekonomi digital
Pandemi Covid-19 membentuk perilaku digital baru yang menghasilkan peningkatan aktivitas digital dunia. ”Laporan Digital 2020: Statistik Global” periode Juli 2020 mengungkap jumlah pengguna internet global terus bertambah. Sebanyak 364 juta orang di dunia menggunakan internet untuk pertama kali sejak Juli 2019. Pertumbuhannya lebih dari 8 persen per tahun.
Aktivitas konsumen yang beralih dari luar jaringan ke dalam jaringan meningkat selama pandemi. Bahkan, diprediksi pergeseran pola aktivitas itu akan permanen. Keadaan ini dapat menjadi tantangan sekaligus strategi bagi pelaku usaha dalam memanfaatkan peluang. Beberapa pelaku usaha telah memiliki solusi dengan memodifikasi model bisnis.
Baca juga: ”Ekonomi Minim Kontak”
Para pemain bisnis beradaptasi dengan mengonversi cara komunikasi penawaran produknya ke dalam digital. Sejumlah aplikasi digital hadir memfasilitasi produk yang ditawarkan, mulai dari produk kesehatan, kecantikan, keuangan, hingga otomotif. Lewat digitalisasi, kebutuhan konsumen mudah diakses dalam genggaman.
Pada industri jasa keuangan, perusahaan yang tak mengadopsi teknologi digital akan kalah bersaing. Model bisnis baru menjadi sangat penting dan perlu terus dikembangkan. Model bisnis tersebut di antaranya kolaborasi antara industri keuangan dan pelaku usaha rintisan, pembangunan basis data besar, serta pengembangan jaringan digital dengan sektor utama bisnis.
Adaptasi digital tak hanya dilakukan pada industri keuangan, tetapi juga pada industri perdagangan, pendidikan, pariwisata, otomotif, dan lainnya. Pada perdagangan, penggunaan platform digital membuat pembelian dan penjualan lebih fleksibel. Jangkauan pasar meluas karena pendekatan produk kepada konsumen kian optimal.
Wajah baru
Adanya kebiasaan baru mengubah perilaku konsumen dan pelaku usaha dalam kegiatan ekonomi. Perubahan perilaku konsumen menjadi pertanda bagi pelaku usaha untuk berinovasi guna mempertahankan dan meningkatkan pasarnya. Pelaku usaha dituntut agar bisnisnya menangkap kebutuhan pasar, efisien, dan berbiaya murah.
Laporan Google, Temasek, dan Bain memperkirakan nilai ekonomi digital Asia Tenggara 100 miliar dollar AS pada 2019. Angka ini diprediksi akan tumbuh 300 miliar dollar AS pada 2025. Pencapaian itu membuat ekonomi Asia Tenggara kian mendekati negara-negara maju.
Pada 2019, Indonesia diperkirakan menyumbang 40 persen ekonomi digital di Asia Tenggara, meningkat empat kali lipat dibandingkan dengan 2015. Diproyeksikan angkanya mampu menembus 130 miliar dollar AS pada 2025. Data ini menunjukkan bahwa masa depan transformasi ekonomi menggunakan teknologi sangat menjanjikan bagi Indonesia.
Selain penggunaan digital dalam pemasaran dan akses produk, transformasi juga harus menyangkut kualitas produk yang dihasilkan. Dilihat dari produk ekspor Indonesia, penggunaan teknologi di Indonesia belum dimaksimalkan. Hal itu tecermin dari ekspor yang masih berbasis pada produk berteknologi rendah atau produk yang belum diolah.
Data Bank Dunia menunjukkan, peranan produk berteknologi tinggi pada ekspor manufaktur Indonesia menempati posisi bawah dibandingkan dengan negara lainnya. Pada 2018, peranan produk berteknologi tinggi pada ekspor manufaktur Indonesia ialah 8,1 persen, Thailand 23,3 persen, China 31,4 persen, Vietnam 40,2 persen, dan Malaysia 52,8 persen.
Data Bank Dunia menunjukkan, peranan produk berteknologi tinggi pada ekspor manufaktur Indonesia menempati posisi bawah dibandingkan dengan negara lainnya.
Karena itu, pembiayaan utang dan impor yang berdenominasi mata uang negara lain harus dipenuhi dengan mengekspor sejumlah komoditas primer. Komoditas tersebut meliputi karet, teh, kelapa sawit, batubara, kayu, logam mulia, minyak mentah, timah, nikel, dan sebagainya. Padahal, ekspor yang diharapkan adalah produk berteknologi tinggi, yaitu mobil, gawai, dan lainnya.
Data ini dapat diartikan bahwa transformasi ekonomi dengan teknologi membuat suatu negara kian produktif dan berdaya saing di pasar global. Secara relatif, ekspor lebih besar dibandingkan dengan impor. Kondisi tersebut terjadi karena negara yang memiliki inovasi teknologi mampu menawarkan produk lebih baik dan lebih murah.
Dibutuhkan perbaikan dalam menggerakkan ekonomi. Indonesia perlu mengemas modal dan tenaga kerja dengan sentuhan teknologi guna meningkatkan produksi. Adanya peningkatan produksi ini pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan. Transformasi ekonomi seperti inilah yang diperlukan dalam meningkatkan pertumbuhan dan keberlanjutan ekonomi.
Minimnya anggaran yang dialokasikan Indonesia untuk riset dan pengembangan menyebabkan inovasi dan peningkatan kualitas teknologi menghadapi kendala. Berdasarkan data Bank Dunia, persentase anggaran untuk riset dan pengembangan terhadap PDB Indonesia hanya 0,25 persen (2016), 0,24 persen (2017), dan 0,23 persen (2018). Akibatnya, produktivitas belum optimal.
Transformasi ekonomi menjadi sebuah strategi yang harus ditempuh untuk mempertahankan eksistensi bisnis di tengah pandemi Covid-19. Pemanfaatan teknologi merupakan solusi dalam meningkatkan ekonomi. Lewat adopsi teknologi, kapasitas sumber daya manusia dan inklusivitas keuangan kiranya dapat ditingkatkan. (LITBANG KOMPAS)