Lingkungan Tempat Tinggal Garda Terdepan Pencegahan Covid-19
Lingkungan tempat tinggal merupakan garda terdepan dalam pencegahan penularan Covid-19. Ada beragam cara yang dilakukan masyarakat untuk melindungi lingkungan tempat tinggal mereka dari penyakit tersebut.
Sejumlah protokol kesehatan telah dilakukan di sebagian besar lingkungan tempat tinggal. Pelibatan komunitas masyarakat di lingkungan tempat tinggal menjadi kunci upaya pencegahan penularan Covid-19.
Lingkungan tempat tinggal menjadi garda terdepan pencegahan penularan Covid-19. Penerapan protokol kesehatan serta keaktifan tokoh masyarakat dan pengurus RT/RW melakukan sosialisasi bahaya virus korona hingga pelibatan masyarakat menjadi kunci penanggulangan wabah.
Ragam cara yang dilakukan masyarakat untuk melindungi lingkungan tempat tinggal dari Covid-19 terekam dalam Jajak Pendapat Kompas pada 27-29 Juli 2020 kepada 553 responden di 34 provinsi. Upaya yang paling banyak dilakukan di lingkungan tempat tinggal responden adalah penyemprotan disinfektan secara berkala, penyediaan fasilitas cuci tangan bagi warga, dan menerapkan jaga jarak di ruang publik, termasuk di rumah ibadah.
Selain tiga hal tersebut, upaya pencegahan penularan Covid-19 ialah menerapkan karantina lokal di area tempat tinggal. Ada pula yang menyediakan bilik sterilisasi dan tes cepat sebagai antisipasi dini penularan wabah hingga menyediakan masker gratis bagi warga.
Momen ini juga dimanfaatkan warga untuk mengkampanyekan kembali Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Hasil penelitian kualitatif dari Pusat Studi Infrastruktur Indonesia (PSII) terhadap 31 narasumber di wilayah DKI Jakarta menyebutkan bahwa di sejumlah wilayah warga memasang spanduk imbauan PHBS. Untuk membantu warga yang kurang mampu, mereka juga berinisiatif menyerukan gerakan komunitas perlindungan sosial yang membuka donasi.
Jauh sebelum terjadi penularan secara masif dengan ditemukannya kluster baru, seperti pasar tradisional, perkantoran, dan rumah ibadah, masyarakat sudah bermitigasi sendiri. Saat pasien Covid-19 pertama di Indonesia diumumkan pada 2 Maret, masyarakat merespons dengan membeli masker dan menyiapkan bahan-bahan pokok untuk memenuhi kebutuhan selama beraktivitas di rumah.
Di lingkungan tempat tinggal, antisipasi dilakukan dalam menutup jalur keluar masuk lingkungan, perumahan, atau gang. Cara ini mengikuti upaya pencegahan penularan Covid-19 di negara-negara lain, yaitu karantina wilayah (lockdown), bahkan, cara unik, seperti menempatkan orang berkostum hantu guna mencegah anak-anak keluar rumah.
Satuan tugas
Dua minggu setelah kasus pertama Covid-19 Indonesia diumumkan, pemerintah pusat memerintahkan penanganan Covid-19 hingga level RT/RW. Penanganan yang dimaksud adalah memberikan sosialisasi informasi Covid-19 oleh perangkat desa/kelurahan hingga RT/RW. Hal ini dilakukan karena mereka langsung berinteraksi dengan warganya.
Sosialisasi informasi diutamakan karena Covid-19 merupakan penyakit menular baru yang sangat cepat penyebarannya. Saat awal penyebaran Covid-19 di Indonesia, belum banyak warga yang mengetahui karakter penyakit ini.
Jajak Pendapat Kompas pada awal merebaknya Covid-19 mencatat bahwa sosialisasi informasi penyakit menular tersebut belum banyak dilakukan. Setiap empat dari sepuluh responden jajak pendapat di Medan, Palembang, DKI Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Pontianak, Makassar, dan Jayapura mengaku belum menerima sosialisasi apa pun terkait penularan Covid-19, awal Maret.
Dalam perjalanannya, upaya sosialisasi semakin berkembang. Masyarakat menilai ada upaya tokoh-tokoh di lingkungannya yang aktif memberikan sosialisasi dan memantau pencegahan penularan Covid-19.
