Lompatan Besar Mewujudkan Mobil Listrik
Kendaraan listrik telah mendapat perhatian yang serius dari pemerintah seiring dengan trennya di dunia yang kiat menguat.
Salah satu cara membangkitkan ekonomi dari kemelut pandemi Covid-19 saat ini adalah melakukan lompatan besar lewat pemanfaatan optimal potensi energi. Dengan memberikan nilai tambah pada komoditas tambang bijih nikel, misalnya, bukan tidak mungkin mimpi menjadi pusat mobil listrik dunia bisa terwujud.
Presiden Joko Widodo, dalam pidato sidang tahunan dalam rangka HUT Ke-75 Proklamasi Kemerdekaan RI di gedung parlemen 14 Agustus lalu, mengajak semua komponen bangsa untuk membajak momentum krisis untuk melakukan lompatan-lompatan besar. Salah satu contoh yang disampaikan adalah hilirisasi bahan mentah yang terus-menerus dilakukan hingga menghasilkan produk industri yang bernilai tambah.
Presiden menyebutkan bijih nikel telah bisa diolah menjadi ferro nikel dan dikembangkan menjadi bahan utama untuk baterai litium. Hal ini akan membuat posisi Indonesia menjadi sangat strategis dalam pengembangan baterai litium, mobil listrik dunia, dan produsen teknologi di masa depan.
Jika lompatan besar dari bijih nikel menjadi pusat mobil listrik dunia ini berhasil diwujudkan, keuntungan terbesarnya adalah dapat memperbaiki transaksi berjalan kita yang cenderung defisit, meningkatkan peluang kerja, dan mulai mengurangi dominasi energi fosil.
Baca juga: Merdeka dari Fosil
Mengapa mobil listrik?
Tren kendaraan listrik secara global meningkat sangat signifikan dalam satu dekade terakhir. Jika pada tahun 2010 hanya ada sekitar 17.000 mobil listrik di seluruh dunia, pada 2019 jumlahnya sudah mencapai 7,2 juta unit. Hampir separuhnya (47 persen) beredar di China.
Penjualan mobil listrik pada tahun 2019 tercatat sebanyak 2,1juta mobil, meningkat 6 persen dibandingkan tahun sebelumnya (Global EV Outlook 2020: Entering the decade of electric drive?). Penjualan mobil listrik ini porsinya sebesar 2,6 persen dari total penjualan seluruh mobil di dunia.
Sejalan dengan kemajuan teknologi elektrifikasi pada kendaraan roda dua atau roda tiga, juga bis dan truk, pasar kendaraan listrik ini akan terus berkembang signifikan. Dalam lima tahun ke depan, perkembangan kendaraan listrik akan diwarnai dengan peluncuran setidaknya 200 model mobil listrik baru, yang di antaranya akan menyasar segmen pasar kendaraan SUV (sport utility vehicle). Dengan perkembangan teknologi kendaraan listrik yang semakin baik dan harga yang kian terjangkau, pasar kendaraan listrik ini akan semakin meluas.
Pada tahun 2030 diperkirakan jumlah kendaraan listrik di seluruh dunia akan mencapai 245 juta kendaraan, meningkat sekitar 36 persen per tahun. Sebanyak 17 negara telah mengumumkan target penggunaan kendaraan dengan 100 persen zero-emission pada tahun 2050. Bahkan, Perancis, pada Desember 2019 lalu, mengumumkan sebagai negara pertama yang akan mengimplementasikan transformasi kendaraan listrik dengan terlebih dahulu menuangkannya ke dalam regulasi pada 2040.
Indonesia merupakan pasar otomotif terbesar di ASEAN dengan penguasaan porsi sekitar 32 persen (2018). Setiap tahun tidak kurang dari 1 juta unit mobil terjual di dalam negeri. Kondisi ini tentu saja memberikan peluang untuk mengembangkan jenis mobil listrik untuk masa depan.
Di Tanah Air, perkembangan kendaraan listrik ini disambut dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk Transpostasi Jalan. Program ini bertujuan untuk peningkatan efisiensi dan konservasi energi di sektor transportasi. Sekaligus juga untuk mewujudkan energi bersih demi terciptanya kualitas udara yang bersih dan ramah lingkungan.
Penggunaan kendaraan listrik dimaksudkan juga untuk mengurangi ketergantungan terhadap penggunaan bahan bakar minyak di sektor transportasi. Selain karena harga BBM yang relatif tinggi, pengurangan ketergantungan ini juga untuk menurunkan tingkat polusi udara yang disebabkan oleh gas buang moda transportasi darat.
Baca juga: Menyambut Mobil Listrik di Era Industri 4.0
Bijih nikel
Baterai merupakan faktor utama dalam pengembangan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. Umumnya yang digunakan adalah baterai lithium yang sebagian besar komponennya, yakni sebanyak 48-60 persen, berasal dari nikel. Baterai lithium memiliki kepadatan energi terbesar dibandingkan dengan tipe baterai yang lain. Sementara nikel merupakan bahan baku penyimpan energi yang berkualitas tinggi.
Dalam pengembangan baterai lithium, kandungan nikel semakin besar dan kobalt semakin kecil. Dengan demikian, nikel merupakan komoditas yang sangat strategis untuk dikembangkan. Indonesia sendiri merupakan produsen nikel terbesar di dunia, disusul Filipina, Kaledonia Baru, Rusia, dan Amerika Serikat.
Produksi bijih nikel Indonesia pada tahun 2019 tercatat sebanyak 52,76 juta ton, meningkat 138,3 persen dibandingkan tahun sebelumnya (22,14 juta ton). Sementara produk olahan nikel pada tahun yang sama tercatat 1,92 juta ton dan produk Nikel Matte sebanyak 72.015 ton. Nikel Matte di Indonesia dihasilkan oleh satu perusahaan pemegang kontrak karya, yaitu PT Vale Indonesia, yang beroperasi di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.
Baca juga: Memperdebatkan Nikel
Peta jalan
Peta jalan untuk pengembangan industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai ini tengah disiapkan oleh pemerintah di Kementerian Perindustrian bersama sepuluh lembaga kementerian dan instansi terkait lainnya. Kebijakan strategis disusun termasuk skema insentif bagi pemerintah daerah dan masyarakat untuk beralih menggunakan kendaraan bermotor listrik.
Dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) terdapat target tentang penggunaan kendaraan listrik di Indonesia untuk jangka pendek dan jangka panjang. Pada 2025 diharapkan sudah terdapat sebanyak 2.200 unit mobil listrik, 711.900 unit mobil hybrid, dan 2,13 juta motor listrik.
Jumlah tersebut diharapkan meningkat cukup tajam tahun 2050 menjadi 4,2 juta unit mobil listrik, 8,05 juta unit mobil hybrid, dan 13,2 juta motor listrik. Penggunaan kendaraan listrik tersebut akan ditunjang stasiun pengisian kendaraan listrik sebanyak 1.000 unit pada 2025 dan menjadi sekitar 10.000 unit pada 2050.
Penyediaan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai di Indonesia hingga tahun 2025 dilakukan dalam beberapa penahapan. Perencanaan tahap awal adalah penyediaan mobil listrik dalam bentuk kendaraan yang diimpor secara utuh (completely build up/CBU). Setelah itu diharapkan kendaraan listrik dirakit di dalam negeri (completely knock down/CKD).
Perlahan, investor diharapkan sudah dapat menambah atau mendatangkan investasi baru atau menggandeng partner lokal untuk perakitan mobil listrik berbasis baterai. Kendaraan sudah dalam bentuk IKD (incompletely knock down) yang memiliki komponen lokal. Pada akhirnya, investor ditargetkan sudah melakukan penguatan dan pendalaman struktur industri secara bertahap untuk komponen utama dan pendukung dari dalam negeri atau lokal.
Dalam mendukung pengembangan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, selain menerbitkan Perpres Nomor 55/2019, pemerintah juga telah menerbitkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang dikecualikan sebagai bentuk insentif fiskal bagi kendaraan listrik. Selain itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah pula mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 3 Tahun 2020 yang mengecualikan kendaraan listrik dari ketentuan Bea Balik Nama dan aturan pembatasan kendaraan pribadi.
Kehadiran peta jalan dan regulasi-regulasi ini tentunya dimaksudkan untuk mengembangkan industri kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk pasar dalam negeri yang potensial. Bukan untuk menjadikan Indonesia sekadar pasar kendaraan listrik yang diproduksi negara lain. Oleh karena itu, mimpi menjadikan Indonesia sebagai pusat mobil listrik dunia benar terealisasi. (LITBANG KOMPAS)