Oase Penemuan Vaksin di Tengah Pandemi
Dunia terus berupaya menekan penularan virus korona dengan pengembangan vaksin. Hingga 13 Agustus 2020, enam kandidat vaksin Covid-19 telah memasuki uji klinis fase ketiga.
Harapan menekan laju pandemi Covid-19 makin menguat seiring kecepatan pembuatan vaksin yang signifikan. Sebagai langkah strategis penanganan pandemi, Indonesia juga mengembangkan vaksin produksi dalam negeri.
Keberadaan vaksin bermanfaat untuk mencegah penularan wabah. Tujuan utama keberadaan vaksin di dalam tubuh manusia adalah merangsang sistem kekebalan tubuh manusia untuk melawan patogen. Vaksin mengandung antigen yang sama dengan antigen penyebab penyakit, tetapi sudah dikendalikan.
Sistem kekebalan tubuh yang terbentuk karena vaksin mampu mengenali patogen dengan cepat dan tepat. Secara alami, tubuh manusia memiliki dua cara menahan laju infeksi, yaitu antigen alami dan buatan melalui vaksin.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat kemajuan pembuatan vaksin yang signifikan. Hingga 13 Agustus 2020 terdapat 167 kandidat vaksin. Sebanyak 17,34 persen di antaranya sudah masuk ke tahap uji klinis. Apabila dilihat dari fase uji klinis, enam kandidat bahkan telah mencapai fase ketiga.
Fase ketiga pembuatan vaksin menjadi tahapan penting, sebab bertujuan untuk melihat efikasi vaksin dalam mencegah penyakit yang ditargetkan dan pengamanan lebih jauh tentang keamanan yang melibatkan populasi lebih beragam dengan durasi lebih panjang.
Apabila fase uji klinis ketiga selesai, mulai dibuat surat izin edar yang disertai bukti lisensi vaksin tersebut. Dari sekian banyak proses, faktor efikasi, yaitu kemampuan vaksin untuk memberikan manfaat bagi individu yang diberi imunisasi, harus dipenuhi.
Banyak negara dan institusi internasional yang berlomba membuat vaksin korona, seperti China, Amerika Serikat, Jerman, dan Inggris. Sebagaimana negara-negara lain, Indonesia juga mulai mengembangkan vaksin produksi dalam negeri pada akhir Juni 2020, dinamakan vaksin Merah Putih.
Vaksin Merah Putih dikembangkan oleh Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman bersama beberapa lembaga lain. Pada tahapan uji klinis, vaksin tersebut ditargetkan diuji ke manusia tahun depan. Target selesai pembuatannya pada pertengahan tahun 2021.
Vaksin Merah Putih
Pembuatan vaksin Merah Putih telah sampai tahapan penyelesaian pembangunan fondasi vaksin, yaitu pengembangan protein rekombinan dari virus SARS-CoV-2. Meskipun baru sekitar 20 persen capaiannya, tahap ini penting, sebab menentukan kelancaran fase-fase berikutnya.
Seiring pengembangan vaksin dalam negeri, Indonesia bekerja sama dengan China dalam uji klinis fase ketiga vaksin. Sebanyak 2.400 kandidat vaksin Covid-19 dari Sinovac, China, telah tiba di Indonesia pada 19 Juli 2020 dan diterima oleh Bio Farma.
Uji klinis tersebut akan dilakukan pada minggu ketiga Agustus 2020 dengan melibatkan 1.620 individu berusia 18-59 tahun. Lokasi uji klinis dilakukan di Pusat Uji Klinis Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran, Bandung.
Dari sisi pengobatan, Indonesia juga berhasil menemukan dua senyawa baru yang diperlukan untuk pengembangan obat Covid-19. Penelitian tersebut dilakukan oleh Universitas Airlangga Surabaya. Status dua senyawa tersebut masih tahap sintesis dan akan dilanjutkan ke tahap uji praklinis.
Uji praklinis dilakukan untuk menguji toksisitas dari pemberian senyawa ke sel normal. Target selesainya tahap uji praklinis hingga uji klinis paling lambat 1,5 tahun atau paling cepat delapan bulan ke depan. Penemuan dua senyawa ini terjadi sekitar Mei 2020.
Jenis vaksin lain, yaitu ChAdOx1 yang dikembangkan Universitas Oxford, Inggris, juga memasuki uji klinis tahap ketiga. Saat ini, proses perekrutan subyek riset masih berlangsung hingga 31 Agustus 2020. Lokasi uji klinis dilakukan di Brasil yang melibatkan 2.000 individu.
Vaksin lainnya, mRNA-1273 yang dikembangkan perusahaan ModernaTX, Inc. di Amerika Serikat, juga telah masuk fase uji klinis ketiga. Lokasi uji klinis tersebar di 80 tempat di seluruh Amerika Serikat. Total subyek riset yang diperlukan mencapai sekitar 30.000 jiwa.
Uji klinis
Tidak berbeda dengan produk farmasi lain, vaksin harus melalui uji ketat sebelum digunakan untuk menghentikan infeksi virus ataupun bakteri. Uji ketat tersebut meliputi keamanan, imunogenitas, dan efikasinya di laboratorium.
Setidaknya ada tiga tahapan utama pembuatan vaksin, yaitu uji coba ke hewan percobaan atau uji praklinis, tiga uji klinis terhadap manusia, dan fase pemberian lisensi, izin edar, serta produksi massal. Uji klinis adalah fase penting, sebab vaksin harus diawasi dengan teliti frekuensi kejadian dan berat ringannya efek samping.
Efek samping vaksin yang biasanya muncul adalah demam, lemas, hingga alergi berat atau syok anafilaksis. Akan tetapi, tiap frekuensi efek samping akan menurun seiring makin naiknya tahapan uji klinis. Artinya, akan lebih banyak muncul efek samping pada uji klinis tahap pertama dibandingkan tahap ketiga.
Hingga 13 Agustus 2020 terdapat enam kandidat vaksin yang telah mencapai fase uji klinis ketiga. Vaksin tersebut dikembangkan beragam institusi di dunia, yaitu Universitas Oxford di Inggris, Sinovac di China, Institut produk biologi di Wuhan dan Beijing di China, Moderna di Amerika Serikat, dan BioNTech di Jerman serta Pfizer di Amerika Serikat.
Dari enam kandidat, tiga di antaranya tipe vaksin inactivated. Jenis vaksin tersebut dibuat dari mikroorganisme, yaitu virus dan bakteri, yang telah dimatikan. Formulasi berbahan virus SARS-CoV-2 yang telah mati diberikan agar merangsang munculnya respons imunitas.
Respons imunitas menjadi poin penting, sebab hasil akhirnya adalah timbul kekebalan tubuh terhadap virus korona yang mampu bertahan dalam durasi lama. Vaksin inactivated akan memberikan sinyal dan informasi karakteristik virus yang ingin dimusnahkan sehingga tubuh akan mengingat dan membentuk sistem pertahanan yang tepat sasaran.
Banyak lembaga yang menggunakan jenis vaksin inactivated sebab dinilai tidak berisiko menimbulkan penyakit karena tidak mengandung komponen hidup dari virus atau bakteri. Vaksin tersebut lebih stabil dari vaksin hidup yang dilemahkan.
Dua kandidat vaksin lain yang masuk fase uji klinis menggunakan susunan genetik bertipe messenger RNA (mRNA). Kemampuan RNA dijelaskan mampu menghentikan gerak gen patologis dan mendukung tahapan pengobatan yang diberikan melalui adaptasi gen dan antibodi.
Sementara Universitas Oxford menggunakan vaksin tipe non-replicating viral vector yang memiliki kemampuan berkembang cepat dan stabil di dalam tubuh manusia. Bahan tersebut juga memiliki pola antigen yang spesifik bagi virus.
Vaksin dalam tubuh
Ada berbagai macam jenis vaksin di dunia. Formulasi yang terkandung di dalam vaksin memengaruhi cara pemakaian, penyimpanan, dan pemberian vaksin. Salah satu proses yang penting adalah cara pemberian vaksin ke dalam tubuh manusia.
Cara pemberian vaksin, yaitu bagaimana vaksin dimasukkan ke dalam tubuh manusia, adalah faktor utama keberhasilan imunisasi. Kandungan vaksin akan didistribusikan ke seluruh tubuh dengan memanfaatkan mekanisme transportasi di dalam tubuh manusia.
Seluruh kandidat vaksin virus SARS-CoV-2 yang telah masuk tahap uji klinis ketiga menggunakan cara injeksi intramuskuler (IM) untuk memasukkannya ke dalam tubuh manusia. Sementara kandidat lain yang telah masuk tahap dua uji klinis, hanya dua vaksin yang menggunakan cara injeksi intradermal.
Pada dasarnya, metode pemberian vaksin dibedakan berdasarkan penggunaan suntikan atau tidak. Sementara jenis vaksin yang diberikan dengan injeksi, perbedaannya terletak di kedalaman injeksi di kulit manusia. Tiap cara pemberian vaksin menentukan seberapa efektif tubuh menyerap dan merespons pembentukan imunitas dalam tubuh.
Injeksi intramuskuler (IM) dilakukan dengan cara suntikan ke dalam massa otot. Sementara injeksi intradermal (ID) terletak pada lapisan teratas kulit. Selain IM dan ID, pemberian vaksin juga dapat dilakukan secara oral.
Vaksin sangat dibutuhkan dalam situasi pandemi saat ini karena berkaitan dengan sistem kekebalan tubuh manusia. Urgensi vaksin makin menguat saat laju infeksi terus bertambah dan menyeluruh ke berbagai wilayah di dunia.
Secara global, hingga 18 Agustus 2020 pukul 08.00 WIB, total kasus infeksi telah mencapai 22,04 juta kasus dengan total kematian 776.862 jiwa. Lima negara dengan jumlah kasus terbanyak adalah Amerika Serikat, Brasil, India, Rusia, dan Afrika Selatan.
Sementara kasus infeksi di Indonesia hingga 18 Agustus 2020 telah mencapai 143.043 kasus dengan total kematian sebanyak 6.277 jiwa. Karenanya, upaya penemuan vaksin merupakan harapan di tengah masih maraknya penularan virus korona SARS-CoV-2.
Baca juga: Mengenal Lebih Dalam Virus Korona
Enam kandidat vaksin yang telah mencapai fase ketiga menjadi oase di tengah pandemi. Setidaknya, vaksin dapat memberikan sistem kekebalan dalam mengenali dan membangun pertahanan melawan bakteri atau virus penyebab penyakit.
Model dan pengembangan yang berbeda dalam penelitian vaksin di berbagai negara merupakan ragam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berguna bagi peradaban dunia. Sembari menunggu hadirnya vaksin, masyarakat dapat mengambil bagian dengan menerapkan pola hidup sehat dan menjaga kebugaran tubuh.
Tidak kalah penting adalah menggunakan masker saat di luar rumah, menerapkan jaga jarak, selalu mencuci tangan, dan tidak bepergian tanpa keperluan mendesak. Inilah ”vaksin” yang harus dilakukan saat ini untuk mencegah meluasnya penularan virus korona. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Hidup Sehat Pascapandemi