Perangkat lingkungan juga memantau dan melaporkan kondisi kesehatan warga. Sebanyak 57,3 persen responden menyebutkan hal itu. Salah satu yang dilakukan dalam pemantauan ini adalah mendata warga yang bepergian atau datang dari luar lingkungan.
Sebelumnya, pemerintah melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengimbau pemerintah daerah untuk melibatkan perangkat desa/kelurahan hingga RT/RW guna mencegah penularan Covid-19. Pembentukan Satuan Tugas Pencegahan Covid-19 tingkat RT/RW pun dilakukan oleh sejumlah daerah.
Secara umum, tugas Satgas Pencegahan Covid-19 tingkat desa/kelurahan dan RT/RW ini ialah memberikan sosialisasi dan informasi pencegahan penularan Covid-19, memantau dan mendata status kesehatan warga, serta menerapkan protokol kesehatan pencegahan penularan. Selain itu, mereka bertugas untuk mengatur distribusi pemenuhan logistik warga dari pemerintah.
Baca juga: Menguji Nilai Sosial ”Jogo Tonggo”
Kehadiran satgas di beberapa daerah, seperti Provinsi Jawa Barat, DKI Jakarta, Kota Magelang, Kota Kendari, Kabupaten Tangerang, dan Kota Surabaya, memperkuat penanganan Covid-19 di daerah. Sebagai contoh, ada Kampung Jawara (Jaga Kesehatan Warga, Aman, Religius, Sejahtera) di Kota Tangerang Selatan dan Kabupaten Tangerang. Program ini merupakan penjabaran penanganan Covid-19 oleh Polda Metro Jaya dengan sebutan ”Si Jabat” (Jakarta Bogor Depok Bekasi Tangerang Hebat).
Cara lain dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dalam Program Jogo Tonggo yang diluncurkan pada 24 April 2020 jelang arus mudik Lebaran lalu. Program ini melibatkan Karang Taruna, kelompok Dasa Wisma, posyandu, bidan desa, Linmas, warga tingkat RW hingga lembaga di luar wilayah RW yang tergabung dalam Kelompok Satgas Jogo Tonggo. Jogo Tonggo yang berarti menjaga tetangga diharapkan menumbuhkan kepedulian pada level rumah tangga untuk memperhatikan kondisi lingkungan.
Di daerah yang masih kental nuansa adatnya, seperti Bali, lembaga desa adat sejak awal dilibatkan untuk mencegah penularan Covid-19. Pelibatan desa adat semakin nyata pada 9 Juli saat secara simbolis Pemprov Bali menyerahkan pararem atau keputusan adat tentang pengaturan, pencegahan, dan pengendalian gering agung (wabah penyakit menular) Covid-19 kepada perwakilan desa adat. Keputusan adat menjadi payung hukum yang kuat untuk mengatur tata kehidupan warga saat pandemi.
Pelibatan masyarakat
Pelibatan komunitas atau lembaga setingkat RT, RW, desa atau kelurahan dalam pencegahan penularan Covid-19 merupakan wujud dari pelibatan masyarakat atau community engagement dalam manajemen bencana. Pelibatan masyarakat untuk menghadapi bencana non-alam, seperti Covid-19, sangat penting diteruskan dalam proses mitigasi bencana.
Dalam konteks manajemen bencana, pemerintah telah membentuk program Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas. Implementasi program ini terwujud melalui Desa/Kelurahan Tangguh Bencana oleh BNPB, Kampung Siaga Bencana oleh Kementerian Sosial, dan Kegiatan Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Komunitas melalui PNPM Mandiri Perkotaan. Namun, program ini dilakukan pada wilayah yang memiliki risiko bencana alam, bukan bencana non-alam atau bencana sosial.
Pelibatan masyarakat melalui satgas penanganan Covid-19 tingkat RT, RW, kelurahan/desa menjadi awal yang baik untuk memulai upaya pengurangan risiko bencana yang tak hanya terpusat pada jenis bencana alam. Dampaknya, masyarakat tidak hanya tangguh terhadap ancaman bencana alam, tetapi juga jenis bencana lain, seperti bencana non-alam serta sosial. (LITBANG KOMPAS